Mohon tunggu...
Elvrida Lady Angel Purba
Elvrida Lady Angel Purba Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mengalir dan Kritis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

It won’t always be easy, but always try to do what’s right.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kurindu Senyuman di Pagi Hari

20 Maret 2021   08:26 Diperbarui: 20 Maret 2021   09:47 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Angin begitu abstrak untuk dirasa, begitu dengan hijaunya pohon yang sungkan untuk menari, burung gereja juga pada dilema memikir insan yang tidak akan singgah kembali ke perteduhan tetap. Kali ini sebuah cerita dimensi kehidupan bermula dari pagi yang cerah, kulihat semua orang lain begitu bahagia merasakannya.

Namun berbeda denganku. Suara tangis memenuhi setiap sudut ruangan rumahku. Sesak walau kipas angin terus berputar.  Biasanya pagi ini Ibu sibuk menyiapkan sarapan, begitu juga dengan kami yang kerap ribut untuk sebuah makanan. Ya, ini sungguh pagi yang gelap. Mata kami gelap hanya menguraikan air mata yang sulit untuk dihentikan. Pasrah tidak bisa, perasaan untuk ikhlas sangatlah sulit untuk diayom.

Aku tak menyangka ini akan terjadi kepadaku, terasa begitu cepat berlalu. Begitu banyak melodi dan memori kehidupan yang tersimpan. Membuatku tak dapat menerima dengan mudah. Senyuman manis di pipi Ibu seketika terganti dengan tangis histeris. Rasanya ini tidak adil bagiku, orang yang kusayangi telah tiada.

Dia adalah ayahku, yang telah tiada tadi pagi. Setelah Ia mencoba untuk melawan Covid-19. Aku tidak mengerti mengapa Ayah bisa positif, yang kuketahui Ayah paling taat pada protokol kesehatan. Namun itu sepertinya tidak ampuh, Ayahku belakangan ini memiliki masalah yang membuatnya stress.

"Apakah stress dapat memicu covid?" Tanyaku dalam hati. "Ah, itu takkan penting bagiku saat ini," Jawabku dalam hati. Aku dan Ibu bersiap-siap untuk bergegas ke Rumah Sakit agar dapat melihat penguburan Ayah. Tepat pada pukul 13.00 WIB kami pun pergi ke rumah sakit.

Aku merasa hancur ketika mendengar sirene ambulance yang berada tepat di depan rumah sakit. Kami pun mendekati mobil ambulance itu dengan kendaraan yang kami bawa agar dapat mengikuti dari belakang. Ingin rasanya memeluk dan berkata kepada Ayah "Aku sangat menyayangimu, tenanglah bersama Bapa di Surga." Namun sepertinya aku hanya dapat menyampaikan hal itu di dalam doa. Aku dan Ibu belajar untuk mengikhlaskan kepergian Ayah, walaupun ini sebenarnya membuat kami rapuh.

Pada pukul 15.30 WIB kami pun sampai di tempat pemakaman Ayah. Hanya ada dua orang yang sedang menunggu disana lengkap dengan alat protokol kesehatan. Saat pemakaman Ayah pun kami hanya dapat melihat dari kejauhan. Setelah 45 menit kemudian pemakaman pun selesai, Kami beranjak dari kediaman kami untuk mendekati pemakaman Ayah, hanya dapat menangis saat melihat mawar bertaburan di pemakaman Ayah.

"Sudah Tira, ikhlaskan kepergian Ayah. Ayah sudah tenang bersama Bapa di Surga. Jika kamu menangis maka Ayah pun menangis karena lihat putri cantiknya menangis." kata Ibu. Aku hanya menahan tangis dan tak dapat berkata-kata lagi. Aku dan Ibu hanya dapat memandangi sebuah Salib yang menuliskan nama Ayahku.

Sudah satu setengah jam kami berada di pemakaman Ayah. "Tira, mari kita berdoa sebelum kita pulang," kata Ibu. Aku hanya dapat menunduk kepala dan mengarah kepada Ibu. Kami pun berdoa, semua rasa rinduku hanya dapat tersampaikan di dalam doaku. Ibu pun terdengar menangis saat memimpin doa untuk Ayah.

Setelah berdoa, kami pun langsung pulang. Kami berjalan seakan tak berdaya lagi, Aku hanya dapat berdoa dalam hatiku "Tuhan berkati kami di setiap langkah kami." Hanya itu yang ku ucap berulang kali dalam hatiku. Kami pun sampai di rumah, mengantar Ibu ke kamarnya dan tetap bersama Ibu untuk memastikan dia baik-baik saja. Namun aku ingin mencari tau apa penyebab Ayah terkena Covid-19, rasa penasaranku terlalu besar.

 Aku memilih untuk menjauh dari Ibu agar aku dapat mencari informasi tentang ini. Aku akan mencari informasi dari berbagai sumber yang berada di internet dan sepertinya aku harus mencari informasi dari Ibunya Cindy. Cindy adalah sahabat SMP, saat ini kami duduk di bangku kelas VII disalah satu sekolah di Jakarta. Aku pun langsung mencari tau dari internet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun