Mohon tunggu...
El Sanoebari
El Sanoebari Mohon Tunggu... Penulis - Salah satu penulis antologi buku "Dari Pegunungan Karmel Hingga Lautan Hindia".

Menyukai pekerjaan literasi & kopi | Suka buku filsafat, konseling dan Novel | Jika harus memilih 2 hal saat jenuh saya akan makan banyak dan traveling | Suka belajar hal yang baru | Saya suka berpikir random, demikian dalam menulis | Imajinatif | Saya suka menulis Puisi dan cerpen sejak SD, yang terkubur di dalam laptop | Bergabung menjadi kompasianer merupakan tantangan yang menyenangkan | Saya suka segala hal yang menantang | Cukup ya, terlalu banyak

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aku Pernah

8 November 2022   11:10 Diperbarui: 12 November 2022   09:05 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Desain Pribadi; Canva

Aku PernahBerdebat mempertahankan egoLalu pergi tanpa pamit
Dalam sengitnya pertengkaran
Berharap keadaannya akan baik-baik saja.


Aku pernah
Menangisi pertikaian tanpa ujung
Menyalahkan diri sendiri
Dalam panasnya amarah
Berharap dapat pembenaran dan belas kasihan berupa tawa puas
Seolah kau telah memaafkan aku.


Aku pernah
Luka separah-parahnya yang tak bisa kau lihat dengan mata
Saat kau terlalu sibuk menyalahkan pertemanan kita
Dalam diam aku meringis
Berharap luka yang kutanggung sembuh dengan sendirinya.


Kita Pernah
Saling mengeluh
Akibat keluh
Juga peluh
Kita saling tertawa
Beradu rasa
Juga raga


Tak pernah mengaku kalah
Dalam konflik yang menegangkan
Berharap cinta tumbuh tanpa disirami.


Aku pernah
Bermimpi untuk menjadi duta pedamaian
Saat aku tidak pernah mampu memperbaiki pergolakan batin kita berdua
Dalam tangis tak bersuara
Berharap dunia kita selalu ramah, tanpa kejahatan, pertikaian pun berdebatan.


Kita Pernah
Tertawa sepuas-puasnya bagaikan tak pernah terjadi masalah
Saling menertawakan tanpa rasa curiga
Lalu menarik diri kepada mengasihi diri
Bagaikan masalah besar baru saja terjadi.


Kita pernah
Terluka seluka-lukanya
Laksana tersayat sembilu dan tak mungkin sembuh
Ia membekas dan seolah-olah hidup
Lalu kita mencari serupa penawar
Berjalan bersama
Menggali memori tentang


Kita pernah saling menertawakan.
Iya, kita pernah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun