Pak Saleh adalah seorang marbot di sebuah masjid kecil di pinggiran kota. Sejak muda, Pak Saleh sudah mengabdikan diri sebagai penjaga masjid. Setiap hari, ia membersihkan masjid, mengatur karpet, mempersiapkan sound system, dan membangunkan warga untuk salat subuh. Meski hidupnya sederhana, Pak Saleh selalu bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Allah.
Di tengah kesibukannya, ada satu impian besar yang selalu tersimpan di hatinya: menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Namun, ia tahu bahwa dengan penghasilan kecilnya sebagai marbot, impian itu tampak mustahil. "Ya Allah, kapan aku bisa melihat Ka'bah dan berdiri di Arafah," sering ia gumamkan dalam doa-doanya setelah salat.
Suatu hari, ketika Pak Saleh sedang menyapu halaman masjid, seorang jamaah tetap, Pak Hadi, mendekatinya. "Pak Saleh, antum sudah lama sekali menjadi marbot di masjid ini. Saya melihat ketulusanmu dan ingin membantumu," kata Pak Hadi sambil tersenyum.
Pak Saleh tersenyum sopan, tapi merasa heran. "Bantuan apa ya, Pak Hadi?"
"Saya ingin membiayai Pak Saleh untuk berangkat haji tahun ini."
Pak Saleh tertegun, matanya berkaca-kaca. "Ya Allah, benarkah ini, Pak Hadi? Saya tidak tahu harus berkata apa."
Pak Hadi mengangguk. "Pak Saleh, ini bukan dari saya saja. Beberapa jamaah lainnya juga ikut urunan. Kami semua sepakat, bahwa Pak Saleh layak untuk berangkat haji."
Dengan hati yang penuh syukur, Pak Saleh pun menerima bantuan tersebut. Ia tak bisa berhenti mengucap hamdalah, merasa mimpinya yang selama ini tampak jauh kini begitu dekat. Semua persiapan dilakukan dengan teliti, dan akhirnya, tibalah hari keberangkatan.
Saat sampai di Mekkah, air mata Pak Saleh tak bisa terbendung ketika pertama kali melihat Ka'bah. Ia merasa sangat kecil di hadapan kebesaran Allah. Setiap langkahnya di tanah suci terasa seperti mimpi. Tawaf, sai, hingga wukuf di Arafah, semua ia jalani dengan penuh kekhusyukan. Pak Saleh merasakan ketenangan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, seolah-olah seluruh pengorbanannya selama bertahun-tahun terbayar lunas.
Sepulang dari tanah suci, Pak Saleh kembali ke masjid kecilnya, tapi kini dengan gelar yang baru: Haji Saleh. Jamaah menyambutnya dengan penuh hormat, dan bagi Pak Saleh, hal itu adalah pengingat bahwa keikhlasan dan ketulusan dalam beribadah tidak akan pernah sia-sia. Allah selalu melihat dan memberikan balasan yang terbaik, meski kadang kita harus menunggu waktu-Nya.
Dari hari itu, Haji Saleh menjadi inspirasi bagi banyak orang. Kisahnya tentang impian yang terwujud berkat keikhlasan dan bantuan orang-orang sekitarnya menjadi cerita yang selalu diingat oleh warga kampung, bahwa tak ada yang mustahil jika Allah sudah berkehendak.
T.A.M.A.T
Tamat