Sepi. Adalah teman untukku. Dimanapun kutelaah tempatnya, sepi ikuti jiwaku. Aku benci itu, tapi kuteruskan untuk bersamanya. Rinduku rindu yang mana yang bisa buatku usai. Rinduku tak pernah berhenti, Sepi juga mengajarkanku untuk begitu. Mereka tak terpisahkan. Sepi dan Rindu satu pasang.
Senyap dan gulita, keduanya berbentuk ruang pada pikiranku. Menjelma bagai teman tak pernah pisah. Di rumah, di perjalanan, di Mall, di manapun ku berada Senyap dan Gulita akan menampakan rupanya. Ketika aku terduduk di antara pasang mata dan kendaraan berlalu lalang, mereka akan hadir. Kita sudah lebih akrab dari teman yang hanya seminggu sekali berkirim pesan.
Sepi hadir bila Rindu tak berkata. Senyap dan Gulita akan mengekori. Mereka seperti dua pasang kekasih, dan aku seorang single yang butuh cinta. Mungkin itu penyebabnya, karena berlaku seorang diri.
Hari ini, kuantarkan mereka pada jejak manusia. Kurasa cukup kita berteman, karena sebagian dariku telah hilang ditelan oleh mereka. Riang, Kawan, Ramai sudah tak lagi di temukan. Aku memang butuh mereka sesekali. Tetapi tak ingin hadir setiap hari. Kutawarkan pertemanan yang layak seperti kawan akrabku yang sebulan sekali mengabari, diluar dugaan mereka ingin kumengakui kita bersahabat.
Meski sudah kuusir pada pasang mata dan kawan - kawan lama yang kuanggap sahabat. Mereka terus mengusik, mencakari dinding tubuh dan menggerogoti relung hatiku. Â Berlinang air mata untuk memohon, semuanya sia - sia. Pasrah. Aku hanya pasrah diri, perjuangan untuk meninggalkannya tak bisa kulakukan lagi. Kunikmati takdir yang tak terpisahkan, meski tak ingin terucap kuterima persahabatan dengan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H