Wahai lelaki kabut
Kaulah senja dengan segores jingga
Kuiris jadi sajak dari aksara luka
Saat hutan menjerit menangis
Paru-paru dunia meringis
Aku hanyut dalam harap
Ketika siluet asa berdekap
Wahai lelaki kabut
Kau bawa sekantong harapan
Gugup dalam musim dinginmu
Lalu aspirasi meleleh pada debar jerebu
Anak-anak negeri  jadi korban ambisi dimana nurani meraba detaknya sendiri
Harusnya kau jadi terumbu, kenapa membatu?
Jejeran waktu beku dalam heningmu
Bumi memintal rindu
Kenapa kau biarkan pertumpahan darah dan menutup mata pada bromocurah      Â
Biduk pertiwi terombang antara cumbu candu, seperti hilir yang kehilangan hulu
Namun lara telah hangatkan hati
Menjadi bara dalam diri
Laksana unggun api
Yang Membakar  diri
Untuk membunuh sunyi
 Â
Tangerang, 26 September 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H