Mohon tunggu...
Elsa Mardianita
Elsa Mardianita Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

on lagi :D\r\n

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Buruh Jangan Bertingkah, Kalau Tidak...

27 Februari 2012   11:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:53 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Problematika buruh di Indonesia serasa tidak menemui ujung pangkalnya, perjuangan buruh dengan berbagai macam aksi dan demonstrasi untuk menyuarakan haknya pun kerap terjadi di seluruh pelosok Indonesia, munculnya SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) merupakan salah satu bentuk upaya memperjuangkan dan melindungi hak pekerja/buruh,

namun SPSI bukanlah wadah bertaring yang bisa merangkul nasib pilu seluruh pekerja/buruh, adanya tekanan beberapa perusahaan yang melarang buruh bergabung dengan wadah ini, ataupun masih banyaknya buruh yang tidak terasimilasi dalam SPSI, membuat banyak nasib buruh yang sampai hari ini, masih tetap menggelantung, tak tahu harus meminta perlindungan pada siapa.

Sebenarnya pemerintah telah mengatur hubungan antara pengusaha (pemberi kerja) dengan pekerja/buruh dengan mengeluarkan Undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang tentu saja ini bertujuan untuk mengatur hubungan industrial yang seimbang, dengan tidak merugikan salah satu pihak, tapi tentu saja, ada celah bagi pemberi kerja/pengusaha untuk meminimalisir pengeluaran dengan memberlakukan sistem perjanjian kerja batas waktu.

Banyak kasus pemutusan hubungan kerja(PHK) buruh yang tidak terblow-up media massa, kisahnya biasanya hanya bergulir lewat mulut kemulut, mereka yang ter-PHK tidak bisa menuntut karena hukum yang menaunginya sangat lemah, metode kontrak atau outsourching yang berjalan sekarang ini merupakan celah yang bisa membuat pemilik/pengelolah perusahaan berbuat semena-mena, terlepas alasan kinerja buruh yang dipandang kurang cekatan, alasan "kontrak tidak diperpanjang" dijadikan senjata untuk mem-PHK buruh yang dirasa banyak tingkah.

Seperti halnya pak Budi (nama disamarkan), beliau menjadi buruh di perusahaan dibidang perkebunan dan bekerja hampir lima tahun, keinginannya untuk memperbaiki kesejahteraan kehidupannya dengan memperoleh jamsostek, harus dibayar dengan pemutusan sepihak dari perusahaan, putusan yang pahit.

Padahal dalam UU no 13 th 2003 tersebut, jelas-jelas tertulis pada bab x pasal 99 ayat 1, bahwa setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosoal tenaga kerja, namun apa daya, karena perusahaan memakai hubungan kerja batas waktu, maka alasan klise, "kontrak tidak diperpanjang" membuat nasib Pak Budi menjadi terjepit.

Adanya main mata antara pengusaha dengan oknum disnaker setempat, menjadi bumbu pada kisah Pak Budi ini, ceritanya begini, awalnya Pak Budi ingin mengajak rekan sekerjanya yang masa kerjanya diatas 3 tahun, untuk demo menuntut hak agar didaftarkan sebagai anggota jamsostek, tapi banyak rekan yang menolak dengan alasan takut konsekuensinya jika perjuangan mereka gagal, mendapatkan tindakan diskriminatif atau dikeluarkan dari perusahaan, atau bisa saja menjadi Marsinah yang kesekian,

maka Pak Budi pun melaporkan perusahaan ke Disnaker, tiga hari kemudian pihak Disnaker datang meninjau lokasi dan bertemu dengan pemilik perusahaan, setelah itu tidak ada kabar apapun mengenai sanksi ke perusahaan atau adanya pemberian jamsostek, malah kabar pemberhentian Pak Budi yang terdengar setelah masa kontrak habis. Miris.

Kisah Pak Budi ini hanyalah secuil kisah nasib pilu buruh ditanah air, keinginan untuk mendapatkan kesejahteraan hidup minimal dapat bertahan ditengah tuntutan hidup yang semakin tinggi, harus dibungkam dengan kearoganan perusahaan yang hanya berorientasi pada keuntungan sebanyak-banyaknya, tanpa memperhatikan perasan keringat buruh yang bersumbangsih besar pada roda hidup perusahaan.

Buruh pun tidak memiliki banyak pilihan, tetap bertahan dengan kondisi yang sudah diatur perusahaan atau keluar, dan untuk medapatkan pekerjaan kembali pun sangat sulit, sedang diluar, banyak orang mengantri yang bisa menggantikan posisi mereka, serba dilematis.

Kondisi seperti ini juga menjadikan perusahaan diatas angin, membuat buruh tidak mampu bersuara, meski untuk menyuarakan haknya sekalipun, istilahnya jangan banyak tingkah, karena kalau tidak, siap-siap.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun