Mohon tunggu...
Elsa Prinanda Saputri
Elsa Prinanda Saputri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Haiii guys, saya mahasiswa dari universitas Islam negeri Raden Mas Said Surakarta dan dari prodi Hukum ekonomi syariah fakultas syari'ah 👋

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sosiologi Hukum: Penggunaan Pendekatan Empiris dan Normatif pada Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah

20 September 2024   22:32 Diperbarui: 20 September 2024   22:33 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perbedaan pendekatan empiris dan normatif dalam pengamalan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah terlihat pada cara kedua ormas ini menyikapi persoalan keagamaan dan sosial.


Di bawah ini kami jelaskan perbedaan praktis kedua pendekatan tersebut dalam konteks NU dan Muhammadiyah.

 1.Pendekatan Empiris: Muhammadiyah

Muhammadiyah  cenderung menggunakan pendekatan eksperiensial dalam memahami ajaran agama dan realitas sosial. Pendekatan ini didasarkan pada penelitian rasional, ilmiah dan modern.
Muhammadiyah kerap menekankan pentingnya rasionalitas dan bukti nyata ketika merumuskan undang-undang dan keputusan.

Contoh : Penentuan awal bulan Ramadhan dan Idul Fitri : Muhammadiyah menggunakan metode Hisab (perhitungan astronomi) untuk menentukan awal bulan.
 Ini adalah pendekatan empiris karena menggunakan data ilmiah dan matematis untuk mengambil keputusan.
 Pendidikan dan Kemasyarakatan: Muhammadiyah fokus pada pengembangan dan kemajuan teknologi dunia modern, membangun sekolah, universitas, rumah sakit, dan lembaga sosial modern yang  berbasis  ilmu pengetahuan.


 2.Pendekatan Normatif: Nahdlatul Ulama (NU) NU cenderung menekankan pendekatan normatif ketika menangani persoalan keagamaan dan sosial.
 Pendekatan normatif mengacu pada ajaran yang bersumber dari teks agama (Qur'an, hadis, pendapat ulama) yang telah ditetapkan dan dianut secara turun temurun.

Contoh: Menentukan kapan memulai Ramadhan dan Idul Fitri: NU mengikuti tradisi lama dan menggunakan metode Lukat (melihat langsung hilal).
 Mereka menekankan pentingnya saksi visual dalam menentukan awal bulan sebagai bentuk ketaatan terhadap ajaran yang tertulis dalam syariat.
Tradisi Keagamaan: NU kerap mengadakan tariran, ziarah makam, dan praktik lain yang dianggap mengikuti tradisi dan ajaran Ulama Salaf.
Adat ini berdasarkan norma agama yang diwarisi  generasi sebelumnya dan diyakini masih dipertahankan hingga saat ini.


Kesimpulan: Muhammadiyah dengan pendekatan eksperiensial cenderung lebih terbuka terhadap perubahan, adaptasi, dan inovasi berdasarkan ilmu pengetahuan modern.
 NU melakukan pendekatan preskriptif, melestarikan tradisi dan mengikuti pedoman teks agama dan  ulama terdahulu.
 Kedua pendekatan ini menggambarkan perbedaan dinamika pemikiran dan praktik keagamaan  antara Muhammadiyah dan NU dalam konteks Islam  Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun