Bangunan kost dua pintu terlihat lengang. Berukuran 4 x 10 meter memanjang berlantai semen. Tak ada sofa,meja ataupun lemari di ruangan depan merangkap ruang tamu, makan dan keluarga. Tiga orang anak lelaki terlihat menyetel televisi di ruang depan. Mereka ,Afif, Arif dan Haikal.Tubuhnya terlihat kurus dan lesu. Di samping mereka ibunya,Ririn(45) berkeluh kesah.Â
" Sudah hampir dua bulan order cucian dan setrika dak ado lagi, anak kost semua pulang kampung sejak awal libur karena corona ini," katanya.
pandemik ada 6 anak kost yang berlangganan cuci dan setrika dengannya. Suaminya merupakan kernet bus juga sudah tidak lagi bekerja. Sementara dia harus tetap membayar kost setiap bulan sebesar Rp 450 ribu.
Sehari-hari Ririn bekerja sebagai buruh cuci, sebelum" Sekarang untuk makan bae sudah sulit nian,uang  kost termasuk lampu dan air. Bulan ini bae bayarnya dengan uang bantuan dari pemerintah 600ribu bulan kemarin itu," sebutnya.
Ririn sudah setahun ngekost di Jl.prof m Yamin lorong teladan gang kemuning RT 30. Kelurahan payo lebar Kecamatan Jelutung Kota Jambi.
" Sebelumnya di Payo Lebar jugo lah,cuma pindah-pindah. Ngekost kayak ginilah,kalau ngontrak rumah sikok dak sanggup nak bayar".
Ririn melemparkan tatapan kosong pada tiga buah hatinya yang sedang asyik menonton. Ini sarana menghalau rasa lapar.
Dua anaknya, Afif dan Arif sudah belajar berpuasa, " Alhamdulillah kuat, karena terbiasa menahan lapar," ucap Ririn pelan.
Bagi Ririn saat ini yang terpenting hanyalah mereka bisa makan saat waktunya berbuka,Â
"Dak tahu sampai kapan ini,kami berharap bisa selesai cepat".
Bagi Ririn berharap bantuan bukan menjadi pilihan yang diambilnya. Pandemi memaksa dia untuk menundukkan sedikit harga dirinya.Â