Mohon tunggu...
Elsa Salsabila
Elsa Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Memiliki kepribadian yang periang dan hobi membaca manhwa

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pola Konsumsi Media dalam Kehidupan Sehari-hari

18 November 2024   15:55 Diperbarui: 18 November 2024   15:59 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pin.it/5x6WPUHpA

Media telah mengalami transformasi besar-besaran, dalam beberapa dekade terakhir. Dari era surat kabar yang mendominasi abad ke-19, radio yang mengubah cara penyebaran informasi di awal abad ke-20, hingga televisi yang membuat orang bisa melihat gambar bergerak langsung di rumah mereka di pertengahan abad ke-20. Pada era digital saat ini, kita menyaksikan perubahan yang memiliki banyak dampak karena hadirnya internet, smartphone, dan media sosial yang menggabungkan semua bentuk media tersebut ke dalam genggaman tangan tangan. Perkembangan ini merubah fundamental dalam cara manusia berkomunikasi, memperoleh informasi, dan berinteraksi dengan dunia sekitarnya. Dari masyarakat yang menunggu koran pagi untuk mendapatkan berita terbaru, kini hidup dalam dunia di mana informasi mengalir tanpa henti dalam hitungan detik.Marshal McLuhan mengatakan "We become what we behold, we shape our tools and thereafter our tools shape us" (kita membentuk alat-alat kita, lalu alat-alat itu membentuk kita). Sebuah kutipan yang benar-benar terjadi sekarang mengenai bagaimana media telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia saat ini. Dalam sudut pandang ekologi media, kita tidak hanya menggunakan media sebagai alat untuk perpanjangan panca indra manusia, tetapi hidup dalam “ekosistem media” yang di mana setiap platform dan device memiliki perannya masing-masing dalam membentuk perilaku, kebiasaan, dan cara kita memandang dunia.

Bagaimana Media Mengisi Hari-hari Kita
Pagi hari dimulai dengan ritual yang kini telah menjadi universal, seperti mengecek smartphone. Fenomena ini mencerminkan apa yang disebut Nicholas Carr dalam "The Shallows" sebagai ketergantungan kognitif terhadap teknologi digital. Internet telah mengubah tidak hanya apa yang kita baca dan bagaimana kita membaca, tetapi juga cara otak kita memproses informasi. Setiap pagi, kita disambut dengan banyaknya notifikasi pesan, dan berita. Neil Postman menyebut ini sebagai “Information-Action Ratio” atau situasi di mana kita kebanjiran informasi tapi bingung harus berbuat apa dengan informasi tersebut.

Memasuki siang hari, media yang kita gunakan bergeser ke platform yang lebih berorientasi pada produktivitas seperti laptop dan komputer kantor yang menjadi pusat aktivitas kerja kita. McLuhan menyebut fenomena ini sebagai "perpanjangan panca indra manusia," di mana teknologi menjadi perpanjangan dari kemampuan otak kita. Namun, seperti yang diingatkan Postman dalam "Amusing Ourselves to Death,” dibalik teknologi yang menawarkan banyak manfaat, ada harga yang harus dibayar (dampak negatif yang perlu diperhitungkan) seperti fragmentasi perhatian dan pendangkalan pemikiran.

Malam harinya kita mengkonsumsi media untuk hiburan dan relaksasi. Platform streaming seperti Netflix dan Disney+ telah mengubah bagaimana cara kita mengonsumsi konten hiburan. Ini menegaskan prediksi McLuhan tentang "Global Village" di mana batasan ruang dan waktu menjadi semakin kabur dalam konsumsi media. Seperti yang dikhawatirkan Naomi Baron dalam "Always On," kemudahan akses ini juga membawa risiko isolasi sosial dan perubahan fundamental dalam cara kita berinteraksi dengan sesama.

Dampak pada Kehidupan Sosial dan Kognitif

Pola konsumsi media yang berlapis-lapis membawa dampak besar pada cara kita berpikir dan berinteraksi. Lance Strate dalam "Media Ecology" menekankan bahwa setiap media menciptakan lingkungan yang mempengaruhi persepsi dan perilaku penggunanya. Smartphone, misalnya, telah mengubah ekspektasi kita tentang ketersediaan informasi dan kecepatan komunikasi. Perubahan ini tidak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga mengubah etiket sosial dan norma pergaulan, seperti munculnya fenomena "phubbing" (phone snubbing) kebiasaan mengabaikan orang di sekitar karena terlalu fokus pada smartphone.

Media sosial juga membawa dampak dengan menciptakan fenomena "FOMO" (Fear of Missing Out) ketakutan akan ketinggalan informasi atau momen penting. Kondisi ini mendorong orang untuk terus-menerus mengecek media sosial mereka, menciptakan siklus ketergantungan yang sulit diputus. Seperti yang dijelaskan oleh Sherry Turkle dalam bukunya "Alone Together", kita menjadi "terhubung tapi kesepian" selalu online tetapi kehilangan koneksi mendalam dengan orang-orang di sekitar kita.

Neil Postman memperingatkan tentang bahaya "Amusing Ourselves to Death" situasi di mana hiburan menjadi kerangka utama dalam memahami realitas. Fenomena ini semakin relevan di era media sosial, di mana bahkan informasi serius sering dikemas dalam format menghibur. Nicholas Carr menambahkan bahwa kemampuan untuk fokus dan melakukan pemikiran mendalam menjadi semakin berkurang karena bombardir stimulus digital yang terus-menerus.

Kesimpulan

Pola konsumsi media telah berevolusi jauh dari era media tradisional. Di era digital ini, kita perlu lebih bijak dalam menggunakan media. Seperti yang dikatakan McLuhan, media memang menjadi perpanjangan indra manusia, tapi kita tidak boleh membiarkan teknologi mengendalikan hidup kita. Kuncinya adalah menemukan keseimbangan dan memanfaatkan kemudahan teknologi sambil tetap menjaga kemampuan berfikir kritis dan mempertahankan hubungan sosial. Sebagai pengguna media, kita juga harus memiliki kendali atas bagaimana teknologi mempengaruhi hidup kita. Mengkonsumsi media yang sehat dan berkelanjutan akan memperkaya, bukan memiskinkan, pengalaman hidup kita sebagai manusia.

Referensi
McLuhan, M. (1994). Understanding media: The extensions of man. MIT press.
Postman, Neil. (2005). Amusing Ourselves to Death: Public Discourse in the Age of Show Business. New York; Penguin.
Baron, N. S. (2008). Always on: Language in an online and mobile world. Oxford University Press.
Carr, N. (2010). What the Internet is doing to our brains. Raodshow.
Strate, L. (2017). Media ecology: An approach to understanding the human condition.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun