Mohon tunggu...
Elvrida Lady Angel Purba
Elvrida Lady Angel Purba Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menuangkan isi pikiran

Mengalir

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Lika-liku Penantian RUU PPRT 19 Tahun Tak Kunjung Disahkan

6 Maret 2023   13:28 Diperbarui: 6 Maret 2023   13:46 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia memang  dinyatakan bebas dari belenggu penjajahan. Sayangnya, sebagian elemen masyarakat, khususnya perempuan dan anak yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga (PRT), belum sepenuhnya memahami arti kemandirian. Data Jaringan Advokasi Nasional  Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) menunjukkan, antara tahun 2012 hingga 2019, PRT mengalami lebih dari 3.219 kejadian.

Setiap hari, 10 sampai dengan 11 orang PRT menjadi korban kekerasan. Mulai dari kekerasan ekonomi, fisik, psikis dan seksual.

Sepanjang 2017 hingga 2022 tercatat 2.637 kasus kekerasan terhadap PRT. Tidak adanya pengakuan sebagai pekerja, membuat PRT rentan untuk disiksa, ditinggal ditengah jalan, ditipu, tidak dibayarkan upah, dan sulit untuk mengurus kasus karena tudak memiliki kekuatan hukum sebagai pekerja.

Sejak diwacanakan pada tahun 2004, RUU PPRT bolak balik masuk sebagai Program Legislasi Nasional, namun tidak kunjung disahkan. Lebih dari 19 tahun RUU PPRT dikaji dan dinanti untuk meniadi UU.  Setiap hari mereka menghadapi berbagai kejadian yang mengancam kesejahteraan mereka, mulai dari eksploitasi tenaga kerja hingga kekerasan fisik dan psikis serta seks. 

Menghadapi banyak risiko serius, mereka mengusulkan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) pada tahun 2004 dengan harapan  nasib mereka berubah. Namun sayang,  Sembilan belas tahun berlalu, UU PPRT masih dipandang sebagai angin lalu yang selama ini belum ada titik terangnya.

Potret Kondisi Pekerja Rumah Tangga di Indonesia

International Labour Organization (ILO) melaporkan terdapat lebih dari 2 juta pekerja rumah tangga di Indonesia, dimana 8% adalah perempuan. Meskipun kontribusinya penting bagi perekonomian nasional, kondisi kerja pembantu rumah tangga dianggap relatif buruk. Antara Januari 2018 hingga April 2019, pekerja rumah tangga mengalami 2.570 insiden kekerasan  dalam berbagai bentuk, seperti kekerasan mental, fisik, dan finansial serta pelecehan  status profesional. Ada juga keluhan tentang gaji yang hilang dan tabungan liburan yang belum dibayar.

 Sungguh ironis bahwa pekerja rumah tangga tampaknya tidak memiliki akses yang mudah ke  program penjaminan pemerintah. Menurut survei jaminan sosial Jalan PRT, ada 4843 pekerja rumah tangga di tujuh kota yang  tidak mendapat jaminan kesehatan. Meski ada program bantuan  pemerintah,  PRT umumnya masih kesulitan untuk mengaksesnya. 

Karena tergantung keputusan pemerintah setempat apakah PRT bisa dikategorikan  miskin atau tidak. Selain itu, kata dia, domisili KTP di daerah asal juga menjadi  faktor sulitnya mengakses layanan. Contohnya adalah jaring pengaman sosial atau jaring pengaman sosial berupa bantuan tak berbayar untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat rentan yang tidak tersedia bagi pembantu rumah tangga.

Upaya Perlindungan yang Dapat Diusahakan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun