Penulis muda berdarah Minang, J.S. Khairen kerap menjadi perbincangan publik usai menerbitkan karya-karyanya yang best-seller. Pria dengan nama lengkap Jombang Santani Khairen ini telah melahirkan banyak buku fenomenal, loh! Aktif menulis sejak tahun 2013 hingga saat ini J.S. Khairen telah menerbitkan 20 buku yang terdiri dari karya fiksi maupun non fiksi. Salah satu karya terbaiknya adalah novel berjudul "Dompet Ayah, Sepatu Ibu" yang terbit Juli tahun 2023.
Novel ini memiliki kisah kuat dan inspiratif yang bisa membuat pembacanya hanyut dalam lautan empati dan iba. Ceritanya dikemas menarik dengan latar yang dekat dengan masyarakat, sehingga tokoh-tokoh dalam novel serasa nyata dan hidup bersama pembaca.
Menariknya, kisah yang diangkat dalam novel ini berangkat dari pengalaman sang penulis sendiri, loh! Nah, penasaran gimana alur ceritanya? Mari intip sedikit spoiler dari novel ini!
Kisah diawali dengan gadis bernama Zenna yang tinggal di pinggang Gunung Singgalang dengan rumah sederhana yang dikelilingi hutan bambu. Zenna adalah anak keenam dari sebelas bersaudara. Menjadi anak tengah yang memiliki banyak adik, membuat Zenna menjadi anak yang paling tidak terlihat dan tidak diperhatikan.
Zenna dalam kesehariannya, bersekolah sembari menjual jagung rebus untuk membantu orang tuanya. Zenna anak yang pintar dan sangat cekatan, terlebih dalam mengurus adik-adiknya. Meski menjadi anak tengah yang jarang terlihat dan diperhatikan, Zenna yang berbadan kurus dan selalu memakai sepatu usang selalu bersemangat menjalani hari-harinya. Suatu kali, Abak (ayah)nya menjanjikan untuk membelikannya sepatu baru. Tetapi, Abaknya harus berpulang sebelum memenuhi janjinya tersebut.
Di tempat lain, tepatnya di pinggang Gunung Merapi diceritakan seorang pemuda bernama Asrul yang bernasib tidak jauh berbeda dari Zenna. Asrul hidup bersama Umi dan adiknya, Irsal. Ayah mereka menikah lagi dan tinggal bersama istri keduanya yang membuat Asrul, Irsal, dan Umi harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Terlebih Umi yang sedang mengandung anak ketiga, membuat Asrul semakin memiliki beban untuk membantu mencari nafkah.
Zenna dan Asrul kemudian dipertemukan di bangku perkuliahan. Meski keduanya berasal dari latar belakang keluarga yang miskin dan serba terbatas, semangat untuk melanjutkan pendidikan tidak pernah hilang. Rasa senasib sepenanggungan membuat keduanya dengan mudah menjadi akrab dan kemudian memutuskan hidup bersama. Keduanya bertekad untuk memutus garis kemiskinan yang membelenggu keluarga mereka selama bertahun-tahun. Perjalanan panjang penuh perjuangan itu mereka bersama dengan penuh cinta, air mata, dan doa.
Dalam novel ini, kisah perjuangan tokoh utama, yakni Zenna dan Asrul tergambar begitu nyata. Penulis yang menggunakan latar waktu dan tempat yang berdasarkan kenyataan semakin menambah keunikan cerita. Selain itu, kekeluargaan dalam cerita disini juga amat ditonjolkan. Seperti ketika tokoh utama dilanda suatu permasalahan, maka keluarga adalah garda terdepan dalam mensupport dan memberi dukungan.
J.S. Khairen lewat novel ini juga seakan mengajak pembaca untuk melihat atau menyaksikan langsung bagaimana kehidupan masyarakat kecil yang hidup serba terbatas di pinggang Gunung Singgalang dan Gunung Marapi tersebut. J.S. Khairen banyak menggunakan metafora untuk menggambarkan perasaan, karakter, atau suasana dalam cerita.
Novel ini sangat cocok dibaca oleh mereka yang merindukan semangat dalam hidup. Diperuntukkan juga bagi generasi muda zaman sekarang yang rapuh dan mudah menyerah. Kegigihan dan semangat dari tokoh utama dalam memperjuangkan impiannya akan mendorong semangat pembaca. Penulis juga mendesain cerita yang realistis, seperti impian-impian yang diperjuangkan oleh tokoh utama bukanlah mimpi-mimpi besar yang sulit digapai, melainkan mimpi sederhana untuk memutus garis kemiskinan keluarga.