Beberapa tahun yang lalu kita sering mendengar atau bahkan menyimak film-film seperti Meteor garden yang didalamnya ada sekelompok aktor muda F4, yang bertemakan kehidupan muda-mudi taipan. Saya pun tidak begitu paham saat itu, apa perbedaan antara China dan Taiwan. Dahulu saya lebih mengenal Taiwan adalah destinasi utama para TKI ( Tenaga Kerja Indonesia ) atau lebih ‘elite” nya BMI ( Buruh Migran Indonesia) jaman sekarang.
Mungkin kita tidak terpikir, bahwa Taiwan akan menjadi salah satu negara yang akan menjadi sarang BMI. Perkembangan ekonomi Taiwan yang terus membaik, terutama pertumbuhan sektor industri dan perdagangan, menyebabkan meningkatnya tenaga kerja asing yang bekerja di Taiwan.
Perlu diketahui bersama bahwa Taiwan ( Republic of China ), merupakan sebuah pulau yang mempunyai status yang sedang dipertentangkan. Sampai sekarang, masih tetap ada kebingungan atas nama resmi Taiwan, Republik Tiongkok. Jika boleh diumpamakan China dan Taiwan ibarat musuh tapi mesra.
Standar upah tenaga kerja di Taiwan cukup bersaing. Standar gaji di Taiwan untuk sektor formal adalah NT 17.280 per bulan (atau setara dengan Rp 5,3 juta / bulan). Adapun standar gaji untuk sektor informal adalah sebesar NT 15.840 per bulan (atau setara dengan Rp 4,8 juta / bulan). Tidak heran, jika TKI pun kini banyak yang berbondong-bondong bekerja di Taiwan.
Berdasarkan pernyataan Kepala KDEI Taipei Robert J Bintaryo (2016) , saat ini jumlah TKI yang bekerja di Taiwan sekitar 237.085 orang, sedangkan jumlah organisasi TKI lebih dari 100. Hal ini tentunya menyimpan potensi yang besar untuk mengenalkan Indonesia ke masyarakat Taiwan. Selain itu jumlah yang besar ini juga menyimpan potensi berbagai permasalahan TKI.
“KDEI menyadari bahwa dalam penyelesaian permasalahan TKI, KDEI Taipei tidak mampu bekerja sendiri namun memerlukan bantuan dan dukungan dari rekan-rekan TKI/WNI. Kami juga mengucapkan terima kasih atas dedikasi, sumbangsih dan perjuangan Tim Satgas TKI maupun sukarelawan yang telah membantu mengurai permasalahan TKI di Taiwan”, ujarnya.
Dalam sebuah kesempatan perjalanan menggunakan TRA (Taiwan Railways) dari Kota Taipei menuju Kota Zhongli, saya bertemu dengan salah seorang BMI dari Shulin District. Namanya Mas Dedi, berasal dari Jawa Tengah telah bekerja kurang lebih 9 tahun di Taiwan. Selama perjalanan kami banyak berdiskusi tentang perjuangan hidupnya mencari nafkah di Taiwan.
Dari penghasilan dan kemudahan mencari pekerjaan di Taiwan yang disampaikannya, tak heran menurut saya Taiwan sebagai destinasi utama mencari pekerjaan bagi BMI lainnya. Namun disisi lain, permasalahan pun tidak kalah peliknya. Permasalahan yang timbul justru bukan dari tempat bekerja, atau warga Taiwan itu sendiri menurutnya. Tapi lebih kepada system birokrasi dari proses pemberangkatan di Indonesia hingga sampai di Taiwan dan mendapatkan majikan yang sesuai.
Berdasarkan historyyang disampaikan dan beberapa referensi lainnya selama di Taiwan, saya mengambil beberapa kesimpulan tentunya base on my opinion. Bahwa di Taiwan lebih mudah dan sangat menjanjikan mendapatkan kepastian pekerjaan dari pada di Indonesia, namun disisi lain akses birokrasi yang begitu ruwet sehingga membuat para rekan BMI harus peras keringat dan kantong pun dilakukan untuk sampai ke negeri ini. Sekedar diketahui berdasarkan pengakuan yang disampaikan salah satu rekan BMI tadi Mas Dedi, untuk sampai di Taiwan saja butuh dan kurang lebih Rp. 30.000.000,- . Jumlah yang tidak sedikit menurut saya, untuk mereka lulusan sekolah menengah dari desa terpencil.
Dari permasalahan tersebut, menurut hemat saya pemerintah perlu melakukan perbaikan secara radikal terkait supply chainproses pengiriman BMI sampai ke negeri ( setengah) Tirai Bambu tersebut. Disisi lain para stakeholders yang terlibat pun perlu lebih mengedepankan hati nurani dalam melayani jasa pengiriman BMI tersebut.
Peningkatan daya saing BMI pun tidak kalah pentingnya, dengan mengadakan pelatihan bersertifikasi bagi BMI di Taiwan akan meningkatkan daya saing mereka ketika akan memilih pekerjaan barunya selama di Taiwan. Ini akan memutus mata rantai ketergantungan mereka pada agensi atau biro jasa pemberangkatan BMI.