Mohon tunggu...
Elvi Anita Afandi
Elvi Anita Afandi Mohon Tunggu... Lainnya - FAIRNESS LOVER

Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Berharap Pemilu Damai, Belajar dari Sejarah

7 Februari 2024   14:57 Diperbarui: 7 Februari 2024   15:09 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa itu Pemilu Damai?

Banyak tokoh, kini mendengung-dengungkan Pemilu Damai, mempersuasi masyarakat luas dan para elit, untuk melaksanakan Pemilu secara damai. Kemdatipun, beberapa di antaranya menanggapi dengan pesimistis karena menilai adanya ketidakadilan, kecurangan, dan pelanggaran etik dilakukan pihak-pihak elit politik tertentu. Terlepas dari itu, masyarakat perlu mengetahui juga, apa sejatinya yang disebut Pemilu Damai?

Definisi "Pemilu Damai" menurut para ahli dapat bervariasi tergantung pada konteksnya. Namun, secara umum, "Pemilu Damai" mengacu pada proses pemilihan umum yang dilakukan secara bebas, adil, dan tanpa kekerasan serta konflik.  Para ahli sering kali mengaitkan konsep ini dengan pemilu yang diselenggarakan dalam suasana yang aman, di mana partisipan, kandidat, dan pemilih dapat berpartisipasi tanpa takut akan ancaman atau intimidasi.

Berikut adalah beberapa definisi "Pemilu Damai" menurut para ahli dalam literatur:

  • Braun Sebastian, et al. (2019) Menyatakan bahwa pemilu damai adalah pemilihan umum yang dilakukan tanpa kekerasan, tekanan, atau intimidasi fisik terhadap partisipan atau pemilih
  • Collier, Paul dan Vicente, Pedro C. (2012) Menjelaskan pemilu damai sebagai pemilihan umum yang berlangsung tanpa insiden kekerasan yang signifikan, di mana partisipan dapat berkampanye dan memilih tanpa ketakutan atau intimidasi.
  • Norris, Pippa (2014): Mendefinisikan pemilu damai sebagai proses pemilihan umum yang berlangsung tanpa kekerasan, dengan kebebasan politik yang dijamin bagi partisipan dan pemilih.

Sumber: Humas Polri
Sumber: Humas Polri

Pemilu damai merujuk pada proses pemilihan umum yang berlangsung secara aman, tertib, dan tanpa kekerasan. Ini mencakup seluruh tahapan pemilu, mulai dari kampanye, pemungutan suara, penghitungan suara, hingga pengumuman hasil.

Namun demikian, penting untuk dicatat bahwa definisi ini dapat bervariasi tergantung pada konteks politik, budaya, dan sejarah dari negara masing-masing yang bersangkutan.

Tujuan Pemilu Damai

Tujuan dari pemilu damai adalah untuk menjamin partisipasi yang langsung, umum, bebas dan adil bagi semua pemilih, juga menjamin rasa aman dan keadilan para calon peserta pemilu serta mencegah terjadinya konflik atau kekerasan yang dapat mengganggu proses demokrasi dan ricuh.

Pengalaman Sejarah

Sejak masa kemerdekaan Indonesia sudah mengalami beberapa kali peristiwa Pemilihan Umum. Beberapa pakar mengamati bahwa Indonensia sempat mengalami beberapa peristiwa Pemilihan Umum (Pemilu) yang ricuh, penuh intimidasi, dan diwarnai oleh kecurangan. Beberapa penyebabnya meliputi ketegangan politik, persaingan antarpartai yang sengit, campur tangan pihak yang tidak bertanggung jawab, serta ketidakmampuan atau ketidaknetralan penyelenggara pemilu. Berikut adalah beberapa contoh peristiwa tersebut yang dihimpun oleh beberapa penulis luar negeri.

Pemilu 1955: Pemilu pertama di Indonesia setelah kemerdekaan, yang dianggap sebagai pemilu yang demokratis pada masanya. Namun demikian, terdapat berbagai insiden kekerasan dan intimidasi terutama terkait dengan konflik politik yang terjadi di beberapa daerah (Ricklefs, M.C. (2008). A History of Modern Indonesia Since C.1200. Palgrave Macmillan)

Pemilu 1997: Pemilu ini terjadi pada masa Orde Baru yang otoriter. Meskipun ada upaya untuk memperlihatkan bahwa pemilu tersebut adil dan demokratis, namun ada banyak laporan tentang intimidasi, manipulasi, dan kecurangan yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru. (Aspinall, E. (2005). Opposing Suharto: Compromise, Resistance, and Regime Change in Indonesia. Stanford University Press).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun