Mohon tunggu...
Elya Dz Azizah
Elya Dz Azizah Mohon Tunggu... Guru - Elya Dzurrotul Azizah

nama saya Elya Dzurrotul Azizah, biasa dipanggil Lia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kecerdasanku Bukan Kecerdasan Mereka, Jangan Bandingkan Aku

21 September 2020   21:12 Diperbarui: 21 September 2020   21:15 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Beri nilai dari usahanya jangan dari hasilnya. Baru kita bisa mengerti arti kehidupan

Albert Einstein

Suatu hari, di depan rumah terdapat tiga ibu-ibu yang sedang membanggakan anaknya masing-masing. Ibu A membanggakan anaknya yang sudah pandai membaca, ibu B membanggakan anaknya yang lancer berbicara bahasa inggris di usia yang masih tergolong muda yakni empat tahun. Sedangkan ibu C hanya bisa mendengarkan dan tidak bisa membanggakan anaknya, karena anaknya hanya bisa main setiap hari, jika disuruh belajar dia selalu menolak dan pergi bermain atau mencoret-coret tidak jelas.

Ibu C tersebut bingung untuk menanggapi anak tersebut. Jika didampingi belajar anak tersebut selalu menolak dan lebih memilih menggambar sesuka hatinya atau malah pergi bermain dengan kawan-kawannya.

Pada suatu hari ibu tersebut geram karena ulah anak tersebut, anak tersebut sudah berani mencoret tembok di ruang tamu. Awalnya anak tersebut sudah mencoret-coret tembok di ruang tengah, dapur, bahkan kamarnya saja penuh dengan coretan. Ibu tersebut sudah memarahinya berulang kali, tapi anak tersebut masih berulah dan seolah-olah tidak menggubrisnya.

Ketika dirasa anak tersebut tembok ruang tamu masih sepi dan kurang berwarna, akhirnya ia mencoret sesuai imajinasinya, ia menggambar gunung, pohon, manusia lidi, garis garis asal-asalan dan lain-lain. Yang terpenting baginya adalah tidak sepi dan harus ada gambar dimana-mana.

Setelah melihat ulah anak tersebut, sang ibu naik pitam, kemarahan yang tidak bisa dibendung lagi. Sang ibu memaki-maki tiada habisnya. "Dibilangin bandel amat sih, sudah dibilangin berkali-kali jangan coret-coret tembok masih tetap saja, apa masih kurang buku gambar yang ibu belikan? kenapa sulit sekali dibilangi, kau fikir gambaranmu itu bagus? Diikutkan lomba aja gak menang. Disuruh belajar malah lari, kamu tau kamu itu masih belum lancar membaca, coba lihat teman-temanmu sudah lancar mebaca, kamu saja yang masih ketinggalan"

Seketika anak tersebut terdiam dan membanting pensil yang dia pegang dan menangis. Setelah kejadian tersebut, anak tersebut tidak lagi menyukai menggambar, dia lebih menyukai menghabiskan waktu bermain dengan temannya dan melupakan hal yang ia sukai yaitu menggambar.

Dari kejadian tersebut, bisa diambil kesimpulan rata-rata orang tua memandang keberhasilan anak dilihat dari sisi akademik saja, dan mengesampingkan non-akademik. Padahal anak tersebut memiliki kecerdasan visual spasial, berbakat dalam menggambar meskipun gambarannya belum terlalu bagus dikarenakan kurang diasahnya kemampuan tersebut dan kurangnya dukungan dari orang tua.

 Lalu mengapa orang tua selalu memaksa anak agar digembleng dalam hal akademik? Tentu saja jawaban para orang tua agar anak saya cerdas, bisa dibanggakan, dan bisa diterima di sekolah favorit nantinya. Jika sudah diterima di sekolah favorit, kemungkinan mendapat pekerjaan juga lebih mudah atau bisa jadi menjadi orang sukses. Rata-rata jawaban orang tua yang terlalu meggembleng anaknya dalam hal akademik atau pelajaran sekolah dan mementingkan nilai yang memuaskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun