Dua hari yang lalu kebetulan saya duduk diruangan yang sama dengan seorang ibu-ibu berbadan tambun, memakai  seragam kerja, bermakeup tebal  ia sedang menerima telpon didepan saya.  Setelah mendengar dua patah kata dari si penelpon wajah ibu itu tiba- tiba berubah , menjadi tegang.
"Masya allah"
"Kenapa bisa begitu?"
"Ya sudah nanti ibu telpon orang rumah sakit!".
Segera ditutupnya telpon dengan mimik wajah tegang plus kesal. Usut punya usut ternyata si ibu-ibu itu menerima telpon dari anaknya. Anaknya itu baru mau masuk SMK (Sekolah Menengah Kejuruan).  Kata ibu itu setelah melakukan serangkaian tes untuk masuk SMK  jurusan Broadcasting anaknya dinyatakan buta warna. Padahal salah satu persyaratan untuk masuk sekolah jurusan Broadcasting  yaitu Tidak Buta Warna.Â
Tanpa aba-aba setelah menutup telpon dari anaknya,  ia langsung menelpon lagi. Karena ibu itu menelponnya  pas didepan muka saya, jelas sekali  rincian percakapan itu. Ibu itu langsung menghubungi entah siapa, yang pasti salah satu relasinya yang bekerja di rumah sakit daerah.  Ibu itu meminta tolong kepada relasinya tersebut untuk membuat hasil tes anaknya  Tidak  Buta Warna.
*****
Wali Kota Bandung periode 2013-2018 dan juga baru saja terpilih lagi menjadi Gubernur  Jawa Barat.Sudah banyak beliau mengantongi sederet penghargaan atas kepemimpinannya di Bandung. Ia seorang Arsitek, Politikus  Pemimpin dan terspesial bolehlah jika saya menyebut beliau seorang "Selebgram"  sebab  followersnya  lebih dari selebriti itu sendiri.Â
Seorang Arsitek, Politikus, Pemimpin dan Selebgram itu pada tanggal 11 Juli kemarin  mengunggah sebuah status di media sosial . Dalam status itu ia mengatakan bahwa anak perempuan semata wayangnya tidak bisa diterima  sekolah negeri yang diinginkan karena sistem zonasi. Anak semata wayang itu pada awalnya menangis tidak terima.  Akan tetapi  si bapak ini ingin memberikan pengertian kepada putri semata wayangnya  bahwa peraturan tetaplah peraturan yang harus dijalankan. Ia memikirkan jangka panjang. Yaitu nilai hidup apa yang akan menempel pada putrinya jika ia menggunakan jalan pintas agar anaknya tetap bisa bersekolah di tempat yang dia kehendaki.
******
Pada tahun 2006 tepatnya sebelas tahun  yang lalu ketika saya hendak mendaftar SMP (Sekolah Menengah Pertama) saya agak dag-dig -dug takut tidak lulus tes.  Karena dag- dig-dug saya mencoba bertanya dengan ibu saya, siapa tahu dia punya solusi jika saya tidak lulus.