Penulis:
1. Elsi Maulani Priyayi
(E-mail: elsimaulanipriyayi07@gmail.com)
2. Dr.H. Asep Qustolani, SE.MM
(E-mail: asepquinn@unma.ac.id)
Dampak Kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) dan Upah Minimum Provinsi
(UMP) terhadap Efisiensi Karyawan di Sektor Manufaktur akan selalu menjadi topik yang
relevan dalam pembahasan ekonomi dan ketenagakerjaan di Indonesia. Penyesuaian upah
minimum biasanya dilakukan oleh pemerintah setiap tahun dengan mempertimbangkan inflasi,
pertumbuhan ekonomi, dan standar hidup layak. Kementerian Ketenagakerjaan menggunakan
data dari Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menetapkan formula kenaikan ini, seperti yang
tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang telah
diperbaharui menjadi Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2023, yang mengatur formula baru
dalam menetapkan upah minimum dengan mempertimbangkan inflasi, pertumbuhan ekonomi,
dan indeks tertentu. Perubahan ini bertujuan untuk menciptakan sistem pengupahan yang lebih
adil dan meningkatkan daya beli masyarakat.
Kenaikan UMR dan UMP : Sebuah Tinjauan
UMR dan UMP adalah instrumen kebijakan pemerintah yang dirancang untuk
melindungi pekerja dari upah yang tidak wajar. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun
2023 merupakan kebijakan pemerintah yang dirancang untuk melindungi pekerja dari upah
yang tidak wajar. Peraturan ini telah diperbarui dari PP Nomor 36 Tahun 2021 dan menjadi
dasar hukum penetapan upah pada tahun 2024. Kenaikan upah minimum mencerminkan upaya
pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan memastikan kebutuhan dasar
pekerja terpenuhi. Namun, kebijakan ini seringkali menjadi tantangan bagi perusahaan,
terutama di sektor manufaktur yang beroperasi dengan margin keuntungan yang relatif tipis.
Dalam konteks sektor manufaktur, kenaikan UMP dan UMK secara signifikan
mempengaruhi biaya produksi. Sebagai contoh, di sektor tekstil di Jawa Barat, Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) dan kementerian terkait
membentuk Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK), menyusul kenaikan upah
minimum provinsi (UMP) tahun 2025 sebesar 6,5%. Hal ini berdampak pada perusahaan yang
sering kali harus menyesuaikan kembali anggaran mereka untuk memenuhi persyaratan hukum
ini. Hal ini dapat mempengaruhi pengambilan keputusan strategis, seperti penerapan teknologi
otomasi atau restrukturisasi tenaga kerja.
Efisiensi Karyawan di Sektor Pabrik
Efisiensi karyawan mengacu pada kemampuan tenaga kerja untuk menghasilkan output
maksimal dengan input minimal. Dalam sektor pabrik, efisiensi karyawan sangat dipengaruhi
oleh berbagai faktor, termasuk tingkat keterampilan, motivasi, dan kondisi kerja. Dengan
adanya kenaikan UMR dan UMP, beberapa dampak terhadap efisiensi karyawan dapat diamati:
1. Peningkatan Motivasi Kerja
Kenaikan upah dapat meningkatkan motivasi karyawan untuk bekerja lebih baik. Ketua Umum
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menilai perhitungan upah minimum
bisa mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Ia mengatakan formula perhitungan kenaikan upah minimum sudah jelas diatur dalam UU
Cipta Kerja. Dengan pendapatan yang lebih tinggi, pekerja cenderung merasa dihargai dan
termotivasi untuk memberikan kinerja terbaiknya. Hal ini, pada gilirannya, dapat
meningkatkan efisiensi kerja dan produktivitas secara keseluruhan.
2. Tekanan pada Manajemen untuk Mengurangi Biaya
Kenaikan UMR dan UMP sering kali membuat pihak manajemen terpaksa untuk mencari
berbagai opsi dan cara guna menghemat biaya operasional. Hal ini dapat dilakukan dengan
meningkatkan efisiensi proses produksi atau mengurangi jumlah tenaga kerja melalui
otomatisasi. Meskipun demikian, pengurangan tenaga kerja dapat berdampak negatif terhadap
moral karyawan yang tersisa.
3. Investasi dalam Pelatihan dan Pengembangan
Untuk meningkatkan efisiensi, perusahaan mungkin berinvestasi lebih banyak dalam
pelatihan dan pengembangan karyawan. Dengan memberikan keterampilan baru kepada
pekerja, perusahaan dapat memastikan bahwa setiap karyawan mampu memberikan kontribusi
yang lebih besar terhadap proses produksi.
Dampak Jangka Panjang
Dalam jangka panjang, kenaikan UMR dan UMP dapat mendorong perusahaan untuk
beradaptasi dengan cara-cara yang lebih inovatif. Otomatisasi dan digitalisasi menjadi tren
yang semakin berkembang dalam sektor pabrik sebagai respons terhadap tekanan biaya tenaga
kerja. Sebagai contoh, PT Astra International telah mengadopsi sistem robotik dalam lini
produksinya untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi ketergantungan pada tenaga kerja
manual, terutama setelah kenaikan UMP di Jawa Tengah. Namun, ini juga menimbulkan
tantangan baru, seperti kebutuhan untuk melatih ulang tenaga kerja agar sesuai dengan
teknologi baru.
Di sisi lain, kenaikan upah minimum juga berkontribusi pada peningkatan daya beli
masyarakat, yang dapat mendorong permintaan terhadap produk pabrik. Dengan demikian,
meskipun biaya produksi meningkat, perusahaan memiliki potensi untuk mendapatkan
keuntungan dari pasar yang lebih luas.
Kesimpulan
Kenaikan UMR dan UMP memiliki pengaruh yang kompleks terhadap efisiensi karyawan
di sektor pabrik. Di satu sisi, kebijakan ini dapat meningkatkan motivasi dan kesejahteraan
pekerja, yang berdampak positif pada produktivitas. Di sisi lain, kenaikan upah juga
menghadirkan tantangan bagi perusahaan dalam mengelola biaya produksi dan
mempertahankan daya saing.
Untuk menghadapi tantangan ini, perusahaan perlu mengambil langkah strategis, seperti
meningkatkan efisiensi operasional, berinvestasi dalam pelatihan karyawan, dan mengadopsi
teknologi baru. Dengan pendekatan yang tepat, kenaikan UMR dan UMP tidak hanya dapat
diakomodasi oleh perusahaan, tetapi juga menjadi peluang untuk mendorong pertumbuhan
yang berkelanjutan dalam sektor pabrik di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H