Mohon tunggu...
Lidus Yardi
Lidus Yardi Mohon Tunggu... Guru - Alhamdulillah

Bersama Allah Bahagia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Euforia Menyambut Ramadan

27 Juni 2014   17:12 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:38 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Euforia menyambut Piala Dunia jangan mengalahkan euforia kita sebagai Muslim menyambut Piala akhirat, berupa surga Allah Ta'ala melalui amalan di bulan Ramadan. Piala dunia boleh, piala akhirat lebih penting. Dan akhirat itu lebih baik bagimu dari pada dunia (QS Ad Dhuha: 4)

SEBENTAR lagi, Ramadan tahun ini menghampiri kaum Muslimin. Jiwa yang dipenuhi keimanan akan menyambutnya dengan penuh pengharapan. Sebaliknya, akan menjadi sumber kegelisahan bagi jiwa yang tak pernah menyadari betapa istimewanya Ramadan. Letak persoalannya, sejauh mana ilmu dan tingkat keimanan seorang insan.

Dalam rangka penyambutan Ramadan demi tercapainya kualitas ibadah puasa (shiyam) yang diharapkan, paling tidak kita (umat Islam) harus memahami dua persoalan. Pertama, pentingnya mempersiapkan diri untuk pelaksanakan puasa, di antaranya dengan ilmu pengetahuan. Kedua, pentingnya memahami makna penyambutan (tarhib)Ramadan.

Persiapan ilmu

Ketepatan dalam beramal dan sikap yang benar menyambut Ramadan sangat ditentukan oleh ilmu yang kita miliki. Sebab itu, ilmu pengetahuan merupakan dasar utama berdirinya amalan. Ibnu Taimiyah menyatakan Al’ilmu baabun likulli ta’abbuddin, ilmu adalah pintu dari segala ibadah. Imam Bukhari menulis satu bab dalam kitab hadisnya dengan Al’ilmu qablal kaul wal amal, yang berarti berilmu sebelum berkata dan beramal.

Paling tidak kita memahami jawaban formula 5W+1H untuk pelaksanaan ibadah puasa Ramadan yang penuh makna.Pertama, what. Apa itu puasa? Apa dalil dan hukum puasa? Apa rukun dan syarat puasa? Apa yang membatalkan puasa? Apa hikmah dan manfaat puasa?

Kedua, why. Mengapa kita harus berpuasa? Jawaban pertanyaan inilah yang menjadi landasan setiap Muslim untuk melaksanakan ibadah puasa. Ketiga, when. Kapan kita harus puasa serta memulai dan mengakhiri puasa? Keempat, who. Siapa yang diwajibkan dan tidak diwajibkan, bahkan diharamkan berpuasa? Kelima, where. Saat melaksanakan puasa di bulan Ramadan, dimana kebanyakan kaum Muslimin seharusnya berada?

Terakhir H yang berarti how (bagaimana?) Bagaimana seharusnya umat Islam berpuasa? Di antara jawabannya dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dalam sabdanya: “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadan dengan iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu akan diampuni” (HR Bukhari dan Muslim).

Dengan demikian, cara berpuasa kaum Muslimin adalah dengan iman yang dibangun di atas ilmu pengetahuan. Dan ihtisaban, yakni berpuasa dengan penuh perhitungan dan mengharapkan pahala di sisi Allah Ta’ala.

Jika pertanyaan 5W dan 1H di atas dijawab berdasarkan dalil-dalil yang sahih, merujuk kepada keterangan ulama dan buku-buku agama yang muktabar (terpercaya), diyakini dan dilaksanakan sepenuh hati, maka setiap Muslim akan merasakan nikmatnya dekapan pelaksanaan puasa yang penuh kualitas, berkah dan maghfirah.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam mengingatkan: “Betapa banyak orang yang puasa, tetapi yang didapatnya hanyalah rasa lapar (saja). Betapa banyak orang yang bangun (tengah malam) beribadah, tetapi yang didapatnya tidak lebih terjaganya mata” (HR An Nasa’i, Ibn Majah, dan Hakim). Persiapan ilmu sangat penting agar amalan puasa tak salah dan sia-sia.

Tarhib Ramadan

Ada beberapa makna atau pesan dari kegiatan tarhib atau menyambut bulan Ramadan. Pertama, ditinjau dari psikologi yang menyambut, jelas menunjukkan suasana hati yang penuh harap dan bahagia. Sebelum Ramadan datang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memperbanyak puasa sunnah dan berdo’a: Ya Allah, hantarkan diriku kepada bulan Ramadan dan hantarkan Ramadan kepada diriku serta terimalah (amalan-amalan) Ramadan dariku (HR Abu Dawud).

Kedua, dari sisi yang disambut yakni Ramadan, jelas mengindikasikan keistimewaan dan kemuliaan. Banyak gelar yang disematkan kepada Ramadan. Di antaranya, ia merupakan bulan yang dipilih Allah Ta’ala di mana hari-harinya diwajibkan kepada manusia untuk mempuasakannya. Maka ia disebut syahrul shiyam.

Pada bulan Ramadan permulaan ayat-ayat suci Alqur’an diturunkan (lihat QS Albaqarah: 185). Dan malaikat Jibril menemui Rasulullah untuk melakukan tadarrus Alqur’an bersama di bulan Ramadan. Maka Ramadan disebut syahrul Qur’an dan tilawah.

Pada bulan Ramadan keberkahan diturunkan, dosa diampuni, pahala amalan dilipatgandakan, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu, seperti dijelaskan dalam HR. Muslim. Bahkan, Allah Ta’ala akan menyediakan pintu khusus surga untuk dimasuki hanya bagi hamba-Nya yang berpuasa. Pintu surga tersebut dinamakan ar Royyan, dijelaskan dalam HR Bukhari dari Sahl bin Sa’ad. Istimewanya lagi, Allah menyediakan satu malam di bulan Ramadan yang nilai keutamaannya sama dengan 1000 bulan, yakni lailatul qadar (lihat QS. Al Qadr: 1-3).

Ketiga, adanya tarhib menunjukkan kesungguhan atau komitmen dalam menyikapi Ramadan. Orang yang tak berminat dengan Ramadan tak peduli dengan kedatangan Ramadan. Oleh sebab itu, tarhib Ramadan dimaknai sebagai kesungguhan, usaha persiapan diri, penetapan ulang langkah dan tujuan, dan mengokohkan azam menyikapi kedatangan Ramadan.

Memperbarui motivasi dan komitmensangat penting dalam mengawali pekerjaan. Karena ini akan menentukan kualitas kerja dan kesuksesan. Dalam agama disebut sebagai niat, penentu diterima atau ditolaknya amalan. Rasulullah bersabda: Sesungguhnya amal itu dengan niat, dan setiap orang mendapat balasan amal sesuai dengan niatnya(HR Bukhari).

Sikap menyambut Ramadan yang didasari dengan ilmu dan iman sangat penting bagi seorang Muslim. Tidak ada yang bisa menjamin kita bisa bersua dengan Ramadan tahun ini. Jika Allah menakdirkan nafas kita berhenti sebelum Ramadan kita masuki, kita berharap pahala bahagia tarhib Ramadan di bulan Sya’ban ini dihitung menjadi investasi di akhirat nanti. Wallahu A’lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun