Cinta, seperti partikel kuantum dalam fisika, sering kali ada dalam dua keadaan yang saling bertentangan sekaligus. Di satu sisi, ada logika yang terus-menerus menimbang baik buruk, mengukur sebab akibat, dan mencoba menjaga keseimbangan. Di sisi lain, ada rasa yang liar dan bebas, menuntun langkah tanpa peduli pada hitungan atau aturan.
Dilema cinta hadir ketika keduanya bertabrakan, menciptakan kekacauan indah yang membuat hidup terasa lebih manusiawi. Haruskah kita memilih seseorang yang aman secara logika, atau seseorang yang membuat hati berdebar tak menentu? Haruskah kita bertahan dalam hubungan yang stabil namun dingin, atau melepaskan diri demi mengejar gairah yang penuh ketidakpastian?
Layaknya persamaan matematika yang kompleks, cinta sering kali tidak memiliki solusi tunggal. Ada yang memilih bertahan demi janji yang pernah dibuat, ada pula yang memilih pergi demi kebahagiaan yang baru. Namun, mungkin bukan jawaban yang penting, melainkan perjalanan untuk menemukannya.
Karena dalam dilema cinta, kita tidak hanya belajar tentang orang lain, tetapi juga tentang diri sendiri, tentang apa yang sebenarnya kita butuhkan, tentang keberanian untuk memilih, dan tentang kesanggupan untuk menerima konsekuensi dari pilihan itu.
Pada akhirnya, cinta adalah misteri yang tidak untuk sepenuhnya dipahami, melainkan untuk dirasakan, dijalani, dan dirayakan, meski kadang penuh dilema..
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI