Dahulu kita hanyalah seorang dungu. Dahulu kita buta tak tahu apa-apa. Dahulu kita tuli tak dengar tentang berita. Dahulu kita bodoh tak kenal dengan siapa.
Namun sang nenek bersama kakek mulai bercerita. Tanpa menyebut nama entah siapa. Mereka mendongeng panjang tentang sejarah. Membuka mata hati dan telinga kita.
Akhirnya kita mengenal siapa mereka. Walau hanya lewat mimpi dan dongeng belaka. Seakan nyata ada di depan mata. Semua perjuangan kini telah sirna. Semua usaha kini telah usai.
Kita menikmati sang waktu detik demi detik. Dengan jiwa merdeka tanpa ragu. Kita hirup udara kebebasan tanpa rasa takut. Kita pijak bumi ini tanpa ada rasa tersakiti.
Berjalan menelusuri semua lorong tanpa sekat. Dengan gagah berani tanpa ada yang menghalangi. Namun dahulu semua ini tiada. Dahulu semua ini menakutkan. Dahulu hidup tapi jiwa serasa mati. Dahulu bebas tapi jiwa terantai besi.
Air mata mengalirkan darah segar di pipi. Tubuh ringkih berbalut tulang yang bisa dihitung. Hari ini hanya kenangan yang tersisa. Di makam-makam pahlawan helm-helm sebagai saksi. Saksi bisu bahwa mereka tak pernah mati di sanubari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H