Mohon tunggu...
Elsya Crownia
Elsya Crownia Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saya orang yang suka membaca, menulis, diskusi dan pokoknya having fun guys :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kicau Murai

18 Januari 2014   16:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:42 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oleh : Elsya Crownia

Aku terdampar di dunia. Jiwaku terbakar oleh api-api yang setiap saat membakar. Terbakar dalam himpitan nyanyian-nyanyian yang berirama sumbang. Lalu, tali tambang mengikat seluruh tubuhku yang semakin rapuh. Rapuh, darah yang nanar dan hati yang resah. Hati itu tipis tetapi luka menganggah. Sial! Mulutku mengumpat.

Aku mengingat sekelebat sinar yang sengaja dijaga dari terkaman kicauan-kicauan panas. Hari itu aku duduk di depan laptop mencoba mencari bahan-bahan praktek ujian. Entah! Ibu selalu resah dan menatapku dengan penuh kebencian.

"Seseorang telah mengatakan padaku. Kau selalu berutang," teranh ibu resah

"Hutang?" pikirku dalam hati.

Dalam pembicaraan itu tidak ada pembelaan dari kicauan-kicauan murai yang bangga terhadap diri mereka.

Dulu sekali, sekitar dua puluh tahun yang lalu aku terbakar oleh kicau-kicauan. Kicauan murai. Demikian aku menyebutnya. Murai-murai yang resah mencari mangsa dan menebarkan kebencian.

Di suatu tempat yang tidak memiliki nama. Murai-murai itu selalu berkelebat mencari para korban atau menghancurkan jiwa-jiwa yang tenang. Di malam hari mereka seolah menjadi lawakan bagi murai-murai lapar menahan dahaga.

Konon, tempat itu dijadikan kutukan. Kutukan bagi pendatang. Kutukan bagi murai-murai yang senang bermain kata demi kepuasan atau sebagai hantaran diri sebagai murai-murai yang berbaik hati, konon kata murai tua.

Murai tua, bermain kata. Berpura-pura selayaknya murai yang sedang bermain peran. Matanya menatap dengan sanggar dibalik jendela.

Dibalik jendela murai itu bergelagak menjadi musang berbulu manusia. Berbisik-bisik di balik jendela dan mengadukan satu masalah yang semestinya lenyap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun