Atau kita keluar dari segala bentuk kehancuran-kehancuran dengan tetap mengikuti proses modernisasi. Kita terima pemerkosaan itu namun terus kita lawan agar kita tidak kebrangas terhadapnya. Kita istighfari tiap malam. Kita haturkan do'a wabal kepada Yang Maha Memiliki Wabal agar pemerkosaan Internasional bisa segera dilenyapakan.
Pseudo-Negara, Pseudo-Pemerintah, Pseudo-DPR
Kalau dulu ada perang dunia I, I, dan perang dingin maka saat ini adalah perang hangat yang menghangatkan, namun merusak segala sel-sel tubuh manusia, merusak saraf manusia, merusak otak manusia, merusak seluruh panca indra manusia. Bahkan tidak hanya manusia saja: negara, budaya, dan peradaban lokal pun rusak ndak akaru-karuan.
Manusianya sudah tak tahu malu dan tak punya harga diri lagi. Lari kesana-kemari tanpa pakai baju dan celana dengan penuh kegembiraan. Memperkosa sana memperkosa sini dengan penuh santainya. Seperti tak punya dosa, memakan uang rakyat yang tiap hari dipaksa-paksa bayar pajak, dipaksa mengikuti hukum untuk kepentingan golongan.
Negara sudah tak punya harga diri lagi. Negara diperjual-belikan dengan begitu murahnya. Harga diri Negara dijual kesana-kemari bahkan sampai dengan cara mengemis-ngemis kepada negara lain.
Fungsi negara sudah bergeser sangat jauh. Tak ada penjaminan ketentraman, tak ada keberpihakan pada rakyat. Sama sekali.
Andaikan ada kabar pembangunan "A" agar rakyat bisa tentram, tapi ternyata hanyalah proyek dalam rangka menambah isi kantong masing-masing pejabat negara.
Jika ada Wakil Rakyat yang sok baik hati. Memberikan ini-itu, namun sama sekali bukan memberi tapi malah mencari proyek agar dapat gaji tambahan. Bahkan yang bukan gaji_ digaji-gajikan.
Negara yang bukan negara. Namun sebuah perusahaan besar yang dimiliki oleh para pemilik modal untuk memperbanyak penghasilan dengan cara apa pun. Mereka menjual apa saja milik negara dengan prinsip "yang penting laba" karena negara bukan milik mereka. Pengeluaran nol, penghasilan milyaran bahkan triliyunan.
Pemerintah berkedok pedagang. Tak mau tahu hak-hak rakyat. Tak mau tahu kepentingan rakyat. Tak tahu mana yang halal mana yang haram.
Pemerintah semena-mena terhadap rakyat. Mereka tak tahu dan tak sadar, bahkan tak mau tahu kalau sebenarnya mereka digaji rakyat untuk ngurusi keperluan-keperluan rakyat, melayani rakyat dengan pelayanan prima.
Tapi sekarang rakyat yang disurh melayani mereka, para pejabat negara.