Prinsip pembayaran atas beban APBN yang diatur oleh Undang-undang Perbendaharaan adalah 'pembayaran atas beban APBN dilaksanakan ketika barang dan jasa diterima'. Hal ini menjadi terbatas ketika memasuki akhir tahun anggaran dimana terdapat batas akhir pencairan dana APBN namun barang/jasa (misalnya: pembelian peralatan mesin, pembangunan gedung) belum diterima/belum selesai dikerjakan sampai dengan batas waktu tersebut. Praktik  pada akhir tahun anggaran selama ini, ketika barang/jasa belum diterima maka pembayaran dapat dilaksanakan dengan menggunakan jaminan (Bank Garansi).
Mekanisme pembayaran akhir tahun anggaran dengan menggunakan Bank Garansi sudah lama dipraktikan dalam pelaksanaan anggaran di negara kita. Berbagai regulasi sudah dikeluarkan untuk menyempurnakan pembayaran pada akhir tahun dengan menggunakan Jaminan Bank Garansi. Namun demikian, hal ini tidak menghilangkan risiko timbulnya kerugian negara. Hal inilah yang mendasari Kementerian Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 109 Tahun 2023 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran atas Pekerjaan yang Belum Terselesaikan pada Akhir Tahun Anggaran. Dengan PMK ini, pemerintah berusaha untuk menyempurnakan praktik pembayaran pada akhir tahun anggaran ketika prestasi pekerjaan belum diterima yaitu dengan mengganti penggunaan Bank Garansi dengan Rekening Penampungan Akhir Tahun Anggaran (RPATA).
Berdasarkan PMK nomor 109 Tahun 2023, RPATA adalah rekening lain-lain milik BUN untuk menampung dana atas penyelesaian pekerjaan yang direncanakan untuk diserahterimakan di antara batas akhir pengajuan tagihan kepada negara sampai dengan tanggal 31 Desember tahun anggaran berkenaan dan pekerjaan yang tidak terselesaikan sampai dengan akhir tahun anggaran yang penyelesaiannya diberikan kesempatan untuk dilanjutkan pada tahun anggaran berikutnya.
Terdapat beberapa manfaat yang dapat kita peroleh dalam penggunaan mekanisme pembayaran melalui rekening penampungan, yaitu:
1.Menjaga prinsip perioditas anggaran;
2.Menjaga prinsip pengeluaran negara, pembayaran dilakukan setelah barang/jasa diterima;
3.Mengurangi risiko kerugian negara akibat Bank Garansi gagal dicairkan karena Bank Garansi palsu ataupun terlambat diklaim;
4.Menghindari keterburu-buruan dalam proses serah terima, sehingga SOP serah terima barang/jasa dapat dilakukan dengan baik;
5.Penyedia barang/jasa terbebaskan dari pembuatan garansi bank berupa kewajiban pembayaran fee/penyediaan jaminan (collateral)/pembayaran premi;
6.Tidak membebani Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) untuk menatausahakan dan mencairkan Bank Garansi;
7.Terdapat potensi pendapatan negara atas pengelolaan saldo dana di Rekening RPL-BUN BI (Rekening Escrow);
8.Satker dapat menghemat waktu dan tenaga untuk mengkonfirmasi keaslian/keabsahan dan menatausahakan Bank Garansi.
Secara teknis, pelaksanaan mekanisme RPATA ini sangat berbeda dengan mekanisme Bank Garansi. Ketika menggunakan mekanisme Bank Garansi, satuan kerja mengajukan satu tagihan (Surat Perintah Membayar/SPM) atas satu pekerjaan yang belum diterima prestasinya ke KPPN dengan dilampiri asli Bank Garansi. Asli Bank Garansi ditatausahakan oleh KPPN dan akan dikembalikan apabila satuan kerja menyampaikan Berita Acara Serah Terima (BAST) atas pekerjaan yang dijaminkan. Apabila satuan kerja menyampaikan bahwa pekerjaan tidak selesai sampai dengan akhir tahun anggaran (31 Desember)/batas waktu penyelesaian pekerjaan  maka menjadi tugas KPPN untuk melakukan klaim/mencairkan  Bank Garansi tersebut.
Sedangkan setelah pelaksanaan mekanisme RPATA, satuan kerja menyampaikan minimal dua tagihan/SPM kepada KPPN. SPM yang pertama disebut SPM Penampungan, yaitu tagihan untuk mengeluarkan dana dari Rekening Kas Umum Negara/Rekeing lainnya milik Bendahara Umum Negara (BUN) kemudian dimasukkan ke RPATA. SPM yang kedua adalah SPM Pembayaran, yaitu tagihan untuk mengeluarkan dana dari RPATA ke rekening penyedia sesuai hak berdasarkan prestasi pekerjaan. Pembayaran kepada penyedia dilakukan setelah pekerjaan selesai 100%, atau masa kontrak berakhir, atau batas waktu pemberian kesempatan penyelesaian pekerjaan berakhir.
Bagaimana apabila pekerjaan tidak selesai? Apabila terdapat pekerjaan yang tidak terselesaikan maka satuan kerja harus mengajukan SPM Penihilan ke KPPN. SPM Penihilan dilakukan untuk menihilkan RPATA atas pekerjaan yang tidak terselesaikan dan disetor ke Rekening Kas Umum Negara. Dari sinilah kita bisa melihat tidak ada uang negara yang dirugikan dan prinsip pembayaran yang dilakukan setelah barang/jasa diterima tetap dilaksanakan.
Sumber:
a.PMK No 109 Tahun 2023 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran atas Pekerjaan yang Belum Terselesaikan pada Akhir Tahun Anggaran, Kementerian Keuangan;
b.Bahan Paparan Sosialisasi PMK no 109 Tahun 2023, Ditjen Perbendaharaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H