Memberi hadiah kepada guru pada saat saya sekolah dulu adalah hal yang sangat biasa. Apalagi hadiah itu bukanlah berupa uang akan tetapi berbentuk barang seperti buah, kue, kain yang belum dijahid, sepatu, tas, pena, buku dan lain sebagainya. Hal ini terjadi biasanya bukan hanya ketika ada pembagian rapor saja, akan tetapi bisa kapan saja seperti pada saat ada rapat dengan wali murid, saat gotong royong bersama dengan wali murid, saat ada acara-acara pentas seni di sekolah dan lain-lain. Dan hadiah-hadiah ini bukanlah diminta oleh sang guru, tetapi keikhlasan wali murid untuk memberi.
Tujuan dari pemberian hadiah tadi adalah sebagai rasa ucapan terimakasih dari orang tua siswa kepada sang guru yang telah mendidik anak-anaknya. Atau sebagai kenang-kenangan bagi sang guru setelah siswa itu tamat dari sekolah tersebut. Saya masih ingat ketika dahulu ibu saya memberi jagung rebus kepada guru-guru saya. Saat itu ayah dan ibu saya punya kebun jagung, maka ketika ibu memanen jagung tersebut dia ingat dengan guru-guru saya. Lalu ibu bilang kepada saya, “Mi..besok jangungnya dibawa kesekolah ya, kasih guru-gurumu biar mereka juga bisa makan jagung rebus dari ibu, gitu. “Nanti malam biar ibu rebus”. Hal ini menandakan betapa eratnya hubungan antara guru dengan wali murid. Ibu saya tidak mengharapkan apa-apa dari pemberiannya itu. Beliau ikhlas untuk berbagi kepada guru - guru saya.
Jadi kesimpulannya, memberi hadiah kepada guru itu boleh-boleh saja, tergantung kepada niatnya kita, yang penting pemberian hadiah itu hendaknya dibarengi dengan rasa ikhlas dan tidak mengharapkan apa-apa. Tetapi kalau wali murid memberikan hadiah kepada guru biar nilai anaknya tinggi, atau biar anaknya lulus, dapat juara kelas dan lain sebagainya, saya rasa ini adalah sebuah kesalahan dan tidak dibenarkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H