Tenang. Yang aku butuhkan saat ini adalah menenangkan pikiran dan menelaah isi hatiku.
“Assalamu’alaikum. Mbak asih, maaf aku pergi ngga pake pamitan. Aku butuh tenang sejenak mbak. Mbak asih ngga usah khawatir, I’ll be fine. Aku bener – bener galau saat ini. Suasana di desa bikin aku merasa tidak bisa berfikir jernih. Aku mau liburan sebentar. Jangan ngubungi aku selama aku liburan ya mbak, aku benar – benar pengen menenangkan diri. Aku bisa jaga diri kok. Tenang aja. Wassalamu’alaikum. “ pesan singkat itu akhirnya aku kirimkan. Sebelumnya aku berfikiran mau kabur tanpa ngasih tau mbak asih, tapi mengingat mbak asih orangnya agak panikan, akhirnya kuputuskan mengirimkan pesan singkat itu.
Hatiku bener – bener kacau. Pekerjaanku berantakan, ngga bisa konsentrasi lagi. Entah apa yang bergejolak dalam akal dan fikiranku. Belum sudah aku memberi jawaban isi hatiku ke Mas Halim, muncul sesosok pria yang menggetarkan kalbuku. Rayuannya maut. Semaut matanya memandangku waktu aku menyuguhkan secangkir kopi kala dia bertandang ke tempatku. Ehmm…auranya benar – benar membiusku di kala itu. Rein. Yahhh….Rein namanya. Namun, apa yang aku liatdi balik pohon cemara malam itu.
Arrrgghhhhhhhhhhhhhhhh…….Bullshiittt semuanyaaaaaaaaaaaaaa…… di mana – mana lelaki semuanya buayaaaaaaaaaaaaa. Sampai sekarang mas halim belum ada bukti cintanya kepadaku. Sepucuk surat??? Halah…anak TK pun bisa buatnya. Apa susahnya bermain kata untuk ukuran sekelas Mas Halim. Semuanya camuflase belaka.
Aku memang butuh penyegaran sebentar. Otakkku benar – benar buntu.
***
“ Permisi mbak…mbak…mbak..ehmm..aduh..mbak…maaf mbak….sakiitttt….”. suara yang membangunkanku dari lamunanku. Dan tanpa sadar sedari tadi aku menggenggam tangan di sebelahku, genggaman yang cukup sakit pastinya, samapi dia mengerang kesakitan.
“ ehh…ah..aduh…mas, sorry banget, mas…aku bener – bener ngga sengaja. Maaf ya….aku terbawa emosi neh……sampai ngga sadar menggenggam tangan mas sampai mas kesakitan gitu. “ ucapku merasa tidak enak dengan pasang muka innocent.
“ iya gpp kok mbak “ jawab pria itu sambil dengan muka menahan rasa sakit. Ehmm…dari tadi perasaan ngelamun terus mbak, pandangannya jauh banget, hehheheeh….”
“ ah ngga kok, Cuma lagi bête aja seh..nunggu delay. Tiap kali terbang kok delay teruzz…” balasku berusaha menutupi perasaan risauku.
“ iya,mbak. Sama aku juga delay neh pesawatku. Huuffth….eiya, mang mau kemana mbak???”
“Mau ke Lombok mas, mataram. Pengen liburan sebentar.”
“ Wah sama dong, aku juga mau ke sana, ada nikahan saudaraku di sana, seat no berapa?”
“20 E “
“ehmm..sebelahan kayaknya kita mbak, aku di 20 F.” Eiya kenalin neh, aku Johan. Johan Pratama.
“ Acik. Acik Muchtar. “ jawabku sambil membalas uluran jabatan tangan.
DESA RANGKAT menawarkan kesederhanaan cinta untuk anda, datang, bergabung dan berinteraksilah bersama kami (Klik logo kami)
Lanjutan ECR 3 menyambut sedikit cerita dari Rein dan umpan buat Tegar
Tegar alias Johan Pratama....lanjjuutttttttttttttttttttttt........hehehehhehe......................
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H