Haji bukanlah kegiatan sebagaimana orang wisata, plesir, refreshing, shopping atau kegiatan rekreasi lain dimana orang bisa bertindak lebih bebas. Haji merupakan ibadah mahdhah, yaitu aktivitas atau perbuatan yang sudah ditentukan syarat, wajib dan rukunnya.Â
Syarat berarti hal-hal yang perlu dipenuhi sebelum suatu kegiatan ibadah itu dilakukan. Wajib haji adalah hal-hal yang harus dilakukan, apabila tidak dilakukan maka yang bersangkutan dikenakan dam atau denda. Sedangkan rukun adalah cara, tahapan atau urutan yang harus dilakukan dalam melaksanakan ibadah itu, jika tidak, maka tidak sah hajinya itu. Ibadah haji bahkan merupakan rukun Islam yang kelima. Maka selain syarat, rukun, wajib dan sunnahnya rangkaian ritual ibadah tersebut, setiap jamaah haji diharuskan menjaga akhlak dan perbuatannya.
Pada hakikatnya, orang yang sedang menunaikan ibadah haji, sedang menjalani penggemblengan akhlak. Sehingga, bila ia benar-benar menjalani ibadah ini dengan baik, maka niscaya akan ada perubahan pada kepribadian dan perilakunya. Terlebih jamaah haji Indonesia yang rata-rata menghabiskan waktu sekitar 40 hari di Haramain, maka selayaknya terlatih berbuat kebajikan, ibaratnya telah di-diklat (Pendidikan dan Pelatihan) dengan JP - jam pelajaran cukup lama. Â Jika lulus diklat memperoleh sertifikat atau surat tanda tamat lulus, maka dalam haji, lulus mendapatkan predikat mabrur.
Jamaah haji perlu mempersiapkan dan melatih diri melaksanakan akhlak karimahnya. Baik akhlak kepada Allah Swt, akhlak kepada sesama manusia dan akhlak kepada benda-benda alam lingkungan sejak dari di tanah air. Tujuannya adalah untuk menjadikan akhlak baik tersebut menjadi kebiasaan.
Ada beberapa akhlak atau adab yang seharusnya dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Diantaranya lima akhlak kepada Allah Swt, sepuluh akhlak kepada sesama manusia, selain itu juga akhlak kepada alam sekitar atau lingkungan.
A. Akhlak Kepada Allah Swt
1. Akhlak kepada Allah  sesuai tuntunan: beribadah haji sesuai waktu, tempat dan kadarnya. Haji diwajibkan sekali seumur hidup, itupun bagi yang mampu. Demikian juga umroh.
Saat musim haji, sering kita saksikan jamaah yang terlalu semangat melaksanakan umroh sunnah, hingga tidak memperhitungkan ketahanan energinya untuk persiapan melaksanakan hajinya: wukuf di Arofah, tawaf ifadhah, sa'i dan seterusnya.
Sebagai teladan, Rasulullah Saw mencontohkan. Beliau mempunyai kesempatan pergi haji sebanyak tiga kali, tetapi beliau hanya melaksanakannya satu kali. Padahal, beliau ada di Madinah, sangat dekat dengan Makkah dibandingkan dengan kita di Indonesia. Umroh bisa puluhan bahkan ratusan kali tetapi beliau hanya umroh 3 kali, riwayat  lain menyebut empat kali.
Ibadah haji dan umrah menurut pendapat yang masyhur diwajibkan pada tahun ke-6 hijriah (ada juga yang berpendapat pada tahun ke 4 H lainnya berpendapat pada tahun ke 9 H).