Mendekati akhir bulan Agustus lalu saat sedang berselancar di laman Facebook, sebuah pemberitahuan yang di-upload salah satu tabloid lokal Medan sekejap menarik perhatian saya. Pada poster hitam putih itu sebuah tulisan besar Medan Heritage Tour dan sub-headingnya, yakni tema acara tentang Cerita Medan Tempo Doeloe, segera memancing rasa ingin tahu. Apalagi serangkaian kegiatan acara yang tertera, seperti parade komunitas vespa dan ontel, live music, Medan community gathering, tampaknya menjanjikan nuansa acara yang meriah dan menarik. Mumpung di Medan jarang ada event unik yang menekankan konsep pelestarian situs-situs bersejarah yang dikemas untuk anak-anak muda.
Akhirnya setelah menunggu dengan antusiasme tinggi, tanggal 31 Agustus pun tiba. Saya sampai di lokasi acara, yakni pelataran parkir gedung kantor pos Medan, beberapa menit sebelum waktu dimulainya acara pada pukul 19.00. Namun semangat saya yang meluap-luap agak menurun sewaktu melihat kondisi sekitaran yang unexpectedly silent, seolah tak ada tanda-tanda akan ada acara besar dan pelataran parkir pun tampak cukup sepi. Bahkan sempat terlintas di benak saya, jangan-jangan salah lihat tanggal acara nih… Lantas, saya tetap berpikir positif dan memilih menghabiskan waktu sampai jam 7 nanti di Merdeka Walk, salah satu tempat hang out terkenal di Lapangan Merdeka.
Sekitar pukul 19.00 lewat, saya kembali ke lokasi acara dan keadaan di sana sudah lebih ramai. Dua orang MC pun telah tampil di pentas untuk membuka acara. [caption id="attachment_264875" align="aligncenter" width="400" caption="Pembukaan Acara Medan Heritage Tour 2013 oleh dua orang MC "][/caption] Dari informasi yang disampaikan, pihak panitia sengaja memilih gedung kantor pos pusat sebagai lokasi launching acara karena selain berperan sebagai salah satu bangunan bersejarah di kota Medan – dibangun tahun 1911 – gedung kantor pos yang terletak di area titik nol kota Medan juga menjadi penanda awal dari semangat dan kesadaranpelestarian bangunan bersejarah di kalangan generasi muda kota Medan.
Selanjutnya, acara hiburan pun secara bergilir ditampilkan. Barisan anggota klub Marching Band USU berderap masuk seraya memainkan alat-alat musik dan bendera.
[caption id="attachment_264877" align="aligncenter" width="300" caption="Atraksi Marching Band USU di Acara Medan Heritage Tour"]
Tapi baru beberapa kali jepretan, atraksi marching band-nya diakhiri dengan cepat. Salah seorang penonton di samping saya menyeletuk, “Kok udah selesai ya? Temponya masih gantung tuh!” Meski tak paham musik, saya sih setuju kalau kebanyakan penonton masih kurang puas dengan pertunjukan singkat itu.
Tak lama, semakin banyak orang terlihat memadati pelataran parkir kantor pos. Bahkan tampak beberapa orang panitia dan jurnalis yang siap siaga. Apa gerangan? Ternyata mereka hendak menyambut kedatangan Plt. Walikota Medan, Bapak Drs. H. Dzulmi Eldin MSi. Another surprise that night!
Setelah penyambutan yang ramai dan penuh kilatan lampu blitz, para hadirin mulai tenang dan menyaksikan pertunjukan tari tradisional Bali yang dibawakan oleh seorang wanita dari asosiasi masyarakat Bali yang telah lama menetap di Medan. Saya jadi teringat terakhir kalinya menonton tari Bali saat masih kecil di restoran Warung Ubud, Medan. Uniknya tarian dan ekspresi sang penari membekas di benak saya sampai hari ini.
[caption id="attachment_264880" align="aligncenter" width="400" caption="Pertunjukan Tari Bali di Medan Heritage Tour"]
Seperti prosedur peresmian pada umumnya, Bapak Dzulmi Eldin menyampaikan pidato singkat tentang apresiasi beliau terhadap acara Medan Heritage Tour kemudian menandatangani dokumen acara di hadapan para panitia dan hadirin.
[caption id="attachment_264885" align="aligncenter" width="300" caption="Plt. Walikota Dzulmi Eldin memberikan pidato pembuka acara."]
Selain itu, event seperti ini akan lebih baik apabila diadakan pada siang hari, bukan di malam hari berhubung lokasi acara dan sekitarnya belum memiliki penerangan memadai. Bagaimana tidak, kalau bukan karena berhati-hati, saking gelapnya saya hampir tidak melihat ada parit terbuka di depan pelataran parkir yang jadi lokasi acara. Bisa saja bukan saya yang mengalaminya.Dari segi acara, untuk periode berikutnya pihak panitia sebaiknya harus lebih gencar mempromosikan event ini kepada masyarakat Medan, terutama kalangan anak muda Medan, karena masih banyak yang belum mengetahuinya.
Terlepas dari segala kekurangannya karena baru kali pertama dilaksanakan, saya salut atas usaha para penggagas acara dalam membangkitkan kesadaran masyarakat dan pemerintah untuk mempertahankan bangunan-bangunan bersejarah di kota Medan. Event-event positif seperti ini harus lebih sering diadakan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H