Belum satu bulan menjabat, Presiden Prabowo sudah membuat kebijakan dan pernyataan yang ramai memancing opini publik, baik yang positif maupun negatif.
Presiden Prabowo telah bertemu dengan Presiden Xi Jinping dan keduanya telah membuat Joint Statement pada tanggal 9 November 2024 lalu.
Pernyataan bersama Presiden Prabowo dan Presiden Xi Jinping tentang klaim area yang tumpang tindih telah menimbulkan kontroversi di Indonesia.
Pernyataan tersebut dianggap mengubah sikap Indonesia terhadap klaim Tiongkok di Laut Cina Selatan. Dikarenakan, tahun-tahun sebelumnya, Indonesia tidak pernah mengakui klaim sepihak Tiongkok atas  "sembilan garis putus-putus" atau "sepuluh garis putus-putus".Â
Hal ini karena klaim Sepuluh Garis Putus tidak dikenal dalam UNCLOS 1982. Namun, dengan adanya joint statement 9 November lalu berarti Indonesia telah mengakui klaim sepihak China atas Sepuluh Garis Putus.Â
Sehingga, Joint development ini hanya terjadi bila masing-masing negara saling mengakui adanya zona maritim yang saling bertumpang tindih.
Dengan adanya hal ini, sangat berdampak pada pengaruh hubungan Indonesia dengan negara-negara ASEAN lainnya dan dapat menimbulkan ketegangan di negara-negara besar yang tidak mengakui klaim sepihak China serta negara Amerika Serikat dan Jepang akan sangat kecewa dengan posisi Indonesia.Â
Hampir seluruh pakar hukum internasional dan pengamat pun turut mengkritik pernyataan tersebut, karena dianggap meremehkan diplomasi Indonesia. Meskipun Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa pernyataan itu bertujuan untuk menjaga stabilitas dan perdamaian kawasan, tetapi pernyataan tersebut tampaknya dapat berpotensi merugikan Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H