Mohon tunggu...
Elvrida Lady Angel Purba
Elvrida Lady Angel Purba Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menuangkan isi pikiran

Mengalir

Selanjutnya

Tutup

Diary

Menelisik Diri Sebuah Catatan Reflektif "The Emotionally Healthy Woman"

12 Februari 2022   20:43 Diperbarui: 12 Februari 2022   21:07 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Saya menikmati waktu dalam kesendirian, hanya saja sering kali membuang waktu sama banyaknya memikirkan sesuatu yang tidak terlalu berarti bagi kesehatan saya baik secara fisik dan emosional. Saya sering mengorbankan diri pada ketakutan, kesedihan, melarutkan diri pada ketidakpastian, dan berakhir dalam kondisi yang benar-benar tidak stabil. Pemicunya? Pikiran. Dalam relasi, saya berusaha sebaik mungkin menunjukkan sikap terbaik saya, menepis semua kekhawatiran, menghalau semua rasa lelah. Hasilnya? Kesendirian saya tergadaikan, digantikan dengan kesibukan baru menyembuhkan luka diri. 

Lebih parahnya lagi, saya menyadari bahwa dalam kondisi tertentu, saya sudah terlalu lelah untuk merefleksikan diri, atau sekadar berelasi dengan Sang Maha Pendengar. Terlalu menghabiskan waktu bagi sesuatu yang sebenarnya merenggut sukacita sejati yang saya miliki menjadikan saya seorang bertopeng. Saat ini, saya dibawa pada pemahaman bahwa diperlukan telisik yang lebih dalam mengenai jati diri kita untuk memotong ranting yang mati pada pokok diri kita sendiri. Sehingga, kita bisa mati demi hal-hal yang benar, dan bukan lagi karena hal-hal yang salah. 

Pertama,  mengenal hati. Berdasarkan pemaparan penulis buku, Geri Scazzero, proses mengenal hati adalah proses memberi perhatian pada pemikiran dan perasaan yang berlangsung setiap kali Allah memberikan kita waktu untuk berpikir dan merasa. Proses mengenal hati akan bermuara pada pembentukan diri batiniah. Oleh karenanya, hal ini perlu menjadi suatu hal esensial sebelum kita melangkah pada hal-hal selanjutnya. Bagaimana caranya?

Tidak ada cara yang lebih ampun untuk mengenal hati dan merasakan pemberian Allah selain dengan mendekatkan diri pada sang Pencipta hati itu sendiri. Keterbukaan pada Roh Kudus dan pengakuan bahwa diri kita sangat tidak dapat tidak bergantung dengan-Nya menjadi satu hal krusial dalam proses ini. Setelahnya, akan ada cara-cara fantastis yang Roh Kudus singkapkan kepada diri kita untuk dapat meniti rasa yang terletak pada hati kita. Proses ini akan menuntun kita pada pengenalan terhadap hal-hal yang berharga, pada harapan-harapan yang tidak semu, dan pilihan yang menjadi sumber sukacita kita. Apabila kita telah mengetahui hal-hal ini, tentu saja kita tidak lagi berjuang mati-matian untuk hal yang keliru. 

Kedua, kenali kisah Anda. Tidak dapat dipungkiri bahwa diri kita semasa kecil dapat diibaratkan sebagai adonan semen yang masih lunak. Keluarga sebagai komponen utama pembentuk adonan tersebut tentu saja tidak selamanya membentuk dengan sempurna. Akan selalu ada keretakan di sana-sini yang tetap membekas seiring adonan tersebut mengeras dan terbentuk seutuhnya (ketika kita dewasa). Jejak-jejak tersebut akan semakin sulit diubah seiring berjalannya masa. Akan tetapi, kisah dan warna pada kisah yang kita bawa dapat menjadi satu bahan baik bagi kita untuk berjuang akan hal-hal yang berarti. Kunci utama dari kisah kita adalah akan kepastian akan selalu ada babak baru bagi diri kita. Meski terlihat sulit menyamarkan jejak-jejak tidak sempurna yang ditinggalkan pada pengalaman masa kecil, akan selalu ada kesempatan untuk memulai kisah kita untuk hari ini dan esok.  

Ketiga, kenali kepribadian Anda. Siapa Anda? Apa yang membuat diri Anda hidup? Apa yang membuat Anda merasa tidak aman? Apa yang Anda lakukan jika Anda tidak merasa aman? Diri kita terdiri dari partikel-partikel kepribadian. Banyak tes yang dapat menyajikan karakter kepribadian kita. Namun, ada satu hal paling umum yang dapat kita pelajari dari hal tersebut. Mengenai kepribadian ekstrovert atau introvert.

Saya adalah seorang introvert, seorang yang menemukan dirinya ketika berada di dalam kesendirian, mendapatkan energi dari dunia batin yang saya  ciptakan sendiri. Lantas, hal ini membuat saya sedikit tidak merasa nyaman berada di keramaian. Meski perbandingan antara ekstro dan intro yang saya sangat kecil, saya menyadari bahwa diri saya tidak dapat diajak kompromi dengan kegaduhan atau hingar bingar.

Saya memiliki cara saya tersendiri untuk menyaksikan keramaian demi mendapatkan kedamaian, dan hal ini bukanlah kesalahan. Hal ini tentu saja berpengaruh pada orientasi tujuan saya. Sering kali dijumpai seorang introvert akan dikatakan sebagai seorang egois yang terlalu mementingkan diri sendiri. Karenanya dengan perjuangan golongan ini memaksakan diri untuk dapat berbaur dan mengikuti keramaian. Padahal, hal tersebut adalah suatu neraka bagi dirinya. 

Ketiga proses mengenal ini dapat kita terapkan untuk dapat mengenal diri sendiri dan lebih menghargai orang lain dan keputusan yang mereka yakini. Berhenti berjuang mati-matian bagi sesuatu yang tidak mencerminkan jati dirimu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun