Hilang satu peran guru saja dapat berdampak buruk.  Guru merupakan agen pendidik yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan moral anak. Guru berperan sebagai pendidik dan pembimbing yang mengajari kebutuhan intelektual siswa serta melatih perkembangan karakter siswa. Sebagaimana telah disampaikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Munawir dkk (2022), guru juga memiliki peran dan fungsi yang tidak dapat terpisahkan satu dengan lainnya, yakni berupa skill mengajar, membimbing, mendidik, dan melatih.Â
   Menanggapi berita viral tepat setahun lalu yang terjadi di kabupaten Bima,  dikabarkan seorang siswa menganiaya guru karena tidak terima ditegur merokok. Perilaku siswa di SMKN 1 Woha ini mencerminkan bagaimana stimulus yang merangsang siswa untuk bertindak hingga terjadi peristiwa yang tidak diinginkan dalam lingkungan sekolah. Dalam berita tersebut memaparkan bahwa insiden bermula saat seorang guru menegur beberapa siswa yang tertangkap basah sedang merokok di dalam kelas. Kegiatan merokok oleh beberapa siswa tersebut dapat memancing beberapa kemungkinan mengenai tahap penyimpangan moral.Â
   Kemungkinan tahap pertama, siswa sering melihat aksi merokok di lingkungan sekitar sehingga menjadi stimulus untuk siswa tersebut berkeinginan merokok. Setelah mendapatkan stimulus untuk melakukan aksi merokok, siswa berada pada tahap keputusan untuk melakukannya atau menghindarinya. Tahap keputusan ini biasa disebut dengan ego. Masganti dalam buku Perkembangan Peserta Didik (2012) menyebutkan ketika anak menghadapi tuntutan dan hambatan realitas, suatu struktur kepribadian baru muncul yaitu ego. Berdasarkan kejadian yang terpapar, siswa mungkin lebih banyak memandang kejadian serupa yang membuat siswa tersebut beranggapan bahwa aksi merokok ialah hal wajar. Situasi tersebut dapat menjadi ancaman karena memelihara anggapan yang tidak wajar dan dapat menstimulasi teman-temannya untuk melakukan hal serupa.Â
   Selanjutnya, siswa yang berani melanggar peraturan merupakan cerminan atas tingkat keketatan peraturan dan kedisiplinan yang berlaku di suatu tempat. Menurut Puspita dkk (2024) dalam penelitiannya mengatakan bahwa banyak pelanggaran yang terjadi di Indonesia, baik di sekolah maupun di luar sekolah, menunjukkan bahwa pendidikan belum memenuhi harapan masyarakat. Hal ini bisa terjadi karena sekolah memiliki fokus pada bidang keilmuan tertentu sehingga untuk nilai-nilai lainnya seperti nilai moral menjadi minim atensi.Â
   Dalam berita tersebut dipaparkan bahwa siswa menganiaya guru karena tak terima ditegur merokok. Tindakan aniaya oleh siswa tersebut berdasar pada stimulus teguran yang diterima, siswa merasakan ancaman terhadap harga diri di depan teman-temannya lalu ancaman yang merangsang pikiran siswa tersebut menantang ego siswa hingga terjadi tindakan aniaya yang tidak diinginkan.Â
   Teguran yang bertujuan untuk mendisiplinkan perbuatan yang tidak baik justru diterima sebagai serangan pribadi kepada siswa. Siswa memproses teguran tersebut dalam emosi malu, marah, kesal, dan frustasi hingga memicu keputusan yang tidak tepat. Berkaca pada reaksi siswa tersebut, siswa mungkin berasal dan tumbuh di lingkungan yang melakukan kekerasan sebagai penyelesaian masalah. Perasaan sensitif dan ketidakberdayaan pengendalian diri siswa tersebut seharusnya dapat diketahui lebih awal oleh guru agar dapat melakukan pendekatan yang selaras dengan karakter siswa tersebut. Peran guru dalam mengenal secara lebih dalam latar belakang dan karakter siswa-siswi dapat menjadi bagian dari faktor insiden dalam kasus yang dipaparkan berita tersebut.Â
   Informasi yang tertera memaparkan bahwa siswa yang menganiaya guru tersebut telah dikeluarkan dari SMKN 1 Woha. Tindakan tersebut dapat menjadi hukuman bagi siswa agar dapat belajar atas kesalahan yang diperbuat. Namun, tindakan pengeluaran tersebut tetap perlu didampingi pengawasan agar tidak berlanjut di lain tempat dan pada orang yang berbeda. Harus dipastikan bagaimana perkembangan moral anak berdasarkan hukuman yang diterima. Terjadi perubahan menjadi lebih baik, atau siswa semakin memberontak dan tak terkendali. Sejumlah pengalaman dan lingkungan tumbuhkembang siswa sangat berpengaruh dalam perkembangan moral.Â
   Di sisi lain, sejumlah siswa yang sama-sama tertangkap melakukan aksi merokok di dalam kelas telah ditangani pihak sekolah dengan tindakan pembinaan. Hal ini perlu menjadi perhatian serius agar dapat memelihara keadaan psikologis, menjaga peraturan, dan menjunjung etika yang telah disepakati.
   Tidak ada guru yang menginginkan siswa-siswinya menjadi kriminal. Insiden yang terjadi di SMKN 1 Woha merupakan kabar buruk bagi guru atas kegagalan mendidik dan membimbing siswa dengan baik. Sekolah merupakan tempat menimba ilmu, memberi dan menerima pelajaran. Perilaku tidak pantas yang dipaparkan dalam berita Lombok post, 8 November 2023 menjadi evaluasi dan tantangan bagi guru untuk melaksanakan tugas dengan memperhatikan kompetensi-kompetensi yang mendasari profesi guru. Adapun kompetensi yang harus dimiliki oleh guru adalah : (1) kompensi pedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi profesional dan (4) kompetensi sosial. Keempat kompetensi tersebut memiliki pengaruh terhadap kinerja guru.Â
   Menurut Gibson (dalam Damanik, 2019) mengemukakan bahwa kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan artinya kinerja dikatakan baik atau sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik. Kinerja guru tergantung pada kompetensi sikap, dan penguasaan yang dimiliki guru. Sikap guru dalam membimbing dan mendidik siswa-siswi sangat berpengaruh pada kinerja dan hasil pendidikan. Guru harus memahami karakter siswa-siswi, kesulitan yang dialami siswa-siswi, dan faktor lain yang mengganggu proses pembelajaran siswa-siswi agar mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Guru sebagai teladan bagi siswa-siswi harus profesional dalam menjalankan tugasnya. Damanik (2019) berpendapat bahwa guru yang terjamin kualitasnya diyakini mampu melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik.Â
      Â