Mohon tunggu...
Elvidayanty Darkasih
Elvidayanty Darkasih Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja lepas

Email : elvi.jambi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Adek Tidak Mau Makan Ayam yang Masuk Sumur

11 Desember 2020   14:13 Diperbarui: 11 Desember 2020   14:14 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semur ayam dan telur. (Foto : dok. FB Zona Kuliner)

Berhati-hatilah saat bercanda dengan anak kecil. Kalau dianggap serius, akan sulit meralat candaan itu. Itulah pelajaran berharga ketika saya menggoda keponakan saya yang berusia 8 tahun, gara-gara candaan saya, sampai hari ini dia tidak mau makan semur ayam, semur telur ataupun semur ikan. 

Suatu hari, saya memasak semur ayam dan kentang untuk keponakan saya. Keponakan saya bertanya apa nama masakan tersebut. Saat saya jawab "ayam semur, Dek." 

"Ayam sumur? Kok namanya ayam sumur?" Tanya keponakan saya yang salah mendengar ucapan saya. 

"Iya, Dek. Ayamnya masuk sumur dulu baru dimasak. Makanya namanya ayam sumur." Jawab saya iseng. 

"Adek mau lauk yang lain aja, Tante. Adek nggak mau makan ayam yang masuk sumur." 

Obrolan berlanjut dengan perdebatan dan rayuan supaya Si Adek mau makan dengan ayam semur tersebut, tapi dia ngotot tidak mau makan dengan lauk ayam semur tersebut. Padahal, sehari-hari dia doyan lauk olahan daging ayam. Dari sambal ayam goreng, sup ayam, ayam krispi, sampai gulai ayam, belum ada yang dia tolak kecuali si ayam semur. 

Sejak kejadian itu, saya jarang memasak menu semur. Karena yang ada di pikiran keponakan saya, semur adalah makanan yang bahannya harus dimasukin ke dalam sumur dulu, baru dimasak. Kebetulan, kami punya sumur tua di halaman belakang yang airnya tidak pernah kering walau kemarau panjang. 

"Makanya, lain kali hati-hati kalo ngomong sama anak kecil. Niat bercanda malah dianggap serius. Malah bikin trauma, kan?" Ucap kakak saya. 

Begitulah, jika sebagian orang trauma dengan makanan karena rasa, tekstur atau aroma. Keponakan saya trauma karena nama makanannya yang saya plesetkan gara-gara dia salah mendengar. Meskipun saya dan kakak mengganti nama menunya dengan "ayam kecap", bukan "ayam semur", keponakan saya tetap saja tidak mau mengkonsumsinya. "Itu ayam sumur, Bunda, bukan ayam kecap. Adek nggak mau makan ayam yang masuk sumur." Begitu jawabnya kalo ditawari lauk semur. 

Saya berharap, kelak keponakan saya menyadari kekeliruan berpikirnya dan bisa menikmati kuliner aneka bahan makanan yang dimasak dengan bumbu semur. Bukan seperti bayangan kakak saya, semur menjadi makanan yang membuat keponakan saya trauma karena persepsinya yang salah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun