Mengulas fenomena yang terjadi di jaman sekarang tentu tidak akan habisnya terutama berbicara mengenai masalah lingkungan. Kita mengetahui banyak masalah-masalah yang dapat terjadi di setiap sudut kota, desa-desa bahkan sampai pelosok sekalipun. Hal inilah yang perlu kita cegah dengan meminimalisir isu-isu lingkungan tersebut. Salah satu yang akan dibahas adalah sampah.
Setiap manusia pasti setiap harinya mengonsumsi makanan, minuman dan sebagainya yang kemudian setelah selesai dikonsumsi akan menghasilkan sampah yang dibuang dengan sembarangan. Hal inilah yang membuat suatu kebiasaan orang-orang yang tidak memahami dampak apa yang terjadi jika membuang sampah secara berulang-ulang.Â
Permasalahan sampah ini tentu sudah tidak asing lagi didengar semua kalanngan terutama bagi orang-orang yang tidak memiliki etika dengan membuang sampah di sembarang tempat. Sampah-sampah yang berserakan ini menjadi permasalahan yang utama di semua kota-kota besar yang ada di Indonesia maupun seluruh dunia. Oleh karena itu pemerintah mencoba mencari solusi dengan memberikan upaya untuk meminimalisir volume sampah yang setiap hari selalu bertambah banyak. Hal ini tentu membuat masyarakat pun resah dengan sampah-sampah yang semakin hari semakin menumpuk dan menimbulkan pencemaran dan bau tidak sedap. Padahal yang kita tahu sampah itu ada karena manusia itu sendiri yang melakukannya. Namun hal tersebut tidak disadari masyarakat terutama bagi manusia yang tidak punya rasa tanggungjawab.
Salah satu kota yang memiliki permasalahan tentang sampah adalah kota Yogyakarta. Semua masyarakat pasti mengetahui kota gudeg ini memiliki jumlah penduduk yang banyak disetiap daerah-daerah ( kabupaten, kota, kecamatan, desa,dan lainnya). Hal ini tentu membuat produksi sampah akan semakin banyak sesuai dengan tingkat kependudukan yang semakin bertambah setiap tahunnya.Â
Yogyakarta dikenal sebagai kota pendidikan yang membuat banyak orang-orang (pendatang) merantau ke kota ini untuk menimbah ilmu, bekerja, dan sebagainya. Hal ini tentu menjadikan kota ini menjadi semakin padat penduduknya. Menurut Irfan Susilo sebagai Kepala Bidang Kebersihan Badan Lingkungan Hidup (BLH) kondisi normal rata-rata volume sampah per hari di Yogyakarta sebanyak 240 ton dan yang dilhiat sejauh ini volume sampah semakin naik sekitar 276 ton per hari. Dengan begitu membuat lingkungan disekitar Yogyakarta sebagian besar dipenuhi oleh sampah-sampah yang menumpuk.
Wilayah kota Yogyakarta terus-menerus dipenuhi dengan sampah terutama saat waktu liburan panjang. Dilansir dari jogja.tribunnews.com selama musim liburan memang terjadi penambahan volume sampah yang membuat semua armada pengangkut sampah milik Badan Lingkungan Hidup (LBH) harus dioperasikan. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir volume sampah dan tetap menjaga lingkungan tetap sehat.Â
Maraknya isu lingkungan di kota Yogyakarta ini menuai rasa tidak suka dan ketidaknyamanan yang ditunjukkan secara langsung oleh semua masyarakat. Untuk itu muncullah suatu bentuk gerakan atau kelompok masyarakat (relawan) yang berinisiatif membantu menjaga lingkungan di Yogyakarta dengan meanmpung terlebih dahulu apa kritik-kritik dan keresahan yang dirasakan masyarakat Yogyakarta akan banyaknya sampah yang ada disekitar mereka. Gerakan itu bernama Jogja Garuk sampah. Sebenarnya tidak banyak masyarakat yang mengetahui gerakan ini karena setiap anggotanya tidak diseleksi untuk masuk gerakan Jogja Garuk Sampah ini melainkan secara sukarela dan iklas membantu mengurangi sampah yang berserakan di setiap jalan raya dan tempat lainnya.
Seiring berjalannya waktu Jogja Garuk Sampah dijadikan gerakan yang patut diperhitungkan di Yogyakarta, karena semakin banyak relawan yang secara sukarela turut membantu membersihkan sampah-sampah disekitar jalanan. Dengan begitu mulai banyak media yang berlomba-lomba membuat berita yang berkaitan dengan Jogja Garuk Sampah dikarenakan gerakan ini selalu melakukan update terbaru atau aktivitas apa saja yang dilakukan setiap harinya melalui media sosial Jogja Garuk Sampah (instagram, facebook, dan twitter) tersebut.Â
Hal ini membuat nama gerakan ini semakin dikenal masyarakat jogja khususnya bagi anak muda (mahasiswa dan mahasiswi). Dengan mengikuti perkembangan jaman yang ada kelompok ini sengaja membuat akun pribadi dan melaporkan serta memuat informasi dan aktivitas positif apa yang dilakukan setiapa minggunya untuk tetap menjaga lingkungan yang ada disekitar Yogyakarta. Melihat generasi muda jaman sekarang pasti pengaruh media sangat besar bagi manusia tersebut. Sehingga apapun yang dilakukan pasti berkaitan dengan media. Untuk itu melalui media ini peneliti ingin melihat seberapa efektif peran media dalam mengkomunikasikan Jogja Garuk Sampah di masyarakat maupun kalangan anak muda. (semua umur)
Melalui wawancara peneliti mencoba bertanya dan mengulik sesberapa efektif peran media dalam komunikasi dengan semua masayarakat. Peneliti mewawancarai seorang relawan yang bernama Maulana Bekti yang baru saja menyelesaikan studi sekolah menengah atas (SMA) di Yogyakarta.Â
Dia mengatakan bahwa jogja garuk sampah ini bukan sebuah komunitas melainkan sebuah event atau agenda yang berkelanjutan. Jadi sebenarnya event ini bukan hanya berbicara soal sampah saja tetapi lebih pada budaya kearifan lokal seperti kerja bakti atau kegiatan gotong royong. Selama ini banyak media yang memberitakan bahwa jogja garuk sampah ini sebuah komunitas. Namun hal ini langsung diklarifikasi oleh Maulana Bekti dengan tegas mengatakan ini sebuah agenda atau aktivitas yang berkelanjutan dan bertujuan untuk melestarikan lingkungan Yogyakarta tetap bersih dan baik dipandang.