Mohon tunggu...
Elvi Anita Afandi
Elvi Anita Afandi Mohon Tunggu... Lainnya - FAIRNESS LOVER

Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keinginan Nenek: Mempersiapkan Masa Tua Kita dengan "Menerima"

11 Agustus 2023   17:30 Diperbarui: 18 Agustus 2023   09:12 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nenek berulang kali mengeluh, meratap dan menangis. Bila diingatkan, sesekali dia menyebut asma Allah "lailaahailalaah" terkadang hanya "lailaaa" begitu kira-kira lafadz yang keluar. Penyakit yang menghinggapi nenek sangat beragam. Sejak usia 50an tahun nenek sudah menderita darah tinggi, diabet, kolesterol, asam lambung kronis, ginjal dan asam urat. belum lagi sakit-sakit ringan yang kerap hinggap seperti batuk, pegal-pegal terutama masuk angin.

Kelima anak nenek semuanya hidup sejahtera, tak ada yang kekurangan. Semua soleh dan solehah. Masing-masing memiliki rumah yang cukup bagus, lengkap dengan kolam ikan hias. Mereka sangat royal terutama urusan makanan dan pakaian, bahkan terkesan sedikit berlebihan. Makanan di tayangan televisipun jika nenek memberikan respon, "wuih enak banget nih kayaknya", anak-anaknya sudah memikirkan dan berusaha bagaimana mendapatkan makanan tersebut.  

Mengeluh sakit sedikit saja, keluhan nenek segera mendapatkan respon. Semua mengerubungi nenek, menawarkan apa yang nenek inginkan. Apa makanan yang diinginkan, mau dibuatkan ataukah dibelikan, atau ingin berobat ke dokter yang mana yang nenek berkenan. Soal pijit memijit, urut mengurut dan kerok mengerok jangan ditanya lagi. Mungkin sedikit berlebihan jika aku bilang nyaris non stop. Kadang tiga orang sekaligus, ada yang memijit kepala, ada yang memijit tangan, dan ada yang memijit kaki dalam waktu bersamaan. Tidak jarang meskipun ruam merah dikulit punggung nenek bekas kerokan sebelumnya belum hilang, nenek sudah minta kerok lagi. Kerok di punggungnya musti dengan jarak yang rapat, dengan tekanan yang pas supaya merah,  arah kerokan harus menyamping kanan dan kiri. Dan nenek belum merasa puas jika tidak  dikerok juga bagian pundak, leher, dada, lengan tangan kanan dan kiri, bahkan akhir-akhir ini nenek meminta kedua pahanya juga dikerok sampai merah dengan tekanan yang kuat.

Nenek juga kerap opname. Tentu rawat inap di rumah sakit dengan ruangan yang istimewa. Kelas terbaik, pavilyun tersendiri. Nenek selalu ingin menjadi prioritas.  Puluhan juta setiap opname itu biasa. Nenek juga bukan model yang mau antri untuk memanfaatkan asuransi kesehatan. Bahkan operasi katarak mata yang memang menjadi program pemerintah untuk diprioritaskan penanganannya melalui asuransi kesehatan, nenek juga tidak mau memanfaatkan. Enggan antri alasannya, dan ingin segera ditangani, karena jika menggunakan askes, bisa menunggu antrian pasien. Dua puluh juta untuk operasi katarak itu biasa saja. Karena anak-anak nenek, siap "pasang dada".

Sumber: pribadi
Sumber: pribadi

 Makanan-makanan yang harus dipantang acap tidak nenek hiraukan. Anak-nanaknya tidak ingin ibunya tertekan, sehingga diturutinya saja. "ga papa sedikit", kata si Sulung. "Biarlah kasih saja apa maunya, kalau sakit tenang saja, anak-anaknya semua siap membawanya berobat," begitu kata anaknya yang lain. Makanan dari Rumah Sakit nyaris tidak pernah dimakan. Makanan pantangan yang bersantan, berminyak, keras, pedas, asal nenek mau, anak-anaknya akan menuruti, dari pada nenek marah atau merajuk atau sakit hati.

Nenek sudah pernah operasi usus, dipotong sepanjang sekitar 20an senti meter sekitar lima tahun lalu. Beberapa bulan nenek harus diet. Bayangkan betapa menderitanya nenek. Nenek yang sangat gemar memakan makanan enak, ditraktir anak-anaknya ke restoran-restoran mahal, nenek yang sangat gemar makanan pedas-pedas, aneka sambal, masakan dengan minyak-minyak yang dominan, aneka seafood, saus padang pedas, saus asam manis pedas, sup  iga, iga bakar dan lain-lain, tiba-tiba semua itu harus dibatasi, bahkan sebagian di stop. Nenek juga tidak boleh lagi makan dengan porsi yang banyak. Betapa tertekannya nenek, yang biasa makan dengan porsi besar di usianya, hampir sepiring selalu nambah, harus makan dengan porsi kecil dan rasa yang menurutnya tidak ada yang  enak. Nenek kerap kesal mengomentari makanan itu, acapkali mencela makanan dan pemasaknya. Masakannya hambar, ga ada rasa, kurang minyak, kurang gurih, menghilangkan selera makan dan seterusnya.

Nenek sangat dimanjakan, ...

Kini, nenek semakin tampak sepuh. Usianya menginjak 70 tahun. Orang seusia nenek mungkin masih banyak yang bugar dan dapat melakukan aktivitas ringan bermacam-macam, memasak, jalan-jalan, melipat pakaian, menggoreng dan lain-lain. Nenek sudah tidak bisa lagi. Makin kerap sakit. Aktivitasnya semampunya dan sesuka-sukanya saja.

Anak-anak nenek yang tinggal berdekatan dengannya semakin sibuk. Semua sudah menjadi pejabat. Nenek tidak selalu  bersama anak-anaknya  karena mereka harus bekerja. Nenek hanya ditemani cucu yang masih kecil dan seorang pembantu. Di tengah kondisinya,  nenek sering kesal, keinginan untuk ditemani anak- anaknya yang selalu siap siaga memijat, mengambilkan ini itu, melayani segalanya, menjadi tidak terpenuhi.  Setelah anaknya pulang kerja barulah nenek mengemukakan keinginannya. Nenek jadi sering kesal. Mungkin bukan kesal pada anaknya, tetapi kesal pada keadaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun