Mohon tunggu...
Elvina Desti Saputri
Elvina Desti Saputri Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Pendidikan Bahasa Inggris 2018, Universitas Jambi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pro dan Kontra Konflik Israel dan Palestina

1 Juni 2021   08:01 Diperbarui: 1 Juni 2021   08:29 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Latar belakang konflik Palestina dan Israel dipicu oleh perebutan wilayah kekuasaan, dimana masing-masing pihak ingin mendirikan negara di tanah yang sama. Wilayah yang diperebutkan oleh Palestina yaitu kota Yerusalem yang mereka anggap sebagai kota suci. Wilayah tersebut terletak diantara Laut Mediterania dan Sungai Yordan. Konflik yang terjadi antara Palestina dan Israel telah berlangsung selama puluhan tahun dan menimbulkan konflik-konflik lain yang tumpang tindih. 

Dikutip dari Kompas.com (2/12/2020), bangsa Yahudi menganggap bahwa kawasan Palestina adalah tanah air mereka. Sedangkan menurut buku Timur Tengah dalam Pergolakan (1982) karya Kirdi Dipoyudo, masyarakat Islam Palestina menganggap bahwa Inggris memaksa mendirikan negara Yahudi di kawasan Palestina yang bertentangan dengan keinginan mayoritas masyarakat Palestina. Pada tahun 1948, pasukan Israel memenangkan perang atas Palestina dan mengklaim tanah melampaui batas wilayah yang telah ditetapkan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). 

Sejak saat itu, permusuhan terjadi antara masyarakat Islam Palestina dan masyarakat Yahudi Israel yang terus berlangsung hingga saat ini. Ada beberapa hal yang masih menjadi perdebatan dan perebutan hingga saat ini, seperti perbatasan antara Palestina dan israel, status Yerusalem, dan status para pengungsi Palestina.

Kembali memanasnya konflik Palestina dan Israel beberapa waktu yang lalu menimbulkan banyak pro dan kontra di kalangan masyarakat nasional maupun internasional. Pro dan kontra di kalangan masyarakat tersebut terjadi di beberapa media sosial atau yang lebih dikenal dengan perang narasi. Banyak masyarakat yang mengecam Israel dan mendukung Palestina dan ada pula yang yang membela Israel dengan menuding kelompok hamas sebagai pemicu memanasnya konflik. 

Dikutip dari Kompas.com (Selasa, 18/5/2021), Hidayat Nur Wahid, Seorang politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan bahwa pertikaian Israel dan Palestina yang terjadi belakangan ini menunjukkan bahwa israel merasa sangat kuat dan bisa melakukan apa saja dengan mengabaikan keputusan lembaga-lembaga internasional. Beliau menilai bahwa Israel telah melakukan penjarahan terhadap rumah-rumah warga Palestina, kemudian mereka mengepung masjid Al-Aqsa dengan melemparkan granat kejut dan gas air mata. 

Berbanding terbalik dengan Hidayat Nur Wahid, seorang warnanet Indonesia bernama Monique Rijkers menyatakan diri sebagai Pro-Israel di akun media sosialnya. Ia menyatakan bahwa kembali memanasnya konflik Israel dan Palestina karena memang ditunggu-tunggu dan adanya upaya mengulang intifada kedua. Ia meyakini bahwa adanya misinformasi yang muncul di kalangan publik mengenai penyebab kembali memanasnya konflik antara Israel dan Palestina tersebut. Ia juga mengklaim bahwa ada banyak misinformasi sehingga terkesan Yahudi ingin menyerang Al-Aqsa, padahal tidak demikian. Sedangkan mengenai korban jiwa warga Palestina di Gaza akibat bombardir Israel, Israel hanya membela diri dan kesalahan ada pada Hamas yang tidak melindungi warganya di gaza.

Gejolak konflik Israel dan Palestina yang kembali memanas diawali dengan provokasi warga Yahudi Israel, yaitu dengan melakukan penjarahan terhadap rumah-rumah warga Palestina di kawasan timur Yerusalem. Warga Yahudi Israel kemudian meneror masjid Al-Aqsa dengan melempar granat kejut dan gas air mata. Kelompok Hamas kemudian melakukan perlawanan dengan meluncurkan rudal ke wilayah Israel. Hamas mendapatkan dukungan serta kepercayaan dari warga Palestina. Hamas dianggap sebagai kekuatan dan mampu menjaga kehormatan Palestina dari serangan Israel yang semena-mena. 

Di samping itu, kekuatan politik global hanya memberikan dukungan kosong terhadap warga Palestina dalam memperjuangkan kedaulatan dan kemerdekaan mereka. Oleh sebab itu, gencatan senjata kali ini seharusnya menjadi kesempatan bagi semua pihak, mulai dari politik global hingga politik internal Israel-Palestina untuk menemukan titik terang dan mencari solusi bagi keduanya dengan menjamin kemerdekaan Palestina dan kedamaian bagi Israel.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun