Mohon tunggu...
Elnoerhayati Syamer
Elnoerhayati Syamer Mohon Tunggu... -

Lagi Belajar nulis ney....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

" Beda "

26 November 2010   08:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:17 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BEDA

Dalam pekan ini tanpa diminta penglihatan dan pendengar saya secara tidak sengaja dihadapkan pada beberapa fenomena disekitar yang tersiar melalui berbagai macam bentuk media. Televisi, radio dan internet, belum lagi diskusi-diskusi kecil berkaitan hal tersebut yang kadang terselip ketika mengobrol dengan teman-teman ditengah makan siang.

Dari cuplikan berita-berita mengenai sidang perdana kasus asusila yang pelakunya merupakan penyanyi terkenal Indonesia (Ariel), saya tercenung melihat lumayan banyak orang-orang yang menyanyikan lagu berjudul “walau habis terang” yang dibawakan dengan hikmad di luar gedung pengadilan Bandung, lagu tersebut mereka persembahan kepada “Ariel” vokalis Peterpan sebagai bentuk dukungan moril yang sedang menjalani sidang perdana, spanduk 'Bebaskan Ariel, Tegakkan Keadilan'turut mewarnai aksi paduan suara para fans kekasih Luna Maya itu. Mereka juga sempat melaksanakan doa bersama untuk Ariel di Rutan Kelas I Bandung Kebun Waru sebelum persidangan dimulai.

Tidak mau ketinggalan dengan penggemar Peterpan, beberapa ormas yang merasa geram dengan perbuatan cabul Ariel yang terekspos media tempo lalu, turut hadir dalam persidangan tersebut. Tidak lama setelah keluar dari ruang pengadilan, massa yang berdemo mencoba menghadang Ariel di depan pintu pengadilan, salah seorang dari mereka yang berada dalam barisan berseragamFront Umat Islam dan LSM Hajar berteriak"Biadab lo Riel, Goblok lo Riel".Merekamenuntut agar persidangan Ariel digelar secara terbuka dan spanduk yang terbentang dalam barisan inibertuliskan "Selamatkan Generasi Muda Bangsa Indonesia dari Bahaya Laten Pornografi dan Pornoaksi".

Sebagai orang yang menjadi sasaran dari sajian-sajian infotaiment dan banyak jenis berita lainya, otakku seolah ikut-ikutan membentuk peta tentang berbagai macam yang terjadi disekeliling. Menyaksikan sidang perdana Ariel dengan iringan lagu yang dibawa oleh para fansnya sebagai dukungan moril terhadap sang idola ditambah juga iringan teriakan para pendemo yang geram dengan kelakuan cabul Ariel yang terekpos media, aku berkesimpulan bahwa apapun yang berjalan dimuka bumi ini dari dulu hingga sekarang adalah dua sisi yang saling berbeda dan berseberangan.

Ada yang mencela dan menghujat perilaku Ariel yang jelas-jelas asusila, ada juga yang tetap merasa simpatik dan memberi dukungan moril terhadapnya. Masing-masing pihak memang punya alasan sendiri dengan reaksinya.

Selanjutnya, masih ingat dengan ucapan Gayus Tambunan, pelaku mafia pajak yang merugikan Negara sampai triliyunan rupiah, dia pernah berkata “tolong saya jangan dimiskinkan, kasihan anak dan istri saya”. Bagi saya pernyataan tersebut adalah cermin dari ketidak konsistenan antara “keinginan dengan perbuatan”. Memang siapapun orang di jagad raya ini tidak ada yang ingin miskin apalagi “dimiskinkan”.

Kata dimiskinkan berarti memiliki makna pasif, kondisi yang dibentuk agar seseorang menjadi miskin, mau tidak mau, suka tidak suka. Dalam hal ini Gayus tidak menyadari bahwa beberapa kata yang keluar dari lidahnya itu adalah sebuah kalimat yang telah lebih dulu dia lakukan terhadap Negara, tepatnya, Gayus telah lebih dulu memiskinkan Negara sebelum Negara itu berniat memiskinkannya.

Tidak ada kaitannya memang antara kasus Ariel dengan Kasus Gayus yang saya tulis ini. Tapi coba amati, disidang perdana kasus Ariel kita menemui dua pemandangan berbeda yang saling bertolakbelakang, ada massa yang mencaci-maki Ariel, menuntut agar penyanyi itu dihukum, ada juga massa yang tetap dan terus memuja sang idola dengan memberi dukungan moril. Sedangkan pada kasus mafia pajak, Gayus Tambunan, terlihat bahwa apa yang diinginkan Gayus kalau dirinya jangan “dimiskinkan” sangat berbeda dengan perbuatan yang dilakukannya dulu ketika belum banyak orang mengetahuinya “memiskinkan Negara” dan berbeda dengan keinginannya agar jangan dimiskinkan.

Ini hanya kesimpulan saya, bahwa apapun yang terjadi di muka bumi berjalan bersama perbedaan dan karena perbedaan. Dari perbedaan itulah lahir sebuah cerita dan fenomena. Seperti guratan warna-warni yang terbentang di atas kanvas, beda warna tapi menjadi menciptakan keindahan.

Perbedaan itu adalah Rahmat?, saya meyakini ini karena jelas-jelas memang ada dasar pijakannya dalam ajaran agama saya. Tapi bagaimana dengan perbedaan-perbedaan yang banyak terjadi disekeliling kita, seperti pada pemandangan kasus Ariel, apakah itu rahmat? dan bagaimana dengan kasus Gayus apa juga rahmat? lalu untuk siapa rahmat itu?, indahkan perbedaan-perbedaan itu?

Saya hanya berharap semoga segala macam kenyataan dan fenomena yang lahir karena perbedaan dan berjalan karena perbedaan sedikitnya tetap bisa menjadi rahmat bagi orang-orang yang mau berfikir dan mengambil pelajaran serta hikmah dari semua kejadiannya di hadapan kita. Sehingga ketika kita semua nanti ada dalam sebuah perbedaan, jadikanlah itu sebagai rahmat dan keindahan.

= dari saya =

Ada banyak kegelisahan sebenarnya ketika menyaksikan fenomena disekeliling, inginnya semua ditulis untuk mencairkan gelisah itu, tapi kemampuan menuangkan apa yang dirasa sangat minim, jadi sekarang lagi belajar ney…,. Buat yang kasih koment, thanks b4. Buatq tulisan ini sebenarnya kurang bagus tapi sedikit banggalah karena ini hasil karya sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun