Mohon tunggu...
Elsye Angelica
Elsye Angelica Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

Seorang mahasiswa yang menyukai literasi tentang hal-hal unik yang ada di sekitar, terutama yang berhubungan dengan hewan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Penyakit Mulut dan Kuku, Seberapa Berbahayakah?

16 Juni 2022   08:58 Diperbarui: 16 Juni 2022   09:43 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penyakit mulut dan kuku pastinya sudah tidak asing lagi bagi kita. Penyakit ini bukanlah penyakit baru, bahkan dulu Indonesia sudah dinyatakan bebas dari penyakit ini, tetapi penyakit ini secara tiba-tiba kembali menyerang ratusan ribu ternak warga dan penularan antarternaknya pun sangatlah cepat, hal ini mengakibatkan para peternak negeri menjadi resah dan gelisah.

Sumber infeksi kemunculan wabah ini diduga berasal dari kontak impor produk hewani atau produk pertanian yang berasal dari negara belum bebas rabies, contohnya India. 

Faktanya, memang tercatat bahwa beberapa tahun terakhir negeri ini mengantongi izin importasi daging kerbau dan produk pertanian dari India. Namun, untuk sumber infeksi ini juga belum dapat dipastikan dengan tepat.

Sebagai masyarakat, kita juga haruslah waspada dengan penyakit ini. Meskipun penyakit ini bukanlah zoonosis, tetapi dampak kerugian yang kita rasakan sangatlah besar. Penyakit yang disebabkan oleh virus tipe A dari famili Picornaviridae genus Apthovirus yakni Aphtaee epizootecae ini, cara penularannya pun bermacam-macam. 

Mulai dari kontak langsung dan tidak langsung dengan hewan penderita, seperti leleran hidung, droplet, serta serpihan kulitnya, kemudian vektor hidup seperti manusia, lalat, dan lain-lain. 

Selain kontak dengan ternak dan vektor hidup, ada pula vektor tidak hidup yang dapat menularkan penyakit ini, seperti mobil angkutan, peralatan kandang, alat-alat kandang, dan lain-lain. Virus penyakit ini juga dapat bermigrasi di udara dengan iklim khusus.

Dilansir oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jawa Barat,  gejala yang ditimbulkan apabila ternak, terkhususnya sapi yang terjangkit penyakit ini adalah demam hingga mencapai 41°C dan menggigil, tidak nafsu makan, penurunan produksi susu, mengeluarkan air liur yang berlebihan hingga menggantung, air liur berbusa di lantai kandang, pembengkakan kelenjar di belakang rahang bawah, terdapat luka di lidah, radang ambing (mastitis), lebih suka berbaring, luka pada kuku lepas, menggeretakan gigi, menggosokkan mulut, leleran mulut, suka menendangkan kaki, pada hewan yang lebih muda dapat mengalami kematian, kehilangan berat badan, dan kehilangan kontrol panas. 

Sedangkan pada kambing dan domba, luka atau lepuhan kurang terlihat, terdapat luka pada sekitar gigi domba, kematian pada hewan yang lebih muda, serta produksi air liur yang berlebihan.

Lalu, bagaimanakah cara pengobatan penyakit ini? Ada terapi yang bisa dilakukan untuk kaki ternak yang terinfeksi, yaitu dengan chloramphenicol atau bisa juga diberikan larutan cuprisulfat. Selain terapi, pemotongan jaringan yang terinfeksi juga dapat menjadi pilihan. Selama masa pengobatan, hewan ternak yang terinfeksi harus dipisahkan dari kawanannya.

Pencegahan penyakit ini sebenarnya tidaklah sulit, dengan menerapkan biosekuriti yang tepat dan disertai dengan pencegahan medis seperti vaksin virus aktif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun