I.Pendahuluan
Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah khalifah pertama penerus kepemimpinan Nabi Muhammad Saw. ia dilahirkan di kota Mekah dari keturunan Bani Tamim (Attamimi), sub-suku bangsa Quraisy. Hidup antara tahun 573-22 Jumadilakhir 13/23 Agustus 634, dan termasuk di antara sahabat-sahabat yang pertama masuk Islam. Nama kecilnya adalah Abdul Kabah. Pada masa kecilnya Abu Bakar adalah sosok yang sangat baik, jujur, sabar dan lemah lembut. Dampak dari sifat-sifat yang mulia dan tata kramanya yang sopan itu membuat ia disenangidalam masyarakat. Ia bersahabat dengan Rasulullah Saw. sejak keduanya masih remaja.
Abu Bakar merupakan sahabat Nabi yang memiliki kepribadian yang sangat baik. Kepribadian yang dimaksudkan dapat dilihat dari catatan beberapa sejarawan Islam bahwa ia adalah seorang pedagang, hakim dengan kedudukan tinggi, seorang yang terpelajar, serta dipercaya sebagai orang yang bisa menafsirkan mimpi. Hal ini dapat dilihat ketika Abu Bakar dewasa, ia mencari nafkah sendiri dengan jalan berdagang. Sebagai pedagang, ia dikenal jujur, berhati suci, dan sangat dermawan. Selain itu, Abu Bakar dikenal mahir dalam ilmu nasab (pengetahuan mengenai silsilah keturunan) bahkan dapat mengetahui ketinggian dan kerendahan derajat masing-masing dalam bangsa Arab, terlebih lagi suku-suku Quraisy. Hasilnya dapat dilihat betapa hormat dan cintanya masyarakat Arab di suku Quraisy terhadap Abu Bakar.
Kepercayaan masyarakat bangsa Arab di masa jahiliyah adalah masih mempercayai agama yang dibawa oleh nenek moyang mereka. Kepercayaan yang dimaksudkan dapat dilihat dari apa yang mereka sembah, seperti menyembah berhala atau arca yang terbuat dari batu dan menyembah yang lainnya. Namun pada umumnya masyarakat Arab khususnya suku Quraisy, tetap memuliakan dan beribadah di ka’bah. Abu Bakar memandang bahwa penyembahan berhala atau arcaadalah suatu kebodohan. Ketika agama Islam datang ia dengan mudah meyakini ajaran-ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw. karena sejak muda ia sudah mengenal keagungannya.Setelah masuk Islam ia menumpahkan seluruh perhatiannya untuk mengembangkan Islam.
Proses pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah pertama merupakan suatu proses dalam menentukan pengganti Rasulullah Saw. yang nantinya akan menjadi pemimpin umat Islam dan ini dilaksanakan ketika setelah Rasulullah Saw. wafat tahun 632. Dilihat dari aktivitas dalam proses pengangkatan tersebut terjadi perbedaan pendapat antara kaum Muhajirin dan Anshar tentang siapa yang pantas menjadi khalifah pengganti Rasulullah Saw. Salah satu faktor yang menyebabkan mereka berbeda pendapat adalah setiap kaum tersebut menginginkan sama-sama diangkat seorang pemimpin. Tetapi akhirnya Abu Bakar yang menjadi khalifah pengganti Rasulullah Saw. Menurut Emirullah Kandu di dalam bukunya, ada faktor utama yang mendasari terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah yaitu, ia berasal dari kaum Quraisy dan ketokohan pribadinya yang merupakan orang pertama memeluk Islam dan ia adalah satu-satunya sahabat yang menemani Rasulullah Saw. berhijrah dari Mekah ke Madinah.
Riset tentang kehidupan keagamaan pada masa Abu Bakar As-Siddiq menarik diangkat karena selain kita dapat mengetahui sifatnya yang mulia dan keberaniannya dalam mengembangkan dan menyebarkan ajaran Islam bersama Nabi Muhammad Saw., kita juga dapat mengetahui bahwa dalam proses pengangkatan Abu Bakar terjadi perbedaan pendapat antar kaum, tetapi dengan kebijaksaannya masalah tersebut dapat diatasi. Begitupula dengan perbedaan respon dan sikap para sahabat terhadap pengangkatannya. Karena dengan sikap yang bijaksana tersebut Abu Bakar diangkat menjadi khalifah yang pertama dan meneruskan kepemimpinan Rasulullah Saw. sebagai pemimpin kaum muslimin yang menegakkan agama Islam.
Berdasarkan fakta yang telah diuraikan di atas, terdapat suatu permasalahan pokok yang sangat menarik untuk dikaji, yakni bagaimana kehidupan keagamaan pada masa Abu Bakar As-Siddiq ? untuk menjawab pertanyaan tersebut, tulisan ini akan menitik beratkan pada pembahasan pada tiga persoalan utama, yaitu; pertama,bagaimana kehidupan Abu Bakar As-Siddiq di masa Jahiliyah dan Islam ?. Kedua, bagaimana proses pengangkatan Abu Bakar As-Siddiq ?. Dan yang ketiga, bagaimana sikap dan respon para sahabat terhadap pengangkatan Abu Bakar As-Siddiq sebagai khalifah pertama ?.Untuk lebih jelasnya langsung saja penulis menguraikan hal-hal yang menarik tersebut kedalam sebuah pembahasan.
II.Kehidupan Abu Bakar di Masa Jahiliyah maupun Islam
Abu Bakar adalah khalifah pertama penerus kepemimpinan Nabi Muhammad Saw. beliau hidup antara tahun 573-22 Jumadilakhir 13/23 Agustus 634, dan termasuk di antara sahabat yang pertama masuk Islam. Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Abi Kuhafah At-Tamimi. Nama kecilnya adalah Abdul Kabah. Alasan nama ini diberikan kepadanya karena sebagai realisasi nazar ibunya sewaktu mengandungnya. Kemudian nama itu diganti oleh Nabi Muhammad Saw. menjadi Abdullah. Ayahnya bernama Utsman (juga disebut Abi Kuhafah) bin Amir bin Amr bin Sa’d bin Taim bin Murra bin Ka’ab bin Lu’ayy bin Thalib bin Fihr bin Nadr bin Malik. Sedangkan ibunya bernama Ummu Khair Salma Binti Sakhr yang berasal dari keturunan Quraisy. Garis keturunan ayah dan ibunya bertemu di Taim bin Murra. Kedua orangtuanyaberasal dari suku Taim yaitu suku yang melahirkan banyak tokoh terhormat.
Sejak kecil, Abu Bakar As-Siddiqadalah seorang anak yang dikenal sebagai anak yang baik, sabar, jujur dan lemah lembut. Sifat-sifat yang mulia itu dapat dilihat dari masyarakat yang senang bergaul dengannya. Terdapat faktor mengapa masyarakat senang dengan kepribadiannya, yaitu: pertama, beliau hidup layaknya seperti anak-anak lainnya di kota Mekah; kedua, Ia menjadi sahabat baik Nabi Muhammad Saw. sejak keduanya masih remaja; ketiga, Setelah dewasa, ia mencari nafkah sendiri dengan jalan berdagang pakaian dengan kepribadiannya yang jujur dan ramah. Itu berarti masyarakat Arab senang dengan kepribadian beliau. Dalam usia dewasa ia kawin dengan Qutailah bint Abdul Uzza. Dari perkawinan ini lahir Abdulllah dan Asma’ (Zatun-Ni-taqain). Sesudah dengan Qutailah ia kawin lagi dengan Umm Rauman bint Amr bin Uwaimir. Dari perkawinan ini lahir pula Abdur-Rahman dan Aisyah. Kemudian di Madinah ia kawin dengan Habibah bint Kharijah, setelah itu dengan Asma’bint Umais yang melahirkan Muhammad.
Di masa Jahiliyah Abu Bakar adalah seorang saudagar terkenal di kota, di mana para saudagar adalah penguasa. Ia berusia 38 tahun tetapi sudah menjadi kepala suku dan mempunyai kekuasaan serta pengaruh besar terhadap orang Quraisy secara keseluruhan. Diriwayatkan bahwa ia adalah orang yang sangat banyak tahu tentang silsilah Quraisy dan suku Arab lainnya, serta nenek moyang pertautan darah antar mereka. Alasan terpilihnya Abu Bakar menjadi kepala suku karena beliau adalah laki-laki yang akrab dikalangan masyarakat, disukai karena ia serba mudah, ia dari keluarga Quraisy yang paling dekat dan paling banyak mengetahui seluk beluk kabilah itu yang baik dan yang jahat. Selain itu ia seorang pedagang dengan perangai yang sudah cukup terkenal.
Selain itu, Abu Bakar adalah seorang pemikir Mekah yang memandang bahwa menyembah berhala itu suatu kebodohan dan kepalsuan belaka karena di masa itu masyarakat Arab banyak yang menyembah berhala. Dengan cara yang diterapkan seperti itu, sehingga membuat masyarakat Arab dikatakan sebagai masyarakat yang jahiliyah atau ketidaktahuan akan petunjuk dari Tuhan atau disebut juga masa kebodohan. Alasan mengapa hal ini bisa terjadi karena mereka belum memahami tentang ajaran-ajaran yang baik. Dampak dari masyarakat arab yang jahiliyah ini, masyarakatnya dalam tindakan atau perbuatannya tidak adanya rasa tanggung jawab serta toleransi yang terjadi atau terbangun antara satu suku dengan suku yang lainnya. Sehingga peran Abu Bakar sangat penting di kalangan masyarakat untuk memberi pahaman kepada mereka agar menyembah Allah Swt. dan mengikuti ajaran Islam.
Abu Bakar adalah orang yang pertama masuk Islam dari kalangan tua. Pada saat Abu Bakar masuk islam beliau diberi nama Abdullah kuniyah atau Abu Bakar pemagi, karena dari pagi-pagi betul beliau telah masuk islam, dan gelarnya as-shiddiq atau yang amat membenarkan. Alasan mengapa beliau diberi gelar as-shiddiq, karena amat sangat membenarkan Rasulullah Saw. dalam berbagai macam peristiwa, yakni peristiwa isra’ mi’raj, beliau adalah orang pertama yang mempercayai peristiwa itu.
Di Masa Jahiliyah Abu Bakar adalah seorang pedagang kain dan usahanya cukup berhasil di masa itu. Sebagai pedagang, ia dikenal jujur, berhati suci, dan sangat dermawan. Di dalam keberhasilannya dalam perdagangannya Abu Bakar mungkin saja disebabkan oleh pribadi dan wataknya. Berpewatakan kurus, putih, dengan sepanjang bahu yang kecil dan muka lancip dengan mata yang cekung disertai dahi yang agak menonjol dan urat-urat tangan yang tampak jelas, begitulah dilukiskan oleh putrinya, Aisyah Ummulmukminin. Setelah masuk Islam perhatiannya di bagi untuk menyiarkan ajaran-ajaran Islam bersama Rsulullah Saw. dan para sahabat. Hasilnya dapat dilihat dari usahanya, beliau mendapat hasil yang baik, banyak pahlawan-pahlawan yang menganut agama islam atas usaha dan seruan Abu Bakar.
Di Masa Jahiliyah maupun Islam Abu Bakar merupakan sosok yang tidak pernah meminum khamr. Aisyah menyebutkan bahwa ia tak pemah minum-minuman keras, di zaman jahiliyah ataupun Islam, meskipun penduduk Mekkah umumnya sudah begitu hanyut ke dalam khamr dan mabuk-mabukkankarena beliau menjaga kehormatanya sebagai orang yang terpelajar. Beberapa sejarawan Islam mencatat ia adalah seorang pedagang, hakim dengan kedudukan tinggi, seorang yang terpelajar serta dipercaya sebagai orang yang bisa menafsirkan mimpi. An-Nawawi berkata: Abu Bakar As Siddiq termasuk tokoh Quraisy dimasa Jahiliyah, orang yang selalu dimintai nasehat dan pertimbangannya, sangat dicintai dikalangan mereka, sangat mengetahui kode etik dikalangan mereka. Hal itu berarti bahwa Abu Bakar memang sahabat Nabi yang memiliki kepribadian yang mulia dan adabnya sangat terjaga. Hasilnya dapat dilihat bahwa masyarakat Arab sangat menghormatinya dan patut dijadikan pedoman dalam bertingkah laku.
Abu Bakar merupakan sahabat Nabi Saw. yang paling cepat masuk Islam. Pada masa kecilnya Abu Bakar bernama Abdul Ka'bah. Nama ini diberikankepadanya sebagai realisasi nazar ibunya sewaktu mengandungnya. Kemudian nama ituditukar oleh Nabi Muhammad Saw. menjadi Abdullah bin Kuhafah at-Tamimi. Gelar AbuBakar diberikan Rasulullah Saw. karena ia seorang yang paling cepat masuk Islam, sedangkan gelar as-Siddiq yang berarti “amat membenarkan” adalah gelar yang diberikan kepadanyakarena ia amat segera membenarkan Rasulullah Saw. dalam berbagai macam peristiwa,terutama peristiwa "Isra’ Mi’raj".
Abu Bakar tampil sebagai pengganti Rasulullah Saw. melanjutkan penyebaran dan penegakan agama Islam. Dalam masa pemerintahanya ia memerintahkan agar mengumpulkan wahyu-wahyu Allah Swt. yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai pedoman untuk umat islam, dan usaha untuk mengumpulkan ini diserahkan kepada Zaid Bin Tsabit. Selain memperkokoh kedudukan agama Islam, Abu Bakar juga bertindak tegas dalam lapangan politik, yaitu: pertama, Riddat yakni menaklukan orang-orang yang murtad, orang-orang yang keluar dari Islam; kedua, Memberantas Nabi-Nabi palsu yakni orang-orang yang menganggap dirinya sebagai Nabi dan berusaha menguasai masyarakat di daerahnya masing-masing; dan yang ketiga,Memperluas daerah kekuasaanyakni dengan menaklukkan Mesopotamia, dan Persia (iran). Perluasan wilayah itu dipimpin oleh panglima perang Khalid Bin Walid, yang dijuluki pedang (saif) Allah Saw. karena kepandaianya dalam berperang. Hal ini berarti bahwa Abu Bakar termasuk sahabat Nabi yang aktif dan tegas dalam bidang politik Islam untuk membangun dan memperkokoh kedudukan agama Islam.
III.Proses Pengangkatan Abu Bakar
Wafatnya Rasulullah Saw. merupakan salah satu peristiwa dimana umat Islam di masa itu kehilangan seorang pemimpin umat yang sangat dimuliakan Allah Swt. Rasulullah Saw. telah meninggalkan dunia kita setelah Allah Swt. menyempurnakan agama ini dan melengkapi kenikmatan hidup bagi umat manusia. Sepeninggal Nabi Muhammad Saw., beliau tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan posisi beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Hal itu berati Rasulullah Saw. telah menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin itu sendiri untuk menentukan siapa yang menjadi penggantinya. Karena beliau sendiri tidak pemah menunjuk di antara sahabatnya yang akan menggantikannya sebagai pemimpin umat Islam, bahkan tidak pula membentuk suatu dewan yang dapat menentukan siapa penggantinya.
Pengangkatan Abu Bakar merupakan suatu proses pengangkatan jabatan sebagai khalifah yang dapat memimpin umat Islam sekaligus sebagai pengganti Rasulullah Saw. Pengangkatan Abu Bakar menjadi Khalifah dilakukan di dalam satu musyawarah atau pertemuan di Saqifah Bani Sa'idah (sebuah Balai ruang di kota Madinah). Dalam musyawarah tersebut terjadi perdebatan antara kaum Muhajirin dan Anshar tentang siapa yang pantas menjadi pengganti Rasulullah Saw. Alasan mengapa perdebatan itu terjadi karena kaum Muhajirin dan kaum Anshar sama-sama ingin diangkat seorang amr. Itu berarti kaum Muhajirin dan Anshar saling berebut kekuasaan. Hal ini berdampak dalam hubungan persaudaraan mereka sehingga mereka dihadapkan pada situasi kritis dan cenderung kembali pada situasi sebelum mereka dipersatukan yaitu; bertikai dan saling bermusuhan.
Pertemuan di Saqifah Bani Sa'idah adalah pertemuan yang diadakan oleh kaum Anshar, dalam rangka memilih seorang khalifah sebagai pengganti Rasulullah Saw. Pertemuan tersebut dilaksanakan karena kaum Anshar berfikir mengenai keadaan dan kondisi kotanya jika tidak ada pemimpin yang menggantikan Rasulullah Saw. Hal itu mereka lakukan dikarenakan saat itu kaum Anshar dan Muslimin lainnya berkeyakinan, bahwa Rasulullah Saw. tidak pernah menunjuk seseorang sebagai penggantinya. Itu berarti kaum Anshar berminat mengangkat salah seorang dari golongannya yang akan menjadi khalifah.
Pada awalnya kaum Anshar akan mengangkat seseorang dari mereka, yaitu Sa`ad bin Ubadah untuk menduduki jabatan Khalifah. Sa’ad bin Ubadah dianggap orang yang tepat menjadi khalifah dikalangan orang-orang Anshar, karena ia adalah tokoh ternama. Namun setelah beberapa tokoh Muhajirin menyusul datang dan ikut bermusyawarah, maka diantara orang-orang Anshar ada yang bersikap agak lunak dan menyarankan agar dari Anshar diangkat seorang Amir dan dari Muhajirin diangkat seorang Amir. Seperti yang diungkapkan Muhammad Husain Haekal dalam bukunya “Abu Bakar” bahwa ada sekelompok orang yang berkata: “Bagaimana kalau dari kita diangkat seorang amr dan dari kamu juga diangkat seorang amr. Di luar ini kami samasekali tidak setuju.”Itu berarti kaum Muhajirin kurang setuju jika dikalangan Anshar yang diangkat seorang amr.
Menanggapi golongan Anshar memang merupakan jiwa Anshar sejak masa hidup Nabi. Oleh karena itu, begitu Umar mendengar kata-kata tersebut ia ingin segera menangkisnya. Tetapi oleh Abu Bakar ditahan, sebab ia sangat khawatir mengingat sikap Umar yang keras. “Sabarlah, Umar” katanya. Ia memulai pembicaraannya, ditujukan kepada Anshar: “Saudara-saudara! Kami dari pihak Muhajirin orang yang pertama menerima Islam, keturunan kami baik-baik, keluarga kami terpandang, kedudukan kami cukup terkenal baik pula. Di kalangan Arab kamilah yang banyak memberikan keturunan, dan kami sangat sayang kepada Rasulullah Saw. Kami sudah menerima Islam sebelum kalian, di dalam Qur’an juga kami didahulukan dari kalian; seperti dalam firman Allah: “Pelopor-pelopor pertama dari Muhajirin dan Ansar, dan yang mengikuti mereka dalam segala perbuatan yang baik...” (Q.S. At-Taubah[9]: 100). Jadi kami Muhajirin dan Anda adalah Anshar, Saudara-saudara kami seagama, bersama-sama menghadapi rampasan perang dan mengeluarkan pajak serta penolong-penolong kami dalam menghadapi musuh. Apa yang telah kalian katakan, bahwa segala kebaikan ada pada Anda sekalian, itu sudah pada tempatnya. Andalah dan seluruh penghuni bumi ini yang patut dipuji. Dalam hal ini orang Arab hanya mengenal Iingkungan Quraisy. Jadi dari pihak kami para amr dan dari pihak kalian para wazir”.
Selanjutnya Abu Bakar mengakhiri pidatonya dengan sarannya, agar hadirin mengangkat salah satu dari kaum Muhajirin yang hadir di pertemuan tersebut, yaitu Umar atau Abu Ubaidah bin al-Jarrah. Ketika itu juga ia mengangkat tangan Umar bin Khattab dan tangan Abu Ubaidah bin al-Jarrah, sambil dia duduk di antara kedua orang itu. Timbul suara-suara ribut dan keras, dikhawatirkan akan membawa pertentangan, Umar berkata dengan suaranya yang lantang: “Abu Bakar, bentangkan tanganmu!” Abu Bakar membentangkan tangan dan dia diikrarkan seraya kata Umar: “Abu Bakar, bukankah Nabi sudah menyuruhmu memimpin Muslimin salat? Andalah penggantinya (khalifah). Kami akan memberikan ikrar kepada orang yang paling disukai oleh Rasulullah Saw. di antara kita semua ini”.
Kata-kata ini ternyata sangat menyentuh hati jema’ah Muslimin yang hadir, karena benar-benar telah dapat melukiskan kehendak Nabi sampai pada hari terakhir orang melihatnya. Dengan demikian pertentangan di kalangan mereka dapat dihilangkan. Pihak Muhajirin datang memberikan ikrar, disusul oleh pihak Ansar yang juga datang memberikan ikrar. Bilamana keesokan harinya Abu Bakar duduk di atas mimbar, Umar bin Khattab tampil berbicara sebelum Abu Bakar, dengan mengatakan setelah mengucapkan syukur dan puji kepada Allah: “Kepada Saudara-saudara kemarin saya sudah rnengucapkan kata-kata yang tidak terdapat dalam Kitabullah, juga bukan suatu pesan yang diberikan Rasulullah Saw. kepada saya. Saya berpendapat ketika itu, bahwa Rasulullah Saw. yang akan mengurus soal kita, sebagai orang terakhir yang tinggal bersama-sama kita. Tetapi Allah telah meninggalkan Qur’an buat kita, yang juga menjadi penuntun Rasul-Nya. Kalau kita berpegang pada Kitab itu Allah akan menuntun kita yang juga telah menuntun Rasulullah Saw. Sekarang Allah telah menyatukan persoalan kita di tangan sahabat Rasulullah Saw. yang terbaik di antara kita dari salah seorang dan dua orang, ketika keduanya berada dalam gua. Maka marilah kita membaiat (mengikrarkan) dia.” Ketika itu juga orang memberikan ikrar kepada Abu Bakar sebagai Ikrar Umum setelah Ikrar Saqifah.
Di masjid Nabawi diadakan pembai`atan umum, di masjid tersebut Abu Bakar diangkat sebagai khalifah pertama pengganti Rasulullah Saw. Pembai’atan tersebut berjalan dengan baik dan lancar, dan saat itu tidak ada satu orang pun yang protes atau tidak menyetujui pembai`atan tersebut. Hal ini terjadi karena kesepakatan antar kaum agar kekosongan pimpinan harus segera diisi. Bahkan pemakaman Nabi terpaksa diundur, karena menunggu terpilihnya Khalifah. Apabila ada keterlambatan dari segolongan Muhajirin terkemuka seperti Ali bin Abi Thalib dan Abbas bin Abdul Muttalib yang tidak turut dalam membai’at dikarenakan alasan tertentu, akhirnya semua menerima dengan ikhlas pengangkatan Abu Bakar tersebut.
Selesai ikrar kemudian Abu Bakar berdiri. Di hadapan mereka itu ia mengucapkan sebuah pidato yang dapat dipandang sebagai contoh yang sungguh bijaksana dan sangat menentukan. Setelah mengucap puji syukur kepada Allah, Abu Bakar r.a berkata: “Kemudian, Saudara-saudara. Saya sudah terpilih untuk memimpin kalian, dan saya bukanlah orang yang terbaik di antara kalian. Kalau saya berlaku baik, bantulah saya. Kebenaran adalah suatu kepercayaan, dan dusta adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di kalangan kalian adalah kuat di mata saya, sesudah haknya nanti saya berikan kepadanya “insya Allah” dan orang yang kuat, buat saya adalah lemah sesudah haknya nanti saya ambil “insya Allah”. Apabila ada golongan yang meninggalkan perjuangan di jalan Allah, maka Allah akan menimpakan kehinaan kepada mereka. Apabila kejahatan sudah meluas pada suatu golongan, maka Allah akan menyebarkan bencana pada mereka. Taatilah saya selama saya taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Tetapi apabila saya melanggar perintah Allah dan Rasul maka gugurlah kesetiaanmu kepada saya. Laksanakanlah salat kamu, Allah akan merahmati kita semua”
IV.Respon para Sahabat terhadap pengangkatan Abu Bakar
Sikap dan respon para sahabat terhadap pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah merupakan sikap dan respon yang ditampilkan para sahabat kaum Muhajirin dan kaum Anshar terhadap pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah pertama yang akan meneruskan kepemimpinan Rasulullah Saw. Bentuk-bentuk sikap dan respon para sahabat terhadap pengkatan Abu Bakar dapat diklasifikasikan ke dalam dua hal, yaitu; pertama, menolak; kedua, menerima. Ada salah satu faktor yang membuat para sahabat bersikap seperti itu, yaitu para sahabat terutama di kalangan Muhajirin dan Anshar saling berebut kekuasaan. Itu berarti sikap dan respon para sahabat terhadap pengangkatan Abu Bakar wajar dikatakan seperti itu.
Dalam perbedaan sikap dan respon para sahabat terhadap pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah timbul perpecahan umat Islam. Yang dimaksud dengan perpecahan umat Islam di masa pengangkatan Abu Bakar adalah timbul berbagai macam perselisihan atau perbedaan pendapat antar kaum Anshar dan Muhajirin tentang siapa yang tepat menjadi pemimpin umat penerus Nabi Muhammad Saw. yang mampu meneruskan dakwah Nabi dan mampu memenej sistem politik Islam di masa itu. Ada salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perpecahan umat Islam, yaitu pihak Syi’ah lebih memilih Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah karena ia adalah saudara atau menantu Nabi Saw. sedangkan pihak sunni juga menginginkan Abu Bakar menjadi khalifah karena ia adalah orang yang paling tepat dan lebih banyak pengetahuan dan pengalaman dibandingkan Ali bin Abi Thalib. Hal ini berdampak dalam jalinan persaudaraan antar kaum, seperti terjadi pertengkaran antar kaum, dan saling mencela antara satu sama lain.
Dalam menentukan khalifah yang tepat, maka menurut kaum Sunni bahwa khalifah yang patut dibai’at adalah Abu Bakar as-Siddiq. Adapun salah satu alasan mengapa kaum Sunni lebih memilih Abu Bakar menjadi khalifah adalah kedudukannya yang sangat mulia di mata Rasulullah Saw., yang sampai mengatakan: “Kalau ada dari hamba Allah Swt. yang akan ku ambil sebagai khalil, maka Abu Bakar-lah khalil-ku.” Atau karena dia dimninta menemani Rasulullah Saw. dalam hijrah sertta jasa-jasanya yang besar di samping kesiapannya selalu membela Rasulullah Saw. dalam pelbagai kesempatan serta Rasulullah Saw. sering menyuruhnya menjadi imam di waktu shalat. Itu berarti bahwa kaum Sunni telah memiliki dasar untuk terpilihnya Abu Bakar menjadi khalifah pengganti Rasulullah Saw.
Di samping itu kaum Syi’ah lebih memilih Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah pengganti Rasulullah Saw. Itu artinya kaum Syi’ah sangat mempertahankan pendapatnya bahwa Ali yang patut diangkat menjadi khalifah penerus Rasulullah Saw. Adapun salah satu alasan mengapa kaum Syi’ah lebih memilih Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah, yakni Ali merupakan orang yang tepat menjadi pengganti Rasulullah Saw. karena ia salah satu saudara atau suami dari Fatimah putri Nabi Saw. Itu berarti kaum Syi’ah lebih menekankan kepada keturunan atau keluarga Nabi Saw. yang menjadi penggantinya.
Musyawarah dalam menentukan pengangkatan atau pembai’atan khalifah merupakan suatu peristiwa dimana terjadinya musyawarah para umat Islam dalam menentukan khalifah yang baik dalam memimpin umat Islam serta mampu melanjutkan dakwah Rasulullah Saw. dalam menyebarkan ajaran Islam. Dalam musyawarah tersebut terjadi perdebatan hebat antara kaum Anshar dan Muhajirin karena mereka saling berebut kekuasaan. Hal itu berdampak buruk dalam kehidupan umat Islam dan Penunjukan Abu Bakar sebagai khalifah adalah subyek yang sangat kontroversial dan menjadi sumber perpecahan pertama dalam Islam, dimana umat Islam terpecah menjadi kaum Sunni dan Syi’ah.
Kaum Syi’ah sangat percaya kepada Ali bin Abi Thalib itu merupakan salah satu dukungan bagi Ali untuk menjadi seorang khalifah pengganti Rasulullah Saw. Adapun salah satu faktor mengapa kaum Syi’ah percaya kepada Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah, yaitu mereka yakin bahwa keputusan ini dibuat oleh Rasulullah Saw. sendiri. Karena kaum Syi’ah berpendapat bahwa Nabi Saw. dalam hal-hal terkecil seperti sebelum dan sesudah makan, minum, tidur dan lain-lain tidak pernah meninggalkan umatnya tanpa hidayah dan bimbingan apalagi masalah kepemimpinan umat terakhir. Itu bertarti bahwa kaum Syi’ah boleh dikatakan wajar bersifat seperti itu, mereka sangat mendukung Ali bin Abi Thalib.
Di samping itu, kaum Sunni berpendapat bahwa Rasulullah Saw. menolak untuk menunjuk penggantinya. Itu artinya, Rasulullah Saw. tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang tepat menjadi khalifah sebagai penggantinya dan menyerahkan urusan tersebut kepada kaum muslimin. Adapun salah satu faktor mengapa kaum Sunni beranggapan seperti itu yakni mereka ingin memilih khalifah dengan cara bermusyawarah dengan seluruh umat Islam karena kaum Sunni berargumen bahwa Rasulullah Saw. mengedepankan musyawarah untuk penunjukan pemimpin. Hal itu berarti kaum Sunni memilih jalan musyawarah untuk memilih khalifah. Hasilnya dapat dilihat betapa antusias umat Islam dalam memilih Abu Bakar menjadi pemimpin sebagai khalifah pertama pengganti Rasulullah Saw.
Dari pemilihan khalifah pertama ini sikap dan respon para umat Islam ada yang melenceng dari ajaran Islam. Yang dimaksud dengan sikap melenceng dari ajaran Islam adalahsikap yang tidak sesuai dengan apa yang sudah diajarakan dalam agama Islam. Mereka kembali kafir dan banyak yang tidak mengikuti ajaran Islam lagi. Bentuk-bentuk sikap yang melenceng tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam tiga hal, yaitu: pertama, tidak berprikemanusiaan; kedua, menyembah berhala; ketiga, kembali kafir. Itu berarti mereka tidak mengamalkan ajaran Islam lagi dan meninggalkan ajaran –ajaran Rasulullah Saw. Dengan adanya sikap dan respon yang melenceng itu,akhirnya Abu Bakar memerangi mereka dengan cara yang baik, tegas dan bijaksana. Di suatu sisi kaum Muhajirin adalah pendukung setia dari Abu Bakar, dan respon mereka terhadap pengangkatan Abu Bakar sangatlah baik dan tidak ada yang berani menentangnya.
Permasalahan yang timbul saat melencengnya kaum muslimin adalah segala permasalahan yang berat dihadapi oleh Abu Bakar dan para pengikutnya. Adapun tiga permasalahan yang timbul saat melencengya kaum muslimin, yaitu: pertama, beberapa suku Arab yang berasal dari Hijaz dan Nejed membangkang kepada khalifah baru dan sistem yang ada; kedua, beberapa diantaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama Islam secara utuh; ketiga, beberapa yang lain kembali memeluk agama dan tradisi lamanya yakni penyembahan berhala. Suku-suku tersebut mengklaim bahwa hanya memiliki komitmen dengan Nabi Muhammad Saw. dan dengan kematiannya komitmennya tidak berlaku lagi. Berdasarkan hal ini Abu Bakar menyatakan perang terhadap mereka yang dikenal dengan nama perang Ridda. Hal ini berdampak buruk bagi kehidupan keagamaan umat Islam karena mereka telah kembali kafir.
V.Penutup
Pada bagian ini, sebelum sampai pada usaha menjawab pertanyaan pertama, ada sebuah kesimpulan bahwa sebagai seorang khalifah atau pemimpin harus memiliki sikap dan kepribadian yang mulia. Selain itu, seorang khalifah harus memiliki banyak pengetahuan dan pengalaman tentang ajaran-ajaran Islam serta mampu memenej suatu sistem pemerintahan dalam bidang politik kenegaraan dan mampu mengayomi rakyatnya. Seperti Abu Bakar as-Siddiq yang menjadi khalifah pertama atau pemimpin umat Islam pengganti Rasulullah Saw.
Selain itu, penulis akan menguraikan sedikit tentang temuan baru yang penulis temukan dan tidak dibahas dalam makalah ini yaitu tentang sosok Abu Bakar sebagai tauladan kita semua, dan patutlah kita contoh tingkah laku dan kepribadian beliau, misalnya menyedekahkan hartanya kejalan Allah yaitu ia senang melindungi golongan lemah dan orang-orang tak punya, yang telah mendapat petunjuk Allah Swt. ke jalan yang benar, tetapi lalu dianiaya. Selain itu, Abu Bakar sangat mudah dalam menerima dakwah-dakwah dari Rasulullah Saw. dan kesetiaan yang beliau tunjukan kepada kita sebagai pendamping Rasulullah Saw. yang sangat setia dan taat kepada Rasulullah Saw.
Selanjutnya akan dijawab tiga pertanyaan yang diajukan pada bagian pendahuluan. Pertama, kehidupan Abu Bakar di masa Jahiliyah maupun Islam yakni: a) ditandai dengan masa kelahirannya di kota Mekah; b) sejak kecil ia dikenal sebagai anak yang jujur, baik dan lemah lembut; c) di masa Jahiliyah Abu bakar dikenal sebagai orang yang terpandang di kalangan Quraisy dan merupakan sosok pemikir mekkah yang memandang berhala suatu kebodohan belaka; d) selain ia adalah orang pertama masuk Islam dari kalangan tua dan diberi gelar Abdullah Kuniuyah atau Abu Bakar Pemagi, ia juga diberi gelar as-Siddiq yang artinya amat membenarkan; e) di masa Jahiliyah Abu Bakar menafkahi hidupnya dengan berdagang pakaian atau kain. Setelah masuk Islam perhatiannya dibagi untuk menyiarkan agama Islam dan selama hidupnya, Abu Bakar tidak pernah meminum khamr; dan f) Dalam masa pemerintahanya ia memerintahkan agar mengumpulkan wahyu-wahyu Allah Swt. yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai pedoman untuk umat islam. Selain memperkokoh agama Islam, ia tegas dalam lapangan politik seperti menaklukkan orang-orang murtad, memberantas nabi-nabi palsu dan memperluas daerah kekuasaan.
Kedua, proses pengangkatan Abu Bakar menjadi khalifah dapat dilihat dari beberapa tahap yakni: a) Proses pengangkatan Abu Bakar dilaksanakan dalam satu musyawarah di Saqifah bani Sa’idah yang diadakan oleh kaum Anshar. Musyawarah ini dilaksanakan karena menjelang wafatnya Rasulullah Saw., beliau tidak berpesan sedikitpun mengenai siapa yang menjadi khalifah selanjutnya; b) kaum Anshar menginginkan Sa’ad bin Ubadah menjadi khalifah tetapi ketika kaum Muhajirin datang, mereka menyarankan agar dari kaum Anshar dan Muhajirin sama-sama diangkat seorang amr; c) Abu Bakar mengakhiri pidatonya dengan sarannya, agar hadirin mengangkat salah satu dari kaum Muhajirin yang hadir di pertemuan tersebut, yaitu Umar atau Abu Ubaidah bin al-Jarrah; d) Di masjid Nabawi diadakan pembai`atan umum, di masjid tersebut Abu Bakar diangkat sebagai khalifah pertama pengganti Rasulullah Saw.Pembai’atan tersebut berjalan dengan baik dan lancar, dan saat itu tidak ada satu orang pun yang protes atau tidak menyetujui pembai`atan tersebut.; e) Selesai ikrar kemudian Abu Bakar berdiri di hadapan umat Islam itu ia mengucapkan sebuah pidato yang dapat dipandang sebagai contoh yang sungguh bijaksana dan sangat menentukan.
Ketiga, sikap dan respon para sahabat terhadap pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah pertama. Adapun beberapa macam sikap dan respon para sahabat terthadap pengangkatan Abu Bakar di anataranya, a) Bentuk sikap dan respon para sahabat terhadap pengkatan Abu Bakar ada yang menerima dan ada yang menolak; b) Timbul perpecahan antar umat Islam karena perbedaan pendapat tentang siapa yang pantas menjadi khalifah pengganti Rasulullah Saw.; c) Kaum Sunni menginginkan Abu Bakar menjadi khalifah sedangkan Kaum Syi’ah lebih memilih Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah; d) Dalam musyawarah tersebut menjadi sumber perdebatan sehingga umat Islam terpecah menjadi kaum syi’ah dan Sunni; e) Kaum Syi’ah percaya seharusnya Ali menantu nabi Muhammad Saw. yang menjadi pemimpin dan dipercayai ini adalah keputusan Rasulullah Saw.; f) Kaum Sunni berpendapat bahwa Rasulullah Saw. menolak untuk menunjuk penggantinya; g) Dari pemilihan tersebut respon dan sikap umat Islam ada yang melenceng dari ajaran Islam, meraka kembali kafir dan banyak yang tidak mengikuti ajaran Islam lagi. Kemudian Abu Bakar memerangi mereka; dan, h) Masalah yang melenceng dari kaum muslimin kepada khalifah yang baru dan sistem yang ada.Adapun tiga permasalahan yang timbul saat melencengya kaum muslimin, yaitu: pertama, beberapa suku Arab yang berasal dari Hijaz dan Nejed membangkang kepada khalifah baru dan sistem yang ada; kedua, beberapa diantaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama Islam secara utuh; ketiga, beberapa yang lain kembali memeluk agama dan tradisi lamanya yakni penyembahan berhala.
Daftar Pustaka
Al-Usairy, Ahmad. Sejarah Islam. Cet.I; Jakarta: Akbar media Eka Sarana. 2003.
D. Humam.Terjemah Islamic And History From Colture, Oleh Hasan Ibrahim. Cet. I; Yogyakarta: Kota Kembang. 1989.
Departemen Agama RI.Al Qur’an Dan Terjemahnya.Bandung: Penerbit Jamanatul ‘Ali-Art. 2004.
Haekal, Muhammad Husain. Abu Bakar As-Siddiq, diterjemahkan dari Bahasa Arab oleh Ali Audah. Cet. II; Jakarta: PT. Pustaka Litera AntarNusa. 2009.
Kandu Lc., Emirullah. Ensiklopedia Dunia Islam, dari masa nabi Adam a.s. atau sampai dengan abad modern. Cet. I; Bandung: CV. Pustaka Setia. 2010.
Pulungan, Suyuty. Fiqih Siasati, Sejarah dan Pemikiran Islam. Jakarta: PT. Rajawali Prees. 1994.
Salabi, Ahmad. Sejarah dan Kebudayaan Islam, jilid I-III, terj., Cet. IX; Jakarta: Al-Husna Zikra. 1997.
Supriyadi, Dedi.Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia. 2008.
Wijaya, E. Juhana. Sejarah Nasional dan Sejarah Umum 1. Cet. II; Bandung: CV. Armico. 1994.
Yatin, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1997.
www.google.com. Diakses di http://dimensi5.wordpress.com/2007/02/26/Abu bakar Ash-Shiddiq/ diakses pada hari Minggu, tanggal 5 Mei 2013 di Kabupaten Sorong.
www.google.com. Diakses di http://rudisiswoyoalfatih.blogspot.com/2012/02/makalah-sejarah-peradaban-islam-tentang_05.html diakses pada hari Minggu, tanggal 5 Mei 2013 di Kabupaten Sorong.
Emirullah Kandu Lc., Ensiklopedia Dunia Islam, dari masa nabi Adam a.s. atau sampai dengan abad modern, (Cet. I; Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010), h. 559.
Ibid.
Badri Yatin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), h. 34.
Emirullah Kandu Lc., op. cit., h. 559.
Ibid.
Ibid., h. 560.
Muhammad Husain Haekal, Abu Bakar As-Siddiq, diterjemahkan dari Bahasa Arab oleh Ali Audah, (Cet. II; Jakarta: PT. Pustaka Litera AntarNusa, 2009), h. 3.
Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam, (Cet.I; Jakarta: Akbar media Eka Sarana, 2003), h. 142
Ibid.