Mohon tunggu...
Elvi Anita Afandi
Elvi Anita Afandi Mohon Tunggu... Lainnya - FAIRNESS LOVER

Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Peluang Baru Penyuluh Agama sebagai Kepala KUA, Sikapi PMA 24 Tahun 2024

27 Oktober 2024   15:19 Diperbarui: 28 Oktober 2024   19:30 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, aktivitas KUA. Dokpri.

Terbitnya Peraturan Menteri Agama Nomor 24 Tahun 2024 atau kita singkat PMA No. 24 Tahun 2024 tentang  "Organisasi dan Tata Kerja KUA" memberi peluang bagi Penyuluh Agama baik laki-laki dan perempuan untuk menjadi Kepala KUA (Kantor Urusan Agama kecamatan), tanpa harus menanggalkan jabatan fungsionalnya sebagai Penyuluh Agama, karena jabatan Kepala KUA ini sifatnya adalah tugas tambahan.

Pasal 7 PMA ini menyatakan "Kepala KUA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dijabat oleh pegawai negeri sipil yang menduduki Jabatan Fungsional Penghulu atau Penyuluh Agama Islam" Ini merupakan kesempatan penting bagi Penyuluh Agama yang memiliki keinginan untuk meningkatkan pengalaman sekaligus meningkatkan peran dan kontribusi mereka dalam pelayanan keagamaan, khususnya di wilayah kecamatan terkait  melalui jalur ini.

Bahwa benar tanpa regulasi inipun, Penyuluh Agama sudah seharusnya memiliki spirit umtuk meningkatkan peran dan kontribusi mereka dalam pelayanan keagamaan secara mandiri ataupun berkolaborasi dengan pihak lain. Namun bagi Penyuluh Agama yang memiliki kesempatan sekaligus passion untuk memimpin organisasi secara struktural (bukan semata fungsional), regulasi ini adalah "jembatannya".

Tulisan ini tidak hendak berbicara tentang bagaimana caranya menjadi Kepala KUA bagi Penyuluh Agama, karena hal  ini memerlukan syarat dan ketentuan yang berlaku. Bahkan boleh jadi ketentuan itu berupa turunan dari PMA 24 Tahun 2024 itu sendiri, yang tentu saja saat ini belum ada.

Naskah ini hendak menitikberatkan pada bagaimana Penyuluh Agama dapat merespon regulasi baru ini dengan baik.

Dinamika regulasi KUA. Dokpri.
Dinamika regulasi KUA. Dokpri.

Sebagai bagian PNS yang cukup intens terlibat dalam menyusun beberapa regulasi di lingkungan Penyuluh Agama dan KUA, sekaligus berkecimpung dalam "dapur"  organisasi profesi Penyuluh Agama IPARI (Ikatan Penyuluh Agama Republik Indonesia), kami berpendapat terdapat beberapa hal yang semestinya dilakukan oleh Penyuluh Agama untuk menyikapi hal ini, agar mendekati "siap pakai", di antaranya:

1. Meningkatkan Kualitas dan Kompetensi Diri

  • Memperkuat Kompetensi Teknis dan Manajerial: Penyuluh Agama hendaknya segera mulai memperdalam pengetahuan tentang tugas-tugas manajerial yang berkaitan dengan peran Kepala KUA, seperti administrasi publik, hukum, dan kebijakan terkait perkawinan, wakaf, dan pelayanan keagamaan lainnya. Di samping itu memahami juga tentang ruang lingkup tugas dan wewenang Kepala KUA
  • Mengikuti Pelatihan dan Sertifikasi: Penyuluh Agama perlu proaktif dalam mengikuti pelatihan-pelatihan yang mendukung peran baru ini. Jika ada program sertifikasi atau pelatihan kepemimpinan yang diadakan oleh Kementerian Agama, hal ini harus dianggap sebagai prioritas.

2. Bersikap Proaktif

  • Mengambil Inisiatif dalam Pengembangan Kapasitas: Penyuluh Agama sebaiknya tidak menunggu, tetapi mengambil langkah proaktif untuk mengembangkan kapasitas mereka. Ini bisa melalui pendidikan lanjutan, membaca literatur terkait, atau aktif berdiskusi dengan Kepala KUA saat ini yang berpengalaman untuk memahami tantangan di lapangan.
  • Siap Mental dan Profesional: Prosedur, syarat dan ketentuan pengangkatan Penyuluh Agama sebagai Kepala KUA untuk saat ini masih belum jelas benar, mengingat belum ada regulasi terkait, seperti petunjuk teknis atau petunjuk pelaksanaannya. Jika pengangkatan Kepala KUA dibuka formasinya atas dasar penunjukan/penugasan tiba-tiba tanpa didahului oleh seleksi formal, idealnya Penyuluh Agama perlu bersiap siaga membekali diri, menerima dan menjalankan tugas tersebut dengan penuh dedikasi dan integitas tinggi.
  • Namun jika Penyuluh Agama bersangkutan dapat mengukur kemampuan dirinya dan menyadari akan ketidakmampuannya, bisa saja mengajukan keberatan, terlebih jabatan adalah amanah, bagaimana mungkin PNS Penyuluh Agama dipaksakan mengemban tugas tambahan sebagai kepala KUA tanpa kesanggupan.
  • Idealnya tugas tambahan ini bagi Penyuluh Agama ditentukan melalui proses seleksi. Mengapa? Bukan sekedar agar Penyuluh Agama dapat mempersiapkan kapasitas dan kepantasan dirinya secara mental dan professional, namun proses seleksi mengindikasikan kemauan personalitas yang lebih  kuat, sehingga bisa mengungkin dedikasi dan kreativitas yang lebih tinggi.

Ilustrasi, aktivitas KUA. Dokpri.
Ilustrasi, aktivitas KUA. Dokpri.

3. Menguatkan Dedikasi dan Integritas

  • Dedikasi menunjukkan  sikap atau tindakan seseorang yang mencirikan komitmen penuh, pengabdian, dan ketulusan terhadap tugas, pekerjaan, atau tujuan tertentu. Dedikasi mencerminkan kesungguhan dalam memberikan usaha terbaik demi mencapai hasil yang optimal, sering kali tanpa mengharapkan imbalan lebih.
  • Menjaga Integritas dan Etika Kerja: ini merupakan nilai/value mutlak bagi PNS, apalagi memimpin, sekalipun lingkup kecil. PNS yang berintegritas adalah mereka yang menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan jujur, berkomitmen pada nilai-nilai etika, transparansi, dan akuntabilitas. PNS yang berintegritas tidak menyalahgunakan wewenang, menghormati hukum dan peraturan, serta bekerja secara profesional untuk melayani masyarakat dengan adil dan tanpa pamrih, tidak tergiur hal-hal yang murahan seperti melakukan pengkondisian pungutan liar, melakukan hal kedinasan yang tidak sesuai SOP atau ketentuan kedinasan, melanggar kode etik dan senang diberi atau memberi "upeti" kepada pihak-pihak tertentu, dan sejenisnya.

4. Membangun Relasi dan Kolaborasi

  • Meningkatkan Kerjasama dengan KUA: Penyuluh Agama harus mulai lebih aktif berkolaborasi dengan KUA dalam berbagai program dan berinisiatif, sehingga mereka dapat lebih memahami mekanisme kerja di KUA dan peran Kepala KUA secara menyeluruh.
  • Membangun Jejaring dengan Pemangku Kepentingan: Penting bagi Penyuluh Agama untuk mulai membangun jaringan dengan tokoh agama, pemimpin masyarakat, dan pejabat terkait, karena hal ini akan sangat berguna ketika mereka berada di posisi Kepala KUA yang harus berinteraksi dengan banyak pihak.

5. Memahami dan Mengikuti Perkembangan Regulasi

  • Penyuluh Agama idealnya aware terhadap regulasi yang berlaku dan mempelajari dengan seksama seperti PMA No. 24 Tahun 2024 dan regulasi terkait lainnya, agar mereka dapat memahami syarat dan tanggung jawab baru yang mungkin muncul saat menjadi Kepala KUA. Setidaknya mengetahui bagaimana sejarah PMA No. 24 Tahun 2024 yang dirancang dari tahun 2018 ini akhirnya terbit tahun 2024. Sehingga k etika ada pertanyaan dari lingkungan KUA atau Masyarakat "bagaimana ini ceritanya kok Penyuluh Agama bisa menjadi Kepala KUA".
  • Mengikuti Perkembangan: dengan memperbarui informasi tentang bagaimana regulasi ini akan diterapkan. Misalnya, regulasi turunan apa yang masih diperlukan, kapan proses rekrutmen dimulai, kualifikasi apa yang diutamakan, dan mekanisme seleksi seperti apa yang diterapkan.

6. Menyiapkan Diri untuk Tanggung Jawab yang Lebih Besar

  • Memahami Tanggung Jawab Kepala KUA: Penyuluh Agama perlu menyadari bahwa peran Kepala KUA mencakup tanggung jawab besar dalam hal administrasi keagamaan, pelayanan kepada masyarakat, dan menjaga keharmonisan sosial. Mereka harus siap menghadapi tantangan ini dengan penuh komitmen.
  • Berpikir Strategis: Sebagai calon pemimpin, Penyuluh Agama hendaknya memahami bagaimna berpikir lebih strategis tentang memajukan pelayanan keagamaan di wilayah bersangkutan jika diangkat menjadi Kepala KUA.

7. Membuka Diri terhadap Evaluasi Diri dan Pengembangan Pribadi

  • Melakukan Evaluasi Diri: Penyuluh Agama sebaiknya selalu melakukan evaluasi terhadap kekuatan dan kelemahan. Dengan demikian, mereka bisa fokus pada aspek-aspek yang masih perlu diperbaiki, baik dalam hal keterampilan teknis, manajerial, maupun kepribadian.
  • Terbuka terhadap Kritik dan Masukan: Sikap terbuka terhadap kritik dan masukan dari rekan kerja, atasan, dan masyarakat akan membantu Penyuluh Agama tumbuh menjadi pemimpin yang lebih bijak dan adaptif.

8. Memperkuat Spiritualitas dan Keteladanan

  • Menjadi Teladan di Masyarakat: Penyuluh Agama sebaiknya tetap memperkuat perannya sebagai teladan dalam beragama dan berkehidupan sosial dengan sikap moralitas tinggi, sikap adil, dan memberikan pelayanan yang tulus kepada masyarakat.
  • Menyeimbangkan Tugas Formal dengan Nilai-Nilai Keagamaan: Penyuluh Agama tetap  memastikan bahwa dalam menjalankan tugas formal tambahan nantinya, mereka tetap memegang teguh nilai-nilai agama yang mereka ajarkan kepada masyarakat.

Dengan sikap  ini, Penyuluh Agama dapat merespons regulasi baru dengan profesionalisme dan kesiapan yang memadai, sehingga peluang yang diberikan oleh PMA No. 24 Tahun 2024 bisa mereka manfaatkan secara optimal ketika mendapatkan peluang ini, bagi yang siap. Wallahu a'lam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun