Riangnya burung di atas pohon, Menggegap gemilang menanti mentari, ku tatap semua dalam diamku, ku simak kicaunya dalam hatiku.
Dalam kaca yang menghiasi dinding, Ku tatap banyak wajah yang telah menghilang. Tiada lirik ceria yang dulu hadir di sisiku, hanya kenangan yang menemani.
Tak ada senyuman hangat yang menyambutku di setiap pagi, Hanya derap langkah kosong yang terdengar dalam sepi. Sunyi tanpa desir angin yang pernah bermain, Hening yang membunuh segala kehangatan di hati.
Sepi seperti reruntuhan mendera bukit, Kenyataan hanya tinggal kenangan, Pagi yang dulu penuh dengan kebersamaan dan canda tawa, Kini menjadi kenangan yang tak bisa dilupakan.
Dalam sepinya pagi yang sunyi, Aku berharap ada keajaiban yang datang. Membawa kembali kehangatan yang pernah ada, Mengisi setiap ikatan yang dulu terjalin sangat erat.
Namun, pagi yang sunyi hanya terus berlalu, Tanpa jejak keajaiban yang ku nantikan, Aku harus belajar hidup dalam sepinya pagi, Menerima kenyataan bahwa semua telah berubah.
Meski pedih akan kehilangan mereka yang ku cinta, Aku akan terus melangkah maju demi mereka yang kini masih ada, Mencari kebahagiaan yang hilang di pagi yang sunyi, Menciptakan cinta baru dalam kehampaan yang ada.
Pagi yang sunyi tak lagi ku takuti, Karena di dalamnya terdapat kekuatan yang memikat. Menghadapi setiap kekosongan dengan tegar dan semangat, Mengisi kehidupan dengan kecemerlangan yang sejati.
Dalam sepinya pagi, ku kuatkan tekad hati, Mengukir langkah-langkah baru menuju cahaya ilahi. Karena meski kini terasa sepi di hati, Aku tahu suatu saat nanti pagi akan kembali berarti, Menyinari langkah dalam meniti hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H