Mohon tunggu...
Elma andika 235
Elma andika 235 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Peran Perempuan Dalam Berdirinya Muhammadiyah

13 Januari 2024   14:35 Diperbarui: 13 Januari 2024   14:43 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang berkemajuan, yang ketika
penggunaan bangku masih dianggap warisan Belanda yang nota bene disebut kafir
oleh ulama pada masa itu, Kiai Ahmad Dahlan membuat terobosan dengan pemakaian
bangku di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Ketika Khutbah Jumat masih
menggunakan bahasa Arab, Muhammadiyah berani menganjurkan penggunaan bahasa
Indonesia dan tidak jarang menggunakan bahasa setempat agar isi khutbah tersebut
bisa dipahami oleh masyarakat. KH. Ahmad Dahlan dikenal sebagai Kiai yang
moderat dan cenderung melawan arus pada zamannya banyak mengkritik pemahaman
masyarakat tentang Islam pada masa itu. Islam sering dituduh telah memberi
legitimasi terhadap penyempitan peran perempuan hingga kekerasan terhadap
perempuan. Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang cukup mapan
menempatkan perempuan setara dengan laki-laki. Kiai Ahmad Dahlan dibantu Nyai
Walidah menggerakkan perempuan untuk memperoleh ilmu, melakukan aksi sosial di
luar rumah yang bisa disebut radikal dan revolusioner saat itu. Kaum perempuan
didorong meningkatkan kecerdasan melalui pendidikan informal dan nonformal
seperti pengajian dan kursus-kursus.
'Aisyiyah merupakan organisasi perempuan yang didirikan sebagai jawaban atas
pentingnya perempuan berkiprah di wilayah-wilayah sosial kemasyarakatan. Gerakan
perempuan Muhammadiyah yaitu 'Aisyiyah yang lahir tahun 1917 hadir pada situasi
dan kondisi masyarakat dalam keterbelakangan, kemiskinan, tidak terdidik, awam
dalam pemahaman keagamaan, dan berada dalam zaman penjajahan Belanda. Kini
gerakan perempuan Indonesia menghadapi masalah dan tantangan yang kompleks
baik dalam aspek keagamaan, ekonomi, politik, maupun sosial-budaya. Untuk
menghadapi tantangan kompleks tersebut, maka gerakan 'Aisyiyah dituntut untuk
melakukan revitalisasi baik dalam pemikiran maupun orientasi praksis yang mana
gerakannya mengarah pada pembebasan, pencerahan, dan pemberdayaan menuju
kemajuan yang utama, dan ini dinyatakan secara visioner.
Sebagai sebuah organisasi pergerakan 'Aisyiyah telah meletakkan pijakan dasar
tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan, bahkan sejak didirikan. Hal tersebut
mencerminkan bahwa 'Aisyiyah (Muhammadiyah) telah menempatkan perempuan
dan laki-laki dalam peran kemasyarakatan yang setara. Oleh karena itu 'Aisyiyah
sebagai organisasi perempuan dari Ortom Pergerakan Muhammadiyah perlu
mempertegas visi dan misinya, bukan lagi sekedar organisasi perempuan yang
melengkapi organisasi induknya yaitu Muhammadiyah. Gerakan ini perlu
menyelaraskan dan menegaskan perannya terkait dengan isu-isu perempuan
kontemporer seperti; perdagangan perempuan, kekerasan dalam rumah tangga,
kekerasan terhadap TKW, sampai soal kepemimpinan perempuan di sektor publik
yang masih belum mendapatkan legitimasi penuh baik secara kultural maupun secara
teologis, lengkapnya sebagaimana yang tercantum dalam MDGs (Millenium
Development Goals), yang walaupun masa berlakunya sudah limit, akan tetapi
program dunia ini masih akan dilanjutkan dalam Sustainability Development Goals
(SDGs), dengan 12 program pokok gender, sebagaimana yang tertuang dalam Beijing
Platform for Action.
Gerakan pemberdayaan perempuan yang telah banyak dilakukan oleh 'Aisyiyah
seyogyanya tidak dilakukan secara seporadis, tanpa melihat keterkaitan dengan
program yang ada lainnya. Pergerakan 'Aisyiyah haruslah terintegrasi dan
komprehensif, dengan mengembangkan orientasi gerakannya bukan sekadar
menciptakan kader-kader perempuan yang shalihah secara ritual (fiqhiyyah), namun
tidak bisa menganalisa ketertinggalan perempuan ataupun hegemoni tradisi dan tafsir
agama yang tekstual (skripturalis) sehingga mengungkung cara berpikir dan bertindak
sebagian besar perempuan Islam. 'Aisyiyah perlu melakukan reorientasi organisasi
yang selanjutnya dikuti dengan penguatan dan optimalisasi praksis sosial, dengan
dilandasi teologi al Ma'un, sebagai inspirasi dasar gerakan Muhammadiyah dan
'Aisyiyah. Reorientasi ini harus diikuti dengan menciptakan kader-kader yang mampu
menciptakan perempuan-perempuan yang shalihah sebagai ulama perempuan yang
memahami Al-Qur'an yang mampu mensinergikannya dengan kondisi kekinian.
Gerakan sosial sebagai kebaharuan dalam praksis sosial berkemajuan ini harus
dilakukan melalui jaringan kerja sama dengan gerakan perempuan lain, baik di tingkat
lokal, nasional maupun internasional. Masalah perempuan merupakan masalah yang
sangat kompleks karena itu membutuhkan kerjasama yang baik agar kehidupan
perempuan menjadi lebih baik. Didirikannya organisasi gerakan perempuan tentulah
dimaksudkan untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi kaum perempuan
sebagaimana dikemukakan Syafiq Hasyim dalam buku "Bebas dari Patriarkisme
Islam" bahwa gerakan perempuan baik di Barat ataupun di dunia Islam memiliki
tujuan yang sama, yaitu membebaskan perempuan dari kedudukan yang
tersubordinasi, terepresi dan termarginalisasi menuju kedudukan yang seimbang
dengan kaum laki-laki. 'Aisyiyah sebagai organisasi Islam dengan paham keagamaan
yang moderat telah mencontohkan bagaimana seharusnya perempuan berkiprah di
ruang publik, yang menempatkan perempuan sebagaimana nilai-nilai Islam yang
memuliakan dan menjunjung tinggi martabat perempuan. Bahwa perempuan tidak
sepantasnya hanya mengurusi rumah tangga, namun perempuan memiliki tanggung
jawab yang sama dalam tugas-tugas sosial untuk pencerahan dan kesejahteraan ummat
manusia dan membawa pandangan bahwa perempuan Islam tidak hanya berada di
ranah domestik tetapi juga ke ranah publik, yang sejalan dengan prinsip dan misi
Islam sebagai agama yang membawa risalah rahmatan lil-'alamin.
Dalam kondisi kini, gerakan perempuan 'Aisyiyah masih sangat dibutuhkan dan
dikembangkan keberadaanya khususnya di Indonesia, dengan melihat tantangan dan
kondisi sosial politik yang ada saat ini. Berbagai problema yang teramati dan dialami
saat ini yang dihadapi perempuan Indonesia juga semakin multiaspek seperti
ketidakadilan gender, kekerasan, perdagangan perempuan dan anak, kualitas
kesehatan perempuan dan anak yang masih memprihatinkan, kemiskinan, dan
berbagai permasalahan sosial lainnya. Selain itu, berbagai pandangan keagamaan
yang bias gender masih dihadapi dalam realitas
kehidupan masyarakat sehingga berdampak luas bagi kehidupan perempuan.
'Aisyiyah perlu melakukan revitalisasi yang bertujuan untuk mewujudkan
terbentuknya Keluarga Sakinah dan Qaryah Thayyibah (masyarakat utama), yang
telah dikenalkan sebagai praksis sosial, dengan strategi community development.
Dalam konteks Muhammadiyah penguatan gerakan perempuan dalam Persyarikatan
melekat dengan misi dan dinamika gerakan Muhammadiyah dalam mewujudkan
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Revitalisasi gerakan perempuan muslim
juga sejalan dengan misi Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi kemuliaan
perempuan dan kemanusiaan untuk menjadi kholifah dimuka bumi ini dan sebagai
perwujudan risalah rahamatan lil'alamin.
Berikut adalah beberapa peran perempuan dalam berdirinya Muhammadiyah:
1. Pendidikan: Perempuan memainkan peran kunci dalam mendukung
pendidikan dalam lingkungan Muhammadiyah. Mereka terlibat dalam
pembukaan dan pengelolaan sekolah-sekolah Muhammadiyah, termasuk
sekolah dasar hingga sekolah menengah. Pendidikan menjadi salah satu fokus
utama Muhammadiyah untuk memberdayakan masyarakat.
2. Kesehatan: Perempuan juga turut serta dalam bidang kesehatan, terutama
melalui pendirian dan pengelolaan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan
pusat kesehatan. Muhammadiyah memiliki visi menyediakan pelayanan
kesehatan yang berkualitas dan terjangkau untuk masyarakat.
3. Sosial dan Pemberdayaan: Peran perempuan dalam kegiatan sosial dan
pemberdayaan masyarakat sangat penting. Mereka terlibat dalam berbagai
kegiatan amal, bantuan sosial, dan program pemberdayaan ekonomi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama perempuan.
4. Dakwah dan Pembinaan Keluarga: Perempuan juga berkontribusi dalam
kegiatan dakwah dan pembinaan keluarga. Mereka terlibat dalam
penyelenggaraan kegiatan keagamaan, kajian Islam, serta memberikan
pembinaan kepada anggota keluarga.
5. Organisasi dan Kepemimpinan: Perempuan juga memiliki peran dalam
struktur organisasi Muhammadiyah. Beberapa di antaranya terlibat dalam
kepemimpinan dan pengambilan keputusan di tingkat lokal maupun nasional.
Perempuan dalam Muhammadiyah tidak hanya menjadi penerima manfaat dari
kegiatan organisasi ini, tetapi juga aktif terlibat dalam mengelolanya. Keterlibatan
perempuan ini sejalan dengan nilai-nilai kesetaraan gender dan peran aktif perempuan
dalam pembangunan masyarakat yang diadvokasi oleh Muhammadiyah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun