Mohon tunggu...
Wulan Rahmadani
Wulan Rahmadani Mohon Tunggu... -

menyejarah melalui kata.. menjadi insan bermakna.. ^_^

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku dan Komitmen [Part 1]

9 Mei 2013   12:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:51 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13680780271493843079

“Ya, siapa lagi yang mau maju ke depan?? Ah, gimana kalau ketuanya aja?! Ayo pak ketua, tunjukkan kejantananmu.. Hahaha wuhuuu!”

Seketika pecah suara penonton malam itu. Diiringi dengan sorak dan tepuk tangan yang semakin keras, seorang laki-laki bertubuh tegap berdiri dari tempatnya, dan berjalan perlahan ke arah pembawa acara.

***

[caption id="attachment_242474" align="aligncenter" width="400" caption="pict source: keabadianku.blogspot.com"][/caption]

***

Malam itu, pukul 23.15 WIB kira-kira, sedang berlangsung sebuah rangkaian acara LDK yang diselenggarakan oleh organisasi mahasiswa yang aku ikuti. Bertempat di Puncak, suasana malam itu dirasa begitu hangat. Saling lempar tawa, canda, senyum, salam, sapa, ah kebahagiaan sekali malam itu bagi yang menikmatinya. Bisa dikatakan aku termasuk penikmat serangkaian acara itu. Acara yang konyol tapi lucu, tapi berkesan. Ya, berkesan. Darimana berkesannya? Hmm kau akan tahu setelah kau baca tulisan ini hingga selesai ^_^v

***

Dalam acara malam itu, kami semua dipersilahkan duduk diatas tanah lapang membentuk satu lingkaran besar. Ditengah-tengah kami, panitia rupanya telah menyiapkan lilin-lilin yang disusun sedemikian rupa hingga membentuk sebuah hati yang utuh. Lilin berbentuk hati tadi, dihiasi dengan dua pembicara manis ditengahnya. Ya, tak lain tak bukan mereka adalah si pembawa acara.

***

Pukul 23.15 WIB malam itu, setengah acara telah berlangsung. Acara yang kukatakan berkesan tadi ada dibagian ini. Dengan dalih menghangatkan dan mengakrabkan suasana di malam yang dingin, serta untuk membubuhi ‘hiasan’ untuk lilin-lilin berbentuk hati yang telah disusun tadi, pembawa acara meminta kepada beberapa kakak tingkat untuk masuk ke tengah-tengah lilin hati tadi dan berdiri bersama mereka.

Ada dua kakak tingkat yang maju pada saat itu dan kedua-duanya adalah lelaki. Tak disangka, pembawa acara meminta mereka untuk menyatakan perasaan cinta kepada wanita pilihan mereka saat itu juga, didepan kami semua. Sontak,  riuh rendah suara penonton menjadi-jadi. Terlebih ketika akhirnya mereka menuruti perintah pembawa acara dan menyebutkan nama wanita pilihan mereka lalu kemudian meminta si wanita untuk maju, bergabung berdiri bersama mereka. Haha, ini seru! Begitu fikirku. Respon dari si wanita dan gerak-gerik yang mereka lakukan juga sangat menjadi perhatian kami sebagai penonton malam itu, dan tentu saja semakin menambah sorak suara kami, semakin malam, semakin keras, semakin seru! Hahaa..

***

Kejadian seperti itu berlangsung cukup lama hingga sesi pernyataan cinta kakak tingkat kami selesai. Dan, sesuatu yang sepertinya diluar skenario pun terjadi. Ya, ketika akhirnya sang pembawa acara meminta ketua dari angkatan kami untuk maju, dan melakukan hal yang sama. Menyebutkan nama wanita pilihan, lalu kemudian menyatakan perasaan kepada wanita itu. Awalnya ia menolak, tapi lama kelamaan akhirnya ia mau. Ia berdiri dan menghampiri kedua pembawa acara tersebut.

***

Sekilas kudapati kesan yang baik dari ketua angkatan kami ini. Ia bertubuh tegap, berkulit putih, yah sebelas dua belaslah dengan bentuk-bentuk tubuh angkatan militer. Ia juga memiliki soft skill yang bagus, itulah mengapa ia dipilih menjadi ketua angkatan. Ia adalah tipe orang berwajah serius dan terlihat belum pernah bermain-main dengan yang berbau-bau ‘asmara’. Hmm pantas saja, menarik sekali rasanya jika ia diminta untuk menyatakan perasaannya kepada wanita. Siapapun yang ada disana malam itu tentu penasaran. Termasuk aku. “Siapa wanita beruntung yang bisa meluluhkan hati manusia seperti ini?” begitu kira-kira fikirku dan mungkin teman-temanku saat itu.

***

Sang ketua angkatan telah berdiri dengan gagah ditengah-tengah kami, bersiap menuruti perintah si dua pembawa acara. Perintah pertama, menyebutkan nama wanita pilihan. Riuh rendah penonton masih terdengar. Aku dan teman-temanku sibuk saling meledek. Iya, meledek satu sama lain seolah-olah salah satu dari kami telah menjadi pilihan sang ketua angkatan. Di lain sisi, pembawa acara masih berusaha membujuk agar nama seorang wanita segera keluar dari mulut ketua angkatan kami. Hihii, terlihat sekali ketua angkatan kami malu-malu, karena kulihat ia berkali-kali menundukkan wajahnya.

Tak lama, dengan bujukan terakhir dari si pembawa acara akhirnya sang ketua angkatan mengeluarkan suaranya. Namun, sebelum itu ia berbisik sedikit kepada salah satu pembawa acara. Kemudian berkata, “maaf, kalau namanya mungkin saya belum tau. Bagaimana?”

Dijawab oleh salah satu pembawa acara, “Oh oke nggak apa apa, tapi kalo mukanya pasti tau dong. Masa suka tapi ngga tau mukanya Hehee.. Ditunjuk aja orangnya..”

Sang ketua melihat sekeliling, mencari posisi dimana wanita pilihannya duduk. Kemudian..

“Itu, itu yang itu..” Kata sang ketua sambil menunjuk-nunjuk kearah dimana aku dan teman-temanku duduk.

Aku dan teman-temanku yang sedari tadi masih sibuk ledek-ledekkan tiba-tiba diam. Kenapa harus menunjuk ke arah kami?

“Yang mana?” Tanya pembawa acara.

“Itu yang pakai kerudung.. disitu..”

“Lah itu semuanya pakai kerudung, Mas. Yang mana hayoo??”

Sang ketua masih berusaha mengarahkan pandangan kedua pembawa acara ke arah wanita yang ia pilih. Ia masih menunjuk-nunjuk kearah kami, hmm sepertinya wanita itu adalah salah satu dari kami. Siapa yaa?

Tak kunjung selesai dengan acara tunjuk-menunjuknya, akhirnya salah satu pembawa acara berjalan ke arah kami. Menunjuk satu persatu dari kami dan menanyakannya kepada ketua.

“Yang ini?” Menunjuk ke arah Listya, posisi kedua dari sebelah kiriku.

“Bukan.”

“Yang ini?” Menunjuk ke arah Sari, yang duduk persis di sebelah kiriku.

“Bukan.”

“Yang ini?” Menunjuk ke arah ku.

“Bukan.” Hmm.. Alhamdulillah, gumamku.

“Yang ini?” Menunjuk ke arah Shanti, di sebelah kananku.

“Bukan.”

“Loh yang mana dong?” Tanya pembawa acara bingung.

“Yang ini?” Tanya pembawa acara belum menyerah, menunjuk kearah Desi, dua posisi di sebelah kananku.

“Bukan. Itu ke sebelah kirinya lagi.”

“Yang ini?” Kembali menunjuk Shanti. Hihii aku dan teman-temanku telah bersiap-siap meledek Shanti hahaa..

Sang ketua terlihat memperhatikan betul-betul satu persatu dari kami. Ia terlihat sedikit kebingungan. Mungkin karena saat itu gelap, jadi agak kurang jelas dalam melihat.

“Bukan. Oh yang itu, yang disebelahnya lagi.”

“Yang ini?” Menunjuk kearahku.

“Iyaa..!”

Hah? Seperti menelan bakso isi cabe bulat-bulat rasanya. Kenapa harus aku? Tak salah? Kenapa bisa? Aku tak begitu mengenalnya, aku tak pernah sekelompok dan satu divisi dengannya. Kenapa aku?

“Hahaaa akhirnyaa.. Rahmiii, ayooo majuu ke depaannn..!” Teriak si pembawa acara bernada meledekku. Kebetulan pembawa acara itu temanku juga. Teman-teman disebelahku, puas meledekku habis-habisan malam itu.

“Laahh kok aku? salah orang kalii, Yan..” kataku ke Adrian, temanku si pembawa acara.

“Yang ini kan bener?” tanya Adrian kepada ketua meyakinkan.

“Iya, yang itu.” Jawab sang ketua sambil menatapku, tersenyum melihat gerak-gerikku.

Ternyata tak hanya teman-teman disebelahku yang meledekku, teman yang lain pun semakin keras meneriakkan kata “Ciiiieeee” juga meneriakkan namaku.

Aku masih kekeuh untuk duduk ditempatku. Tak mau maju kedepan, berdiri bersama mereka. Aku malu. Namun Adrian menggamit tanganku, menarikku pelan untuk maju kedepan, ketengah-tengah. Masuk kedalam lilin hati itu. Hmm mimpi apa aku semalam??

Dengan agak ogak-ogahan, aku berdiri dan mengikuti Adrian. Sekarang, aku telah berada di tengah-tengah lilin hati itu. Sang ketua memposisikan diri berdiri di sebelahku. Aku masih berfikir, kenapa aku?? Sorak suara penonton semakin keras.

“Oke langsung aja yaa, kita dengarkan pernyataan cinta dari ketua angkatan kita..! Ciieee Rahmii hahahaa..” Ledek Rini, pembawa acara satunya. Ia juga temanku.

“Oke, hmm gini...” kata pembuka dari sang ketua.

“Teman-teman, tolong tenang yaa..” Suasana masih riuh, Adrian dan Rini selaku pembawa acara berusaha meredakan suasana. Tak lama, suasana menjadi sepi. Semua perhatian menjadi kearah kami. Sang ketua, Adrian, Rini, dan aku.

“Hmm teman-teman semua, mungkin jika dikatakan ini adalah pernyataan cinta, kurang tepat yaa.. Karena saya juga belum tahu apakah ini cinta atau bukan. Tapi yang jelas, saya kagum dengan wanita di sebelah saya ini. Saya kagum dengan sifat dan sikapnya. Sekali lagi, saya hanya kagum dan yah bisa dikatakan saya menyukai sifatnya. Menurut saya, wanita itu seharusnya seperti ini (menunjuk ke saya). Dan jika diperbolehkan, saya ingin lebih dekat dengannya.”

“Ciiiieeeeee.. Ihiiiirrrr.. suit suiiiitttt..” beragam bentuk ledekan harus aku terima, tak terkecuali dari si kedua pembawa acara. Suasana ramai kembali.  Suasana riuh kembali.

Sang ketua berjalan sedikit kesamping, memilih salah satu lilin, mengambilnya, lalu kembali berdiri di sebelahku. Apa yang akan dilakukannya? Dan ternyata..

“Itu lilin untuk apa?” tanya Adrian.

Tak menjawab, sang ketua hanya memutar badan 90 derajat menghadapku, dan memberikan lilin itu kepadaku.

Aku diam. Aku bingung. ini maksudnya apa? Fikirku.

“Ini maksudnya apa?” tanyaku.

Ia hanya tersenyum disertai dengan mimik yang berusaha meyakinkanku untuk mengambil lilinnya. Karena sebelumnya ia katakan ini bukan pernyataan cinta, baiklah, kuterima lilin itu. Tak heran, sorak suara semakin tak karuan. Riuh renyah berisik mengisi malam itu.

Kemudian ia menjelaskan, “diawal saya sudah mengatakan, ini bukan pernyataan cinta. Ini hanya simbolis bahwa saya ingin mengenalnya lebih dekat.”

Suasana semakin ramai.

“Hahaaa dann itulah yang terjadi malam ini teman-temann. Tak disangkaa, ketua angkatan kita ternyata udah punya inceran disini yaa..” kata Rini kembali berusaha meredakan suasana. Bukan malah semakin reda, tapi justru semakin riuh.

Ditengah suasana seperti itu, aku masih tak bisa memberikan statement apa-apa. Aku masih malu bercampur bingung. Hmm.. Ternyata wanita itu aku.

#bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun