Mohon tunggu...
Elmi Safridati
Elmi Safridati Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menulis adalah hobi yang tak bisa dipungkiri. Semoga apa yang tertulis bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Surga di Telapak Kaki Ibu

22 Desember 2022   13:18 Diperbarui: 22 Desember 2022   14:53 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu, engkau luar biasa. Kasihmu tiada duanya. Engkau bisa menghidupkan sepuluh anakmu bahkan lebih banyak lagi dari itu tanpa mengeluh. Namun anakmu tak mampu menghidupkan cuma satu ibunya saja.

Ibu, betapa banyak di dunia ini aku lihat. Ketika engkau sudah renta, anakmu yang banyak itu jijik dengan BABmu. Jijik dengan pipismu. Jijik dengan badanmu yang mulai berbau. Dia enggan memandikanmu. Padahal dahulu engkau tidak begitu kepadanya.

Dahulu saat anak-anakmu pup dan pis engkau selalu siap siaga. Walaupun engkau sedang makan maka nasimu akan engkau tinggalkan demi anak-anakmu. Tengah malam engkau tak tidur demi menjaga anak-anakmu agar tidak digigit nyamuk. Jika anak-anakmu sakit engkau tak tenang. Hatimu risau mukamu sedih dan muram tak ada gairah sebelum anak-anakmu sembuh. 

Tapi kebanyakan anak-anakmu tak begitu kepadamu ibu..Mereka akan saling mengelak untuk mengurusmu ibu. Kata yang ini kaulah yang mengurus ibu, aku sibuk kerja. Kata yang ini kaulah yang mengurus ibu aku sibuk mengurus suamiku. Kata yang ini lagi kaulah yang mengurus ibu aku sibuk dengan keluargaku. Satu lagi berkata kaulah saja yang mengurus ibu aku sibuk dengan bisnisku.

Akhirnya engkau hidup terlunta-lunta ibu. Seakan engkau tak ada anak-anak yang akan mengurumu. Seakan engkau tak berjasa. Yang tersisa di relung hatimu hanya tangis dan air mata sepanjang masa. Akhirnya engkau akan berdoa lebih baik aku mati saja. Badanmu yang renta itu tak ada lagi yang memandangnya.

Ibu...betapa banyak di dunia ini yang suka mengabaikan omongan ibunya. Suka membentak ibunya. Padahal ibunyalah yang mengajarkannya berbicara. Ibunyalah yang mengajarkannya mengurai kata. Ibunya pula yang mengajarkannya dengan kata-kata lembut dan bijaksana.

Namun apa yang terjadi ibu. Anak-anakmu membentakmu. Anak-anakmu menyepelekan omonganmu. Seakan dialah yang lebih pintar darimu. Padahal dahulu engkaulah yang mengajarkan semuanya kepadanya. Ibu...tiada kata seindah do'amu. Tiada do'a yang paling keramat selain do'amu ibu. Pantaslah surga itu berada di bawah telapak kakimu ibu. Bagi yang ikhlas mengurusmu surgalah tempatnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun