Mohon tunggu...
Elvisa Nadila
Elvisa Nadila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi Ekonomi Syariah IAIN Kudus

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menghancurkan Stereotip: Membangun KesetaraanGender

11 Desember 2024   12:12 Diperbarui: 11 Desember 2024   12:11 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis : M.Ryan Hidayatul Mubarok, Siti Futikhat, Fani Agustin

Mahasiswa C1ESR IAIN KUDUS

Hei, tahukah kamu apa itu kesetaraan gender?

Apa yang melatarbelakangi munculnya isu kesetaraan gender?

Lalu apakah kesetaraan gender diperbolehkan dalam Islam? Oke, mari kita bahas satu per satu.

Jadi gini, setiap manusia yang hidup di dunia ini mempunyai hak dan kewajibannya masing-masing, tanpa memandang statusnya, laki-laki atau perempuan. Jadi kesetaraan gender dapat diartikan sebagai pembagian fungsi atau peran laki-laki dan perempuan seimbang dan adil. Selain itu, kesetaraan gender merupakan salah satu hak asasi manusia yang menjamin hak untuk hidup bermartabat, tanpa rasa takut dan berhak menentukan pilihan hidup.

Munculnya isu kesetaraan gender disebabkan adanya ketidakpuasan terhadap perlakuan terhadap perempuan yang mempunyai kesempatan terbatas dibandingkan laki-laki untuk berperan aktif dalam berbagai program dan kegiatan masyarakat lainnya, seperti kegiatan ekonomi, sosial budaya, pendidikan dll. Pembatasan tersebut berasal dari perbedaan nilai dan norma sosial yang membatasi ruang gerak antara perempuan dan laki-laki.

Menurut pandangan Islam, kesetaraan gender diperbolehkan asalkan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Syariah. Sebagaimana disebutkan dalam (QS. An-Nisa': 124) yang menjelaskan bahwa semua manusia sama di hadapan Allah. Semua orang yang berbuat baik, laki-laki dan perempuan, akan mendapat pahala yang sama. Jadi, jelas kesetaraan gender dalam Islam diperbolehkan asalkan sesuai dengan hukum syariah.

Pemahaman masyarakat Indonesia terhadap kesetaraan gender dipengaruhi oleh budaya, pendidikan, dan ekonomi. Kesetaraan gender tidak hanya berarti persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, namun juga penghapusan stereotip yang menghambat peran masing-masing.

Hai teman-teman, apakah kalian sudah paham apa itu stereotip? Stereotip merupakan pandangan yang tidak adil terhadap perempuan atau laki-laki berdasarkan peran atau sifat yang diyakini secara tradisional. Perempuan yang cerdas, berpendidikan tinggi, atau sukses dalam karier sering dianggap berusaha mengalahkan laki-laki, yang mengakibatkan kurangnya dukungan untuk mereka. Selain itu, ada stereotip yang menganggap perempuan sebagai individu yang emosional, patuh, dan pasif, sedangkan laki-laki dianggap lebih logis, stabil, dan dominan, yang memperburuk ketidakadilan tersebut. Bias gender juga menyebabkan anggapan yang salah, seperti keyakinan bahwa perempuan harus mengurus pekerjaan rumah tangga dan memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga (Ramadina, 2022).

Tahukah kamu faktor apa saja yang melatarbelakangi budaya stereotip? Dengarkan baik-baik, oke? Faktor pertama, budaya patriarki yang masih mengakar dalam pemikiran masyarakat yang menganggap laki-laki lebih penting sementara perempuan dipandang rendah. Faktor kedua, stereotipe yang menganggap perempuan hanya cocok di dapur atau urusan kosmetik yang sudah dianggap kodratnya. Padahal perempuan bisa setara dengan laki-laki di ruang publik (Mujiati, 2024).

Stereotip terhadap perempuan mulai berkurang berkat gerakan hak-hak perempuan, dengan Raden Ajeng Kartini sebagai pionirnya. Perubahan situasi perempuan terjadi di banyak daerah, meski tidak merata di beberapa daerah.

Di Indonesia, kesenjangan gender di dunia kerja masih terjadi meskipun mereka memiliki jabatan, pendidikan, dan keterampilan yang setara. Hal ini mencerminkan kurangnya apresiasi terhadap kemampuan perempuan di dunia kerja. Selain itu, perempuan juga menghadapi lebih banyak hambatan untuk mencapai posisi yang setara dengan laki-laki, baik di negara maju maupun berkembang (Audina, 2022).

Salah satu penyebab utama ketimpangan tersebut dipengaruhi oleh norma budaya dan sosial yang masih kuat tertanam dalam masyarakat. Banyak daerah di Indonesia yang memandang tanggung jawab mengurus keluarga dan rumah sebagai kewajiban utama perempuan, sehingga menyebabkan perempuan menolak bekerja. Orang-orang yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa perempuan yang bekerja tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap keluarga mereka. Hal ini menimbulkan dilema bagi perempuan yang ingin bekerja tetapi malu dengan perannya.

Oleh karena itu, untuk mengatasi ketimpangan gender di dunia kerja, diperlukan perubahan sosial dan budaya yang besar dan penting juga untuk menciptakan lingkungan kerja yang mendukung perempuan, serta menyediakan fasilitas yang memungkinkan mereka mengambil peran di luar rumah. Seperti cuti melahirkan, jam kerja fleksibel dan kesempatan yang sama untuk pengembangan karir.

Selain dalam dunia kerja, kesetaraan gender dalam dunia pendidikan juga sangat penting lho. Mengapa kesetaraan gender dalam pendidikan begitu penting? Karena kesetaraan dalam pendidikan dapat membantu menciptakan masyarakat yang lebih adil dan seimbang. Jadi, ketika perempuan mempunyai pendidikan yang baik, mereka tidak hanya meningkatkan kualitas hidup mereka, tetapi mereka juga dapat berkontribusi lebih banyak kepada keluarga dan masyarakat. Laki-laki dan perempuan berhak menerima pendidikan yang layak tanpa diskriminasi. Namun, ketimpangan akses masih menjadi masalah, terutama di daerah pedesaan atau yang memiliki budaya patriarki yang kuat seperti Kalimantan dan NTT dimana banyak perempuan yang tidak mempunyai akses terhadap pendidikan karena jarak yang jauh dari rumah ke sekolah. Orang tua lebih memilih anak laki-laki menempuh perjalanan jauh ke sekolah, sedangkan anak perempuan sering kali harus tinggal di rumah untuk membantu pekerjaan rumah tangga atau mengurus adik-adiknya. Di beberapa negara, banyak perempuan yang harus berhenti bersekolah setelah mencapai usia tertentu karena tuntutan menikah atau membantu pekerjaan orang tua.

Setelah kita bahas tentang kesetaraan gender, latar belakangnya, dan faktor-faktor yang memengaruhi, sekarang saatnya kita bahas solusinya nih! Ada beberapa upaya yang bisa kita lakukan untuk mengatasi masalah kesetaraan gender: pertama, edukasi dan sosialisasi untuk mengubah pola pikir diskriminatif seperti membagi tugas rumah secara adil. Kedua, menghapus semua bentuk diskriminatif baik di tempat kerja pendidikan, atau keluarga agar laki-laki dan perempuan mendapat hak yang sama. Ketiga, pemberdayaan perempuan dengan memberikan akses pendidikan, pelatihan, dan dukungan untuk berkembang.

Nah dari keterangan di atas apa sih kesimpulan yang dapat kita ambil?

Kesimpulan yang dapat kita ambil yaitu Kesetaraan gender adalah elemen penting untuk menciptakan masyarakat yang adil, seimbang, dan maju. Dengan upaya bersama dari berbagai pihak, kesenjangan gender dapat diatasi, sehingga laki-laki dan perempuan dapat menjalankan perannya secara optimal di semua aspek kehidupan.

Daftar Pustaka

Audina, D. J. (2022). Kesetaraan Gender dalam Perspektif Hak Asasi Manusia. Nomos: Jurnal Penelitian Ilmu Hukum, 2(4), 148--154. https://doi.org/10.56393/nomos.v1i6.602

Mujiati, N. (2024). Perspektif Islam Tentang Stereotip Gender Perempuan. Sosial, Dan Ekonomi, 5(1), 43--52.

Ramadina, E. (2022). Pendampingan Stereotype Kesetaraan Gender di Masyarakat. I-Com: Indonesian Community Journal, 2(3), 542--549. https://doi.org/10.33379/icom.v2i3.1797

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun