Mohon tunggu...
Elvi Anita Afandi
Elvi Anita Afandi Mohon Tunggu... Lainnya - FAIRNESS LOVER

Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Samudera Kesabaran

27 Agustus 2022   18:24 Diperbarui: 27 Agustus 2022   18:32 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SAMUDERA KESABARAN

Dalam KRL (Kereta Rel Listrik) perjalanan Jakarta -- Bogor, di gerbong khusus perempuan yang kebetulan  tidak terlalu ramai,  duduk di hadapanku seorang wanita yang sangat cantik, dalam balutan jilbab putih, begitu bercahaya dalam kecantikannya.  

Tak kusangka, tepat saat perempuan di sampingku berdiri dan turun, dia juga berdiri dan bergegas menggantikan perempuan tadi. KIni dia tepat di sampingku. Awalnya aku terlibat obrolan ringan dengannya. Aku terkejut, usianya sudah 48 tahun, dia lebih tua dariku, kukira dia sekitar 35 tahunan. Subhanallah... pujiku. Dari obrolan ringan seputar dari mana mau kemana. Menit demi menit, aku menyadari sedang di samping wanita yang fantastis.

"Awet muda banget, Mbak bersih mulus,  yang begini-begini ini  tentu hidup jauh dari penderitaan, seneng terus. Mengapa naik KRL, takut macet ya?"

Dia menoleh dan memiringkan badannya ke arahku. Kami seperti dua perempuan yang telah lama saling mengenal. Mengalir begitu saja. Sejurus kemudian,  aku dibuatnya tercekat mendengar penuturannya. "Takdir, saya hidup sendiri, saya sudah beberapa kali menjadi janda. Suami pertamaku, allahummayarham, semoga Allah mengasihi orang yang sangat saya cintai, meninggal karena kecelakaan disaat aku hamil 5 bulan, setahun setelah menikah." nafasnya dalam menekan beban, tapi bibirnya tampak selalu tersenyum. Ku elus punggung tangannya diatas tas di pangkuannya sejenak, sekedar mengurangi bebannnya.

"Lalu Tetah nikah lagi?" "Dua tahun kemudian, ayah menjodohkan saya dengan anak temannya, kata ayah tidak baik lama-lama menjanda. Waktu itu saya tidak kerja, tidak enak berlama-lama merepotkan orang tua. Pernikahan kami berlangsung  empat tahun. Dia meninggal karena meningitis.

"Ada anak?" tanyaku sembari melirik wajah ayunya dari samping. "Tidak, jawabnya singkat. "Mbak nikah lagi?".... "Yah, dengan rekan kerja ayah, jarak usia kami lumayan jauh, 20 tahun. Saya tidak punya pilihan, dengannya saya dikaruniai 2 anak"

"Jadi tiga anak-anak Mbak sekarang ya, kelas berapa mereka sekarang?"

Dia tidak langsung menjawab, kepalanya tertunduk terpaku di lantai gerbong...  setetes air bening jatuh di atas tas  krem berbahan kanvas  dipangkuannya. "Allah mengambil mereka bersamaan..." Aku tesentak. "Ketiga anakku jadi korban kecelakaan sebuah bus bersama ayahnya tahun lalu." Aku tecekat, kembali kuelus tangan putihnya. Sejenak kami sama-sama terdiam. Obrolan ini telah membangkitkan kesedihannya, dan keprihatinanku. "Maaf yaa.... Saya ikut berduka." Dia menggangguk.

"Mbak kerja apa sekarang, tinggal dengan orang tua?" tanyaku hati-hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun