Mohon tunggu...
Elvin Hendratha
Elvin Hendratha Mohon Tunggu... Perbankan -

setia hingga terakhir di dalam keyakinan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tentang Lambang Negara

25 Mei 2013   18:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:02 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat merancang Lambang Negara Syarif Abdul Hamid Alkadrie (Sultan Hamid II) tidak secara detail mendiskripsikan lambang negara kita berdasarkan prespektif 3 (tiga) dimensi. Pada tahun 1950 proses pembuatan dan penyempurnaanya hanya berdasarkan gambar 2 (dua) dimensi. Hal tersebut justru menimbulkan banyak kesulitan didalam menerjemahkan prespektif gambar Garuda Pancasila dari dimensi yang lebih luas. Lambang negara haruslah menimbulkan kesan pencitraan tentang ketangguhan dan kegagahan, tetapi yang terjadi sebaliknya. Sering saya menjumpai gambar Lambang Negara tersebut dipasang di sudut-sudut jalan dengan interprestasi yang berbeda-beda sesuai dengan selera pemahatnya. Saya menjumpai Garuda Pancasila di Probolinggo, di perempatan Brak Jalan Soekarno Hatta terlihat kurus dan tak terurus. Kasihan saya menatapnya. Sedangkan Burung garuda di Situbondo, tampak sangat gagah, terbang tinggi hingga lupa membawa tameng Pancasila yang selalu berada di dadanya dan pita Bhinneka di cengkeramannya. Sungguh berbeda dengan lambang negara yang dibayangkan oleh Sultan Hamid dan disempurnakan oleh Soekarno-Hatta. Suatu ketika teman saya memberi teka-teki kepada saya. Mengapa lambang negara kita Burung Garuda Pancasila ? Karena garuda sangat gagah, jawabku enteng. Salah !, katanya. Lho, mengapa ? tanyaku... Karena kalau lambang negara kita pakai Kucing, maka cilakalah kita semua......!!!  Coba bayangkan.....ketika anda jengkel, lalu membawa sapu lidi untuk mentung kucing yang mencuri ikan di dapur, anda pasti langsung ditangkap Pak RT. Karena lambang negara kamu pukuli. Subversif. Bahkan sangat beruntunglah kita bahwa proklamasi ternyata tanggal 17-8-45 bukannya 01-01-45, bisa cilaka juga kita !!! katanya sambil tertawa. Lambang negara kita menjadi brondol, tidak bersayap dan tidak berekor. Belum lagi kita harus mengganti lirik lagu Garuda Pancasila, katanya sambil berbisik-bisik takut ada yang mendengar. Kucing Pancasila, akulah pendukungmu !!! ah kok gak keren ya ....?! Garuda Pancasila, aku lapendu kemu ....pribang-pribang saku .....ayo maju...maju Saya diam. Jadi ingat Ki Kalamwadi pada kitab gatoloco atau Darmogandul. Ini Ki Kalamwadinya nasionalisme kita.....

---------------------------Jayalah Pancasila--------------------

kurang gagah, sprti ayam. Tanpa Jambul.

1369479442574304189
1369479442574304189

Gambar 1 - Di Situbondo : Sepintas sprti Rajawali gak ada tameng

13694794791622718481
13694794791622718481
Gambar 2 - Tameng dan Pita yg ketinggalan, dibawahnya

13695336232089454477
13695336232089454477
Garuda Pancasila di Jl.Citarum II Jember, tampak lebih menunduk sedih dari Lubang Buaya

Note : Burung Garuda Pancasila Lambang Negara kita, adalah GAGAH PERKASA  !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun