Setya Novanto. Siapa yang tidak pernah mendengar politikus asal Jawa Barat ini? Setya Novanto yang sering disebut Setnov atau SN ini sempat membuat resah masyarakat Indonesia dari rakyat biasa sampai pak Joko Widodo, Presiden Indonesia. Ia menjabat sebagai KetuaDPR RI periode 2014---2019, sebagai perwakilan Golkar dari dapil Nusa Tenggara Timur Dua, yang meliputi wilayah Pulau Timor, Rote, Sabu, dan Sumba.Â
Namun pada tanggal 16 Desember 2015, Ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua DPR RI terkait kasus pencatutan nama Presiden RI Joko Widodo dalam rekaman kontrak PT. Freeport Indonesia. Ia juga menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar periode 2009-2014. Saat ini, Setnov menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar periode 2016-2019.
Ada banyak kontroversi yang pernah ia lakukan. Beberapa diantaranya adalah kasus pencatutan nama Presiden RI Joko Widodo dalam rekaman kontrak PT. Freeport Indonesa, kasus pertemuan dengan Calon Presiden Amerika Serikat yang dianggap melanggar kode etik dewan serta di luar fungsi dan kewenangan anggota DPR, diduga terlibat dalam perkara suap pembangunan lanjutan tempat Pekan Olahraga Nasional XVII dan yang sekarang sedang menjadi berita panas adalah kasus korupsi e-KTP.
Pada 17 Juli 2017 kemarin, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus e-KTP. Setya Novanto diperkirakan menerima aliran dana sebesar Rp300.000.000.000,00 dari proyek e-KTP. Nominal ini disebutkan oleh Bendahara Umum Partai DemokratMuhammad Nazaruddin. Setnov sempat membantah keterlibatannya dalam kasus ini. Namun, pada saat pemeriksaan oleh KPK Setya Novanto justru "menghindar" hingga sampai pada saat penggeledahan rumahnya dan panggilan paksa, ia tetap tidak ditemukan.
Tindakan Setnov ini justru mencerminkan tindakannya yang berkebalikan dengan ucapannya. Kalau memang benar Setnov tidak bersalah seharusnya ia berani menghadapi KPK dan dengan percaya diri menyampaikan segala fakta yang ia ketahui, bukannya hanya menghindar.Â
Dan kalau benar ia bersalah, alangkah lebih baik dan bijaksana untuk mengakui kesalahannya dan berani bertanggung jawab atas tindakannya. Seperti yang dilakukan Bapak Ahok. Beliau berani menyerahkan dirinya sendiri untuk diperiksa dan berani menanggung segala hukuman yang akan dijatuhkan meskipun menurut saya Beliau tidak sepenuhnya salah. Masyarakat tetap dapat menilai mana yang benar dan mana yang salah.
Setya Novanto telah merugikan banyak orang jika benar ia melakukan korupsi. Seharusnya ia memikirkan juga nasib-nasib masyarakat yang kurang dalam ekonomi. Bukankah lebih baik jika bertindak untuk orang yang lebih membutuhkan bukannya menambah kekayaan dirinya yang sudah kaya.Â
Warga Negara Indonesia membayar pajak bukan untuk memperkaya koruptor tetapi untuk memajukan Indonesia. Saya ikut merasakan dampak dari dana e-KTP yang dikorupsi ini. Saya sudah berumur tujuh belas tahun sejak September 2017 tapi sampai sekarang e-KTP saya masih belum jadi karena bahannya yang katanya habis. Saya harus menggunakan KTP sementara berupa lembaran kertas yang hanya berlaku untuk 6 bulan yang setelahnya harus terus diperpanjang.
KPK sampai malam ini memberi batas terakhir Setya Novanto untuk menyerahkan diri. Namun kabar terbaru menyatakan Setnov pergi ke gedung KPK dan dalam perjalanan mengalami kecelakaan karena mobilnya yang menabrak tiang listrik. Akibatnya Setnov dikabarkan terluka di kepala dan harus dipergikan ke Rumah Sakit.
 Saya tidak tahu apakah ini suatu "drama" untuk mengulur waktu yang diberikan KPK atau memang terjadi kecelakaan yang hebat. Tapi anehnya sopir yang membawa Setya Novanto tidak mengalami cidera. Padahal logikanya pengemudi paling depanlah yang mengalami cidera paling parah jika mobil menabrak tiang listrik di bagian depan. Saat ini Polisi sedang mengolah TKP di lokasi kecelakaan Setya Novanto.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H