Mohon tunggu...
Fitri Syayidah Elok Faiqoh
Fitri Syayidah Elok Faiqoh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wife, Mom, Writer

Be Your Self

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

KDRT Pernikahan Dini

29 September 2018   19:39 Diperbarui: 29 September 2018   19:44 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berawal dari saling mengenal dilanjut jalan bareng akhirnya menjalin hubungan pun sudah menjadi fitrah manusia yang saling menyukai. namun naas jika hubungan yang awalnya dirasa manis malah menjadi berujung pahit. 

Tidak sengaja mendengar cerita tentang KDRT yang saya dapat dari berita, maupun cerita langsung dari orang-orang yang nimbrung cerita ini itu.

Memang awal mengenal sangatlah manis, gombalan saling berlontar, makan di luar walau di warung sederhana terasa makan di restaurant mewah, waktu yang dihabiskan berlibur bersama serasa singkat, walaupun waktu yang dihabiskan tidak sedikit.

Setelah lebih mengenal jauh pun menikah, resepsi di gelar megah, walaupun toh dana yang di dapat untuk pernikahan impian dihasilkan dari berhutang, dengan alasan "ntar kan kita malu sama teman-teman kalau resepsinya sederhana, alias nggak waw" 

Sebagian pasangan ada yang bergengsi, ada yang dikonsep dengan sederhana. Beberapa alasan yang terungkap.

Saya pun jadi penasaran, akhirnya bertanya pada orang tua saya, "pak buk kalau saya nikah ntar resepsinya gimana", jawabannya " ya yang sederhana saja". Sebelum saya bertanya, saya masih mengingat bahwa komitmen dalam hubungan juga diperlukan, apalagi kalau menikah di usia dini, sisi emosional kadang juga masih terlalu dini.

Saya yang sekarang usianya 20 tahun saja, emosional saya kadang masih belum terkontrol pasti, masih perlu belajar dan belajar lagi, agar kematangan berfikir di dapatkan (berkaca diri).

Edukasi pra nikah juga mestinya di dapatkan sebelum menikah, dari pasangan berkomitmen, hubungan kedepannya setelah menikah mestinya harus difikir secara matang, menikah bukan karena cinta semata, tapi menikah juga ibadah yang sesungguhnya.

Saya sempat bertanya dengan teman saya yang sudah menikah, "setelah menikah gimana rasanya" merekapun tidak langsung menjawab, senyum malu-malu, tidak ingin memaksa akhirnya saya bertanya soal lain untuk mengalihkan pertanyaan tadi.

Karena masih penasaran, akhirnya saya bertanya ke ibu saya, "bu.. nikah itu.." sebelum pertanyaan tuntas, ibu saya balik nanya "kamu mau nikah muda tah" saya tersentak diam takut ibu saya marah, ttapi ibu tidak marah begitu saja, "nduk (bahasa jawa untuk anak perempuan) menikah itu tidak hanya semata-mata saling suka, kudu ada komitmen di awalnya, ya memang awalnya dirasa manis

Tapi akan berbeda kalau sudah berumah tangga alias menikah, saat kita memutuskan untuk menikah disitulah awal kehidupan yang sesungguhnya, kalo kamu menikah sekarang apa ya bisa bina rumah tangga? nggak semudah itu nduk.. ibu saja yang menikah udah dapat banyak tahun masih saja kadang ada ini itu kok, coba lihat bapak sama ibu, kamu juga anak pertama, pasti tau praharanya, belajar dulu ya, slesaikan kuliahmu." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun