Penyelesaian nasib tenaga non-ASN (Aparatur Sipil Negara) atau yang populer di masyarakat di sebut tenaga honorer pada instansi pemerintah menjadi salah satu amanat dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN yang disahkan oleh DPR pada akhir Oktober 2023 lalu.
UU ini menegaskan perintah bahwa masalah tenaga honorer harus selesai paling lambat Desember 2024. ASN di Indonesia terdiri dari PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja).
Pemerintah akan membuka rekrutmen Calon ASN atau CASN sebanyak 2.302.453 formasi, terdiri 690.822 untuk pengadaan Calon PNS (CPNS) yang diprioritaskan bagi lulusan baru dan sebanyak 1.605.694 untuk kebutuhan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Alokasi untuk PPPK inilah yang diprioritaskan untuk penyelesaian masalah tenaga honorer melalui alih status menjadi PPPK.
"Proyeksi non-ASN ini ada 1,6 juta di mana eks THK-2 (Tenaga Honorer Kategori 2) 130.495 dan umum 1.475.694," demikian pada satu kesempatan rapat dengan Komisi II DPR pada November 2023, Azwar Anas, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menyampaikan.
Dalam setiap institusi pemerintah, sejauh ini tenaga honorer memainkan peran penting dalam memastikan kelancaran berbagai layanan publik.
Mereka seringkali menjadi garda terdepan dalam melayani masyarakat, menjalankan tugas-tugas administratif hingga teknis yang mendukung kinerja aparatur sipil negara.
Namun, di balik kontribusi besar tersebut, keberadaan tenaga honorer yang mencapai jutaan orang tidak lepas dari pro dan kontra yang terus berkembang. Berikut adalah beberapa realita terkait pro – kontra atau pandangan positif dan negatif terkait keberadaan tenaga honorer atau non ASN.
Pandangan yang Pro
Pandangan yang pro akan menyorotinya dari sisi yang positif, seperti:
a. Akses Kesempatan Kerja yang Lebih Memungkinkan
Semakin jaman persaingan kerja semakin tinggi. Tuntutan dari instansi penerima juga meningkat. Terlebih untuk instansi pemerintah tidak sepanjang tahun dibuka peluang untuk tenaga ASN baru.
Andai pun dibuka kuotanya tidak berimbang dengan jumlah lulusan yang membutuhkan pekerjaan. Ibarat berdagang, penawaran sangat kecil sementera permintaan begitu tinggi. Dampaknya harga menjadi sangat mahal. Dalam konteks lapangan kerja, ”harga” itu ibarat persaingan yang sangat tinggi.
Bagi individu yang mungkin kesulitan mendapatkan pekerjaan tetap, posisi honorer dapat memberikan akses kesempatan kerja yang lebih besar dan kesempatan untuk memperoleh pengalaman kerja yang dapat meningkatkan kualifikasi dan nilai tawar mereka di masa depan.
b. Tenaga Kerja Fleksibel
Keberadaan tenaga honorer seringkali lebih fleksibel dalam hal waktu kerja dan tanggung jawab sehingga memungkinkan bagi instansi pemerintah, apalagi suasta mendapatkan tenaga kerja tambahan terutama untuk pekerjaan yang bersifat sementara seperti proyek-proyek tertentu atau di bawah kontrak dengan masa kerja yang lebih singkat sesuai kebutuhan.
c. Efisiensi Anggaran
Penggunaan tenaga honorer bisa membantu mengurangi beban atau menghemat anggaran bagi instansi pemerintah, karena tidak perlu memberikan tunjangan dan aneka fasilitas yang sama seperti ASN utamanya PNS yang juga mendapatkan dana pensiun.
Untuk tenaga honorer dengan keahlian tertentu dengan honor yang besar dapat dibayarkan secara temporer saja sesuai kebutuhan atau proyek yang sedang dijalankan.
Pandangan yang Kontra
Pandangan yang kontra akan menyorotinya dari sisi yang negatif, seperti:
a. Ketidakpastian Pekerjaan
Tenaga honorer seringkali tidak memiliki jaminan pekerjaan yang stabil atau perlindungan hukum yang memadai. Mereka dapat dipecat sewaktu-waktu tanpa alasan yang jelas atau hak-hak kerja yang dijamin. Ini juga menjadi hambatan bagi beberapa tenaga kerja honorer untuk memberikan kinerja yang optimal.
b. Ketidakpastian Kesejahteraan/Penghasilan
Gaji yang rendah dan ketidakpastian pekerjaan dapat membuat kondisi keuangan tenaga kerja honorer tidak stabil. Hal ini dapat memengaruhi kesejahteraan ekonomi dan keamanan finansial mereka
c. Ketidakpastian Pengembangan Karier
Tanpa jaminan kenaikan pangkat atau pelatihan yang berkelanjutan, tenaga kerja honorer mungkin merasa terhambat dalam pengembangan karir mereka, bahkan mandeg pada satu posisi. Ini dapat mengurangi motivasi dan kepercayaan diri serta kualitas pekerjaan mereka.
d. Cenderung Diragukan Konsistensi Kualitas Kerjanya
Karena kurangnya insentif dan stabilitas, beberapa tenaga kerja honorer mungkin cenderung tidak memberikan kualitas kerja yang sama dengan pegawai tetap.
Ini bisa disebabkan oleh kurangnya motivasi, rentannya kesejahteraan, kesempatan pendidikan dan pelatihan yang tidak setara dengan ASN dan boleh jadi pengalaman yang lebih sedikit.
e. Ketidaksetaraan dalam Fasilitas dan Tunjangan
Tenaga honorer seringkali tidak mendapatkan fasilitas dan tunjangan yang sama seperti pegawai tetap, meskipun mungkin melakukan pekerjaan yang serupa. Hal ini dapat menciptakan ketidaksetaraan dan ketidakadilan di tempat kerja.
Dampak dari ketidaksetaraan ini berpotensi pada kurangnya konsistensi karena boleh jadi tanaga honorer harus mencari penghasilan di tempat atau lapangan kerja sambilan lainnya.
f. Rawan Eksploitasi
Pada prinsipnya tenaga honorer rawan eksploitasi. Ini berarti bahwa pekerja ini rentan terhadap praktik-praktik yang tidak adil atau merugikan, seperti upah yang rendah, jam kerja yang berlebihan atau tidak wajar, ketidakpastian status pekerjaan, atau kurangnya perlindungan sosial.
Karena status mereka yang tidak tetap dan tergantung pada kebijakan masing-masing instansi, tenaga honorer seringkali tidak memiliki daya tawar yang kuat dan bisa menghadapi kondisi kerja yang jauh di bawah standar.