Bak pangeran dan putri raja. Pagi yang indah selalu dinanti kedatangannya. Tak peduli hujan semalaman atau bahkan cuaca panas yang melanda keadaan.Â
Setelah beristirahat panjang. Pagi, dibangunkan oleh suasana kokok ayam yang bersahutan. Dari kandang ke kandang menjelma jadi suatu suara yang tak bisa dipadamkan. Akhirnya mata semuanya terbuka, dan raga terbangun tuk melihat pagi. Yang telah menyusup ke hari sanubari.Â
Embun pagi masih enggan untuk pergi. Semua bergelayut pada dedaunan, sambil menunggu hadirnya mentari. Tak peduli angin lembut datang bertiup. Namun genggaman hangat masih erat melekat.Â
Lantunan memori indahpun datang. Bersorak sorai suara burung yang merdu. Dari kejauhan tupai pun melompat kegirangan. Mereka saling bicara dalam bahasa masing-masing. Keindahan pagi tak bisa di elakkan lagi.Â
Dalam remang gelap yang masih sepi. Jauh dari hiruk pikuk suara manusia. Tapi dari alam telah menggema berbagai irama yang menenangkan jiwa. Tetesan air ikut ramaikan suasana. Perlahan deru suara kendaraan terdengar satu persatu. Menandakan manusia aktif telah mulai sibukkan diri.
Walau dalam keadaan libur dan hari Minggu. Namun banyak manusia yang tak libur malah ada yang semakin aktif dalam kesehariannya. Memikul bakul dan menjejerkan nya di pinggir jalan. Sambil berteriak, "ayo jeruk kanis, murah meriah."
Ada juga yang membuka warung sederhana. Menyajikan berbagai macam sarapan pagi. Untuk mengisi setiap relung yang lapar. Melayani setiap pembeli yang datang. Dengan segenap jiwa dan penuh wajah ramah.Â
Sang bunga mulai menari. Bergoyang sedikit demi sedikit. Embun pagi pun mulai menetes, turun dan kembali ke tanah lalu mengering. Bersiap diri tuk beristirahat. Dengan harapan besok subuh datang kembali, pada kelopak bunga yang ia impikan.Â
Begitulah kebahagiaan dan kesetiaan antara embun pagi dan dedaunan. Datang dan pergi dalam suasana yang hening. Aman tanpa harus menyakiti antara mereka. Datang kembali ketika saatnya telah tiba.Â
Tanpa di undang dan memeluk raga. Membuat sejuk tanpa harus menyakiti bunga, dan setiap dedaunan yang ia datangi. Alam terkembang jadi guru. Pepatah indah yang harus tetap diteladani.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H