Sudah tujuh puluh delapan tahun kita merdeka. Bebas dari penjajahan dunia. Tersingkir dari huru hara suara dentuman bom. Hening dari suara gelegar amunisi tembakan.
Dahulu saat perang bergerilya. Membelit dan mengelilingi negeri. Dari atas awan dan dari bumi yang dipijak. Memaksa rakyat jelata harus berani. Kerja rodi angkat senjata. Bambu runcing dibawa ke mana-mana.Â
Pekik suara tangisan menghiasi bumi Pertiwi. Ceceran darah berserakan di mana-mana. Bau amis tercium menyelimuti ruang-ruang hampa. Terkadang kawan jadi lawan. Permusuhan dan perperangan tak bisa dielakkan.Â
Siang malam mengguncang negeri. Tidur tak nyenyak makan tak enak. Anak-anak lahir tanpa ayah. Yatim piatu hidup tanpa kedua orangtuanya. Setiap hari rasa takut menyelimuti jiwa. Dari perkotaan sampai ke pedesaan.
Kekejaman terjadi di mana-mana. Tanpa pandang siapa saja. Tua muda besar kecil diseret para penjajah. Badan kurus berbalut kulit dan tulang saja. Terkadang kaki dirantai tangan di borgol. Melangkah tertatih den terseok dalam keadaan haus dan lapar.
Ingatlah itu wahai para generasi muda. Hari ini tiada lagi keadaan itu. Udara nyaman tanpa bau. Negeri tenang tanpa dihiasi isak tangis dan jeritan pekik manusia. Namun apakah kita sudah merdeka?
Hari ini begitu banyak manusia yang sibuk iri dan dengki dengan manusia lain. Sibuk mengurus urusan orang lain. Ketika itu terjadi biarkan saja. Seseorang telah mengerdilkan diri dan hatinya untuk urusan orang lain.Â
Orang yang sifatnya seperti ini tak usah diladeni. Dia sudah mengekang kebebasan dan kemerdekaan hatinya sendiri. Semakin sibuk seseorang mengurus urusan orang lain maka akan semakin sempitlah hatinya. Akhirnya kemerdekaan yang sesungguhnya akan jauh dari dirinya.Â
Untuk itu merdekakan diri dari urusan yang tak penting. Bebaskan diri dari rasa iri dan dengki. Tumbuhkan sifat baik didalam hati, agar kemerdekaan yang sesungguhnya bisa dinikmati. Selamat memperingati hari kemerdekaan. Merdeka, merdeka, merdeka.Â
Elmi
Kandis, Riau 16 Agustus 2023