Pendidikan seks saat ini dirasa sangat penting untuk diselipkan dalam kurikulum pendidikan anak usia dini. Hal ini didorong oleh melonjaknya angka kasus kejahatan seksual pada anak-anak beberapa waktu belakangan ini. Muatan pendidikan kesehatan seksual dapat mendukung anak tumbuh dewasa dengan lebih sehat dan bahagia, mereka pun akan lebih dapat berhati-hati akan ancaman kejahatan seksual di luar sana.Â
Sayangnya, banyak orang tua di seluruh dunia yang masih merasa ragu dan menganggap topik ini adalah sesuatu yang tabu. Pihak sekolah pun akhirnya enggan dalam memberikan pelajaran terkait kesehatan seksual karena khawatir akan respons negatif dari orang tua. Sekolah pada akhirnya menghindari topik-topik penting ini, yang sebenarnya sangat penting dalam upaya mendukung tumbuh kembang para siswa.Â
Dalam menghadapi permasalahan tersebut pihak sekolah seharusnya dapat menciptakan pembelajaran seksual dengan bahasa yang lebih mudah dipahami dan lebih tidak vulgar. Ini bertujuan untuk mematahkan persepsi seputar pembicaraan seksualitas dan pendidikan reproduksi di kalangan anak dan remaja yang tabu di masyarakat.Â
Pengabaian pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja dan anak-anak dapat memengaruhi pemahaman mereka terhadap kepemilikan tubuh, batasan-batasan tubuh, dan juga potensi kekerasan seksual yang diterima oleh mereka. Anak-anak sudah semestinya memahami pendidikan kesehatan reproduksi sesuai dengan usia.Â
Harapannya, dia dapat mengambil keputusan terkait kepemilikan tubuhnya dan terhindar dari berbagai kekerasan seksual. Melihat kondisi demikian, pendidikan kesehatan reproduksi yang komprehensif mutlak menjadi keharusan.Â
Pendidikan seks pada anak dan remaja ini bertujuan untuk menurunkan jumlah kasus kekerasan seksual yang terjadi pada mereka di waktu mendatang. Banyaknya kasus yang terjadi tiap harinya, salah satunya disebabkan oleh kurangnya edukasi yang diberikan orang tua pada anak terkait dengan kesehatan seksual, sehingga anak-anak cenderung lebih mudah dijebak dan menjadi korban pelecehan. Lebih parah lagi, kebanyakan kasus pelecehan tersebut dilakukan oleh orang terdekat dalam keluarga, bahkan sering dilakukan oleh ayah kandung dan kakak laki-laki korban.Â
Oleh karenanya, masalah ini perlu segera dicarikan solusi agar tidak menelan lebih banyak korban. Trauma yang dialami oleh anak yang menjadi korban pelecehan akan sangat mempengaruhi pertumbuhan anak tersebut. Tidak jarang mereka akan tumbuh menjadi anak yang menutup diri dari dunia luar, selalu merasa cemas, rendahnya rasa percaya pada orang terdekat.Â
Bukan hanya itu, akibat dari pelecehan yang dialami, banyak dari anak dan remaja yang menjadi korban pelecehan harus mengandung di usia dini, dikeluarkan dari sekolah, bahkan mengakhiri hidup mereka akibat beban sosial yang harus mereka tanggung.Â
Perlu ditekankan kembali bahwa edukasi terkait pengetahuan seks dan reproduksi bukan hanya menjadi tanggung jawab sekolah dan lembaga pendidikan formal, namun juga menjadi tanggung jawab orang tua. Demi tercapainya pemahaman yang baik bagi anak diperlukan peran semua pihak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H